Ketika cinta sudah jatuh, dia tidak akan memilih kepada siapa ia akan jatuh. Sepandai apapun kamu menyembunyikannya, hati tidak akan pernah berbohong. Apapun yang kamu katakan, bagaimanapun caramu menolaknya, cinta akan tetap berada disana, menunggumu untuk mengakui keberadaannya. Cinta bisa jadi apa saja. Cinta bisa berbalas, kadang juga tak berbalas. Cinta yang menyebabkan luka, tetapi ia juga yang akan meredakannya. Cinta itu aku. Cinta itu kamu. Cinta itu kita. Cinta yang nantinya akan membuat kita hanyut dan kembali berterima kasih karena telah diajari bagaimana cara mencintai yang sebenarnya. Tetapi, ada yang salah diantara kita. Bagaimana aku bisa jatuh cinta padamu?
Tidak seharusnya cinta itu tumbuh. Ya, tidak seharusnya. Ini seperti sebuah kisah cinta klasik. Ketika aku dan kamu sudah saling mengenal sejak kecil sehingga kita akhirnya bersahabat. Tentang sahabat kecil yang kemudian jatuh cinta kepada sahabatnya sendiri. Sayangnya, disetiap cinta, pasti akan ada yang terluka. Namun, untuk apa Tuhan menciptakan perasaan cinta jika akhirnya akan ada yang tersakiti?
Semakin aku berusaha untuk menghindar, aku semakin merasa itu akan menyakiti diriku sendiri. Berawal dari aku yang merelakanmu untuk bersama dengannya. Aku yang berusaha untuk menjauhkan diriku darimu. Aku yang berusaha untuk melewati hari-hariku tanpamu, berharap semua akan baik baik saja dan kembali seperti awal aku mengenalmu, aku sebagai teman kecilmu yang tidak mengenal apa itu cinta. Aku memang bodoh. Ya, Bodoh. Bodoh karena aku membiarkan dia bersama dengannya. Aku lebih memilih untuk mengalah hanya karena aku tidak ingin mengubah status kita. Kita, Aku dan Kamu. Kamu yang akan slalu ada, kamu yang akan tetap ada di dalam jiwa.
"Bahagia itu sederhana. Duduk diam bersamamu saja sudah membuat aku bahagia. Bersamamu membuat hari-hariku penuh warna. Begitukah makna sahabat? Ataukah, aku telah jatuh cinta kepadamu dalam kebersamaan hari-hari? Namun, jika cinta membuatku kehilanganmu, aku memilih menyimpan cintaku di relung hatiku yang paling jauh dan membiarkan luka tersimpan dihatiku. Dengan begitu, kau akan tetap disisiku, bukan? Meski nyatanya, kau tetap menjelma kehilangan dalam kisah kita. Kisah tentang cinta yang nyaris sempurna. Kecuali rasa sakit karena persahabatan itu sendiri...."
Seperti biasa, dihari Minggu sore, Milan melakukan rutinitasnya. Rutinitas yang tak pernah bosan Ia lakukan. Mengunjungi coffee shop di sebrang jalan, setiap Minggu sore hingga malam. Meskipun sebenarnya, Ia tidak menyukai kopi. Dan selalu disitu, tempat favoritnya. Dekat jendela, menghadap ke barat.
"Ini Kak pesanannya, Iced Chocolate pake Whip Cream + Tripple Chocolate Muffin" ujar barista coffee shop sambil menaruh pesanan Milan.
"Aduh Mas saya lupa bilang, Iced Chocolatenya...."
"Iced Chocolate with extra chocolate sauce, less ice, sugar normal, and whip cream. Right?" balas barista coffe shop itu.
"Eh.. kok tau?" tanya Milan.
"Gimana nggak tau Kak, kan setiap minggu selalu ke sini, dan kebetulan banget di jam kerja saya, gimana saya nggak hafal", ujar Barista nya tersenyum
"Oh iya yah, hehe", jawab Milan membalas senyum
"Milannnn aduh sorry banget yah gue telat, maafin..." ujar seseorang cewek dari arah pintu yang setengah berlari menghampiri meja Milan. "Ehh ada Mas Barista ganteng, hai mas. Saya mau pesen Caramel Machiato ya, dan jangann lupa extra caramel," tambah cewek itu dengan muka tersenyum.
"Nay lo kemana aja sih, udah gue tungguin juga." tukas Milan dengan nada bete.
"Ya maaf Mil, lo tau kan jalanan jakarta kayak apa. Jarak rumah gue sama lo ajak kan jauh banget, harus naik gunung melewati lembah", balas Naya dengan bercanda
"Aduh apaan sih lo Nay bercandanya," balas Milan tersenyum sambil menggelengkan kepalanya
Obrolan Milan dengan Naya pun terhenti ketika handphone Milan berbunyi. Dilihatnya ke layar handphone-nya, dan ternyata ada panggilan masuk dari Dimas.
"Milan, kamu dimana?" tanya Dimas.
"Oh iya sorry banget Dim aku lupa kabarin kamu. Aku lagi di coffee shop tempat biasa. Maaf yah", jawab Milan dengan nada melemas.
"Iya nggak apa-apa, aku kira kamu kemana. Yaudah kamu jangan terlalu lama di coffee shop, nanti malem jam 7 aku jemput dirumah ya."
"Iya Dim," jawab Milan seraya menutup telefon nya.
"Pasti Dimas?" ujar Naya sambil meneguk Caramel Machiato yang baru Ia pesan.
"Mil, mau sampe kapan sih lo bohongin diri lo kayak gini? Bukannya gue gak seneng ya sekarang lo udah punya pacar, tapi dengan kayak gini justru sama aja nyakitin diri lo sendiri Mil. Gue sama Sarah emang pengen liat lo pacaran biar lo bisa ngelupain semuanya, tapi kalo ternyata malah bikin beban buat lo, ya udahin semuanya." ujar Naya sambil memegang tangan Milan
Dimas dan Milan sudah hampir setahun pacaran. Dimas adalah teman kerja Milan satu kantor, namun mereka berbeda divisi. Mereka memiliki perbedaan usia yang cukup jauh, dimana saat ini Milan masih berusia 20 tahun, sedangkan Dimas 26 tahun. Sebenarnya, perbedaan usia yang cukup jauh tidak membuat mereka sulit berkomunikasi, dan Dimas pun sangat baik dan mengerti setiap kondisi Milan. Dimas slalu ada ketika Milan butuh apa-apa, slalu memberikan masukan dan mau mendengarkan Milan. Dimas juga memperlakukan Milan like a princess with invisible crown, begitu kata Naya. Tetapi, tidak bisa dipungkiri jika sebenarnya hati Milan belum sepenuhnya untuk Dimas. MIlan masih memendam masa lalunya. Berharap sesuatu tanpa kepastian. Milan masih menunggu sampai Ia kembali datang padanya. Ya, dia. Dia yang slalu bisa membuat Milan tersenyum walau terkadang menyebalkan, dia yang slalu menganggap Milan belum dewasa, dia yang mengajarkan banyak hal kepada Milan walau dengan caranya sendiri, tapi dia yang ada di hati Milan. Dulu, sekarang, dan entah sampai kapan..
"Iya gue tau, Nay. Gue jujur kalo gue emang belum bisa ngelupain dia. Tapi sekarang gue udah ada Dimas, dan ini kan bagian dari usaha gue untuk ngelupain dia Nay." jawab Milan
"Usaha lo buat lupain dia? Justru lo salah Mil. Ini bukan usaha lo buat lupain dia, tapi ini tuh tempat pelarian lo. Lo cuma mencoba berlari dari semuanya, tanpa berusaha untuk ngelupain dia. Buktinya, lo masih kirim surat buat dia kan? Lo masih kirim kado saat dia ulang tahun kemarin kan? Lo masih mencari kabar tentang dia kan? Mil, jangan lo kira dengan lo nerima Dimas semuanya akan baik-baik aja." ujar Naya
Air mata pun jatuh menetes ke pipi Milan. Milan tidak kuat menahan nya.
"Oke cukup Nay. Iya gue ngaku gue salah. Dan gue bakal coba buat perbaikin semuanya."
Milan hanya bisa menunggu. Ya, menunggu perasaannya untuk Dia gugur, lenyap dan hilang seiring dengan berjalannya waktu.
YOU ARE READING
Almost is Never Enough
RomanceBegitulah kehidupan. Ada yang kita tahu, ada pula yang tidak kita tahu. Hidup itu aneh. Sulit rasanya untuk menebak akhir dari kisahnya. Karena setiap ekspetasi tidak pernah sama dengan realitanya bukan? Namun yakinlah, semua itu baik. Dengan ketida...