4. Hari menyakitkan..

104 13 1
                                    


"A-air"

Tenggorokan Jasmin tercekat dan terasa kering, tangannya meraba-raba sekitar dengan mata yang tertutup meski sudah dipaksa terbuka oleh cahaya yang terlalu terang dihadapannya.

Praank

"JASMIN!"

Mata Jasmin perlahan terbuka, bau obat-obaran tercium begitu menyengat menusuk hidung, langit-langit putih adalah hal yang pertama kali ia lihat, dan sebuah suara yang meneriaki namanya.

"Jasmin, akhirnya lo sadar!"

"Ah-a-alan, A-ir"

Ahlan yang mengerti lansung mengambil cangkir dan menuangkan botol besar yang berisi air putih. Jasmin meneguk habis air putih dalam cangkir. Sekarang ia merasa lebih baik.

"Gue panggiling dokter ya-"

"Ahlan, Ayah dan Bunda mana?"

Ahlan berhenti, tangannya yang hendak menekan alarm terhenti saat Jasmin menanyakan sesuatu yang membuat bibirnya kelu dan kehabisan kata-kata.

"Lo-lo jangan mikir yang lain dulu"

Selang beberapa menit hening, kemudian seorang dokter dan suster masuk kedalam ruangan memecah keheningan. Dokter itu memeriksa Jasmin sebentar setelahnya ia keluar dan mengatakan bahwa Jasmin sudah baik-baik saja.

Kini keduanya saling tatap, Ahlan menatap Jasmin sayu, dan penuh prihatin. Berbeda dengan Jasmin yang menatapnya lurus tanpa ekspresi seolah-olah ia sudah tahu jawabannya.

"Mereka....mereka gak pergi kan lan?"

Ahlan menduduki kursi disebelah ranjang Jasmin, mengenggam tangan gadis itu untuk menyalurkan semangat.
"Bonyok lo gak kemana-mana, stop negatif thingking mereka lagi diperjalanan menuju kesini bareng nenek lo tentunya"

Jasmin masih diam tak menunjukkan ekspresi apa-apa, ia tak tersenyum sambil bernafas lega seperti apa yang Ahlan pikirkan.
"Jasmin.."

Jasmin lansung terduduk melepas infus dari tangannya dengan paksa, menuruni ranjang rumah sakit dan berlari menubruk Ahlan keluar dari kamar rawat.

"Jasmin, lo mau kemana?!"

Ahlan mengejar Jasmin, walaupun Jasmin berlari dahulu dalam keadaan lemah, Ahlan lebih dulu menggapai tangannya.

"Eh, lo mau kemana"

Jasmin menangis sesenggukan dipukulnya dada Ahlan beberapa kali kemudian tertunduk.
"Lo bohong, lo kira gue ga tahu? Bonyok gue udah gaada! Gue yatim-piatu Ahlan! Gue sebatang kara sekarang!"

Ahlan mendekap Jasmin, hingga tangis itu teredam dan membasahi bajunya, ia membelai rambut Jasmin kemudian memegangi bahu Jasmin agar ia dapat melihat matanya dengan jelas.

"Lo ga sebarang kara, lo punya gue, kak Zahra, dan tante ayang"

Kemudian ia kembali memeluk Jasmin.

"Lo punya gue! Dan gue bakalan selalu ada buat lo, Jasmin"

¤¤¤¤¤


ResolusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang