Lebih Horor

96 6 0
                                    

Malam itu sepulang kerja. Hawa dingin menusuk tak seperti biasanya meski sudah memakai jaket tebal menutup rapat keseluruh tubuh. Jam ditangan baru menunjukkan pukul sembilan lewat lima menit. Belum terlalu malam tapi jalanan sudah sepi. Butiran bening jatuh dari langit seperti jutaan jarum kecil yang menusuk, bedanya hanya tidak sakit saat menyentuh kulit.

Lampu jalan yang biasa menyala juga mendadak mati padam. Hanya satu dua buah mobil dan motor lalu lalang. Kulajukan motorku melalui area persawahan. Gelap, hanya cahaya dari lampu motorku yang terlihat menerangi jalan hingga sampai gapura selamat datang. Orang kampungku biasa menyebutnya "ATIB BERSERI". Bukan konon lagi, karena faktanya ditempat ini sering terjadi kecelakaan. Korbannya sembilan dari sepuluh orang rata-rata meninggal dengan kondisi tubuh yang mengenaskan. Usus terburai keluar, kepala putus, kaki patah dan lain halnya.

Mengerikan. Bulu kudukku merinding. Oh ayolah, aku bukan Roy Kiyosi, Risa Saraswati atau Sara Wijayanto yang bisa melihat makhluk astral. Jujur saja aku tak ingin melihatnya. Kulajukan motorku cepat. Setidaknya suasana malam ini cukup mendukung makhluk astral muncul untuk sekedar "menyapa". Untunglah saat sampai dijembatan rumahku, lampu jalan sudah banyak yang menyala. Tapi aku tetap melajukan motorku karena perut yang sudah mulai meronta seolah minta diisi.

Aku berhenti diwarung pinggir jalan hendak memesan teluyam. Kuparkir motorku sedikit tidak teratur, toh hanya sebentar. Usai memesan aku kembali duduk dijok motorku sambil sesekali memijat kepalaku yang sakit. Kebisaan mungkin sepulang kerja sakit kepala, ditambah hari ini adalah Hari Gigi sedunia, sebuah istilah yang disematkan oleh para pegawai klinik jika pasien poli gigi membeludak.

Ah, entah kenapa sejak tadi sore perasaanku tidak enak. Otakku seolah terus-terusan memutar memori mengenai sosok dimasa lalu yang pernah hadir dan menghuni hatiku sekian lama. Padahal aku tidak pernah lagi memikirkannya saat mendengar kabar kalau ia sudah bertunangan dengan orang lain. Masa bodoh.

Kucoba mengalihkan pikiranku pada handphone yang sungguh tidak jelas apa fungsinya. Tidak ada chat masuk atau telfon. Hanya kugeser kekanan dan kiri seperti orang bodoh yang kurang kerjaan. Maklum jomblo.

Menunggu jodoh sekarang seperti menunggu hujan uang turun dari langit. Jatuhnya nggak tau kapan dan nggak jelas, cenderung tidak akan pernah jatuh. Mustahil.

"Mbak pesanannya sudah siap" Sahut si pemilik warung  padaku.

Kumasukkan hpku kedalam saku jaket lalu menghampiri pemilik warung, membayarnya dan bersiap memutar motorku. Tapi mendadak mata sialku ini menatap kearah seorang laki-laki tengah berbonceng mesra dengan seorang wanita hendak lewat didepanku. Tanganku mendadak gemetar. Kakiku lemas tak karuan. Jantungku? Jangan ditanya karena degupnya mulai tak beraturan.

Jujur ini lebih horor dari melihat hantu. Iya, sosok itu adalah DIA. Kisah masa lalu yang ingin kulupakan. Bisa disebut mantan gebetan atau si cinta bertepuk sebelah kaki, karena tangan tak mampu menggambarkan bertepuknya cintaku kala itu.

CERPEN GABUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang