Mendekapmu.

83 0 0
                                    

MENDEKAPMU

“Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini? Aku khawatir denganmu, aku selalu memikirkanmu.”

Aku tidak tahu kapan persisnya aku mulai memikirkanmu.

Saat kita berjumpa di reuni itu kah?

Atau jangan-jangan aku memang sudah memikirkanmu jauh saat kita masih satu kelas bersama.

Atau kah, saat tiba-tiba kamu muncul, mengejarku di gerbong kereta, duduk bersama menghabiskan waktu perjalanan kita yang berbeda tujuan.

Atau saat-saat lainnya.

“Kamu memikirkanku?”tanyamu tak percaya. “Kamu bohong, ya?”

Dan asal kamu tahu, saat ini aku masih bingung.

Perasaan ini adalah cinta, obsesi, atau apa.

Apa-apa yang membuatku, selalu memikirkanmu.

“Aku nggak pernah bohong sama kamu. Soalnya aku enggak mau bikin kamu marah—kamu nakutin.”jawabku sambil memasang tampang konyol.

Lalu kamu menangis.

Dan aku hanya terdiam melihatmu.

“Bahkan mungkin kekasihku sendiri nggak pernah mikirin aku. Dia selalu bohong. Hubungan kami berisi semua kebohongan dia.”kemudian rentetan makian kamu keluarkan untuk dia—kebiasaan burukmu saat kalian bertengkar.

Semua perempuan sama.

Selalu mengeluarkan air mata di depanku, memohon aku mengerti dirinya, tidak seperti lelakinya.

Ah, tidak apa-apa asal itu kamu.

“Nggak apa-apa. Masih ada aku disini. Kamu tinggal cari nama aku di kontak hape kamu dan nelpon aku. Aku pasti datang.”kataku menghibur sambil menepuk bahunya pelan.

“Beruntung sekali, ya, perempuan itu.”

“Perempuan siapa?”

“Yang waktu aku ke kampus kamu terakhir kali dulu, kamu lagi sama perempuan deh waktu itu.”

Ah, perempuan itu. Seorang junior gila yang mengejarku.

“Tapi kamu lebih beruntung, memiliki aku”aku menelan ludah, “teman laki-laki yang mau datang di hadapanmu walaupun tugas dari dosen numpuk.”

Kemudian kamu mengangguk, sambil menghapus sisa air matamu di pipi dan berusaha untuk tersenyum.

“Kamu memang sahabat yang baik.”

Aku menghela napas lega.

Setelah bertahun-tahun aku mengenalimu dan memikirkanmu, untuk pertamakalinya aku memelukmu—cukup sebagai teman. Aku memang menahannya sejak tadi, aku tidak tega kalau harus melihat sosokmu yang rapuh, bukan sosok yang ceria.

Saat itu, muncul pesan di layar telepon genggammu yang mengatakan bahwa jemputanmu sudah  datang—teman-teman satu kampusmu. Kemudian aku ingat saat tiba-tiba kamu mengajakku bertemu, setelah itu kamu harus menghadiri seminar apa, dihadiri pembicara siapa yang memiliki empat gelar di depan dan belakang namanya—aku tidak ingat tapi yang jelas kamu mengagumi beliau.

Setelah membalas pesan itu kamu mengucapkan salam perpisahan.

Memelukku lagi dan mengecup pipiku. Mengatakan padaku kalau aku harus membayar pesanan minumanmu dengan nada jenaka.

Kamu membuatku tersenyum, lega kamu tidak berubah—jenis perempuan yang beberapa menit lalu menangis kemudian tiba-tiba ceria lagi seperti tidak terjadi apa-apa. Perempuan tegar, orang bilang.

Kemudian kamu benar-benar pergi, menyusup di antara pengunjung café dan menghilang.

Meninggalkanku tanpa membuatku mengucapkan kata yang sudah di ujung lidah.

Aku ingin mengatakan, “Aku memikirkanmu karena aku mencintaimu.”

End.

27 April 2014

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mendekapmu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang