Alvaro 1

288 13 7
                                    

Langit begitu cerah, Alvaro bersiul melangkahkan kakinya menuju kelas. Ia menajamkan matanya, saat melihat seorang gadis yang kini tengah berlari di koridor. Sekilas, Alvaro terpukau. Gadis itu, gadis pemilik mata hitam teduh. Gadis pertama yang mampu menarik perhatiannya.

"Menarik," batin Alvaro tersenyum miring menatap punggung gadis itu yang kini mulai menjauh. Ia melanjutkan kembali langkahnya yang sempat tertunda.

~~~~~~~~

"Pagi semua," sapa Fiana kepada seluruh penghuni kelas. Fiana berjalan ke arah seorang gadis yang tengah duduk di pojok kanan.

"Eh, lu. Gua kangen sama lu," ujar gadis itu-Aurina Tasya Wibowo-dengan antusias. "Tapi bohong," lanjutnya diikuti lidahnya yang menjulur keluar.

"Sialan!" decak Fiana. "Gua capek," lanjut Fiana menyandarkan kepalanya di bahu Tasya.

"Btw, otak lo keseleo apa konslet? Tumben baru datang? Tumben lo telat? Ini baru hari pertama, udah telat aja lo."

"Santai dong kalau ngomong, cepat banget kayak kereta," protes Fiana. "Jadi gini, gua telat gara-gara kemarin malam bergadang lihat para Oppa yang begitu cogan."

"Lu mah drakor mulu. Cari pacar sana, dasar jones!"

"Ngaca woy ngaca, lu juga jones!"

Tasya tertawa mendengar ucapan Fiana. "Oh iya, Fi. Lu tahu gak?"

"Enggak."

"Gua belum selesai ngomong kali." Tasya menatap Fiana kesal.

"Ya udah, lanjutin."

"Kelas kita semester ini sebelahan sama para cogan FourElvan."

"Terus?"

"Ya, kita beruntung, karena setiap hari bisa cuci mata sama cogan."

"Gua bahkan gak kenal mereka? Apa tadi FourElvan? Itu apa? Nama es krim yang enak?"

"Lu mah es krim mulu." Tasya menarik pipi Fiana kesal.

"Sakit woy!" Fiana memukul tangan Tasya keras.

"Dasar maniak es krim," ledek Tasya. "Lu itu sebenarnya sekolah di mana sih? Masak gak tahu Geng fourElvan? Itu loh gengnya Alfian, Ana. Gemes gua lama-lama sama lu." Rasanya Tasya ingin menelan Fiana bulat-bulat saking kesalnya.

"Alfian Revano? Idih, sejak kapan dia punya geng kayak gitu?"

"Sejak monyet ngelahirin gajah."

"Emang ada Monyet ngelahirin gajah? Kapan? Di mana?"

"Bodo! Ngomong aja sendiri sama angin," ucap Tasya sebal. Dia lama-lama bisa tua kalau menghadapi Fiana yang sedang menyebalkan.

"Ngambekan ihh. Jelas gak ada cowok yang mau sama lu."

"FIIIIIIIAAAAANNNNN!!!!!!!"

~~~~~~~~~~~

"Bebeb Varo, kenapa lu telat?" tanya Chris saat melihat Alvaro baru saja memasuki kelas dan menduduki bangku di sebelah Alfian.

"Najis. Jijik gua dengarnya," ucap Alvaro dijawab dengan gelak tawa mereka bertiga. Ya, mereka bertiga adalah Chris, Alfian dan Dion. Para pria yang bersatu karena sifat gila mereka. Tukang pembuat onar yang sering digiring untuk masuk ke ruang BK.

"Lu gak bosen apa telat mulu kerjaannya?" tanya Alfian ke Alvaro.

"Enggak," jawab Alvaro singkat.

"Anjay. Enteng banget kalau ngomong," kata Alfian.

"Tinggal ngomong aja, apa sulitnya?"

"Lu jangan terlalu cuek, Ro. Entar lu gak punya cewek. Cewek sih banyak yang suka sama lu, tapi semuanya mana ada yang berani dekati lu," ledek Chris kepada Alvaro.

"Alvaro mah, senggol dikit hajar," tukas Dion.

"Emang banyak yang suka sama gua," sahut Alvaro.

"Najis lu. Percaya diri amat," sahut Chris.

"Lu yang bilang tadi," ujar Alvaro yang kini sibuk dengan game yang ada diponselnya.

"Gua tarik kata-kata gue tadi."

"Gak laki banget lu," ledek Alvaro yang masih sibuk dengan gamenya.

"Gua tahu, kalau gua ganteng," ucap Chris gak nyambung.

"Ngaca lu!"

"Gua udah ngaca, Ro. Dan, gua ganteng," kata Chris yang memuji dirinya sendiri.

"Kalau dilihat dari kacamata kuda?"

"Kenapa gua jadi kesel ngomong sama Alvaro ya?" tanya Chris kepada Alfian dan Dion. Alfian hanya terkekeh geli melihat pertengkaran kecil Chris dengan Alvaro. Karena Chris yang selalu kalah jika beradu mulut dengan Alvaro.

"Ya udah, gak usah ngomong sama gua," jawab Alvaro cuek. Melihat jawaban Alvaro, Chris rasanya ingin menjadi kanibal agar bisa memakan Alvaro saat ini juga.

~~~~~~~~~~

Angin menerpa helaian rambut Fiana. Gadis itu mendongakkan wajahnya menatap awan-awan yang ada dilangit, sebelum menghela napas dan memejamkan matanya. Dia mengerutkan dahinya, saat membuka matanya, ia melihat seorang laki-laki tengah tidur di sofa yang berada di atap sekolah.

Fiana melangkahkan kakinya mendekati laki-laki itu. Ia mengamati wajah laki-laki tersebut yang tertutupi oleh sebelah lengannya.

"Apa?" Suara laki-laki itu hampir saja membuat Fiana melompat terkejut. Laki-laki itu membuka sebelah matanya. Fiana menatapnya tajam. "Gua tahu, gua ganteng," ujar laki-laki itu. Laki-laki itu mengamati Fiana dari bawah ke atas dan atas ke bawah.

"Apa lu lihat-lihat? Mau gua cukil bola mata lu?" tanya Fiana menatap laki-laki itu dengan garam.

"Dih. Galak," ungkap laki-laki itu. Ia menyeringai sebelum berkata, "Tapi lumayan juga lu."

"Apanya yang lumayan?! Gak usah macem-macam. Gua keluarin jurus ni," ujar Fiana yang kini menunjukkan kuda-kuda bersiap untuk bertarung.

Laki-laki itu bangkit dari duduknya, ia berjalan ke arah Fiana. "Gak usah gaya, kuda-kuda lu salah tuh. Benerin dulu," bisik laki-laki yang sukses membuat Fiana terdiam kaku.

Laki-laki itu menyeringai ke arah Fiana, sebelum ia berjalan pergi meninggalkan Fiana. "Sialan!" Fiana meremas kedua tangannya, menatap punggung laki-laki yang tengah menjauh itu dengan kesal. "OHHH MY GOD. Dia bikin harga diri gua hancur!" Mungkin jika di dalam komik, kini kepala Fiana tengah mengeluarkan asap.


-----
21 Juli 2019

Alvaro- VERSI REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang