Prolog

5 0 0
                                    


Siang ini aku melihatnya lagi, tapi dengan sigap aku segera menunduk gusar. Pikiranku kembali acak tak karuan setiap kali harus berpapasan dengannya. Melihatnya hanya menggores luka ini saja. Sunggu ini sangat menyakitkan. Rasa sakit yang hanya bisa ku utarakan dengan air mata itu pun dikala aku sendirian, rasa sakit yang ku sembunyikan di balik senyuman. Rasa sakit yang tak berani ku ungkapkan sekali pun sesak ingin meluapkan rasa yang seakan mencekikku. Karena selain itu aku bisa apa?? kecuali menyembunyikan rasa sakit ini sendirian. Yah ini memang sangat menyulitkan, tapi bukan kah ini adalah konsekuensi yang harus aku hadang karena telah lancang mencintainya yang notabene tidak sepadan denganku si manusia pinggiran ??  dan dia yang ternyata diam-diam banyak diidolakan, lantas kenapa memberiku harapan yang ujung-ujungnya hanya untuk dipatahkan.

Sesaat ketemukan kedua matanya mengarah padaku, seketika pertanyaan pun muncul dibenakku. “apa yang kamu lihat dariku ?? tidak kah kau lihat luka yang saat ini membalutku ?? luka yang diciptakan oleh mu!!! TIDAK KAH KAMU  LIHAT AKAN HAL ITU ?? kenapa kau setega ini padaku. Kamu bahkan tega mematahkan sayap yang baru saja belajar terbang... kamu tega ... kamu benar-benar tega” batinku benar-benar teriak mencacinya. Tapi nyatanya dia hanya bungkam sembari menyuguhkan mimik wajahnya yang dingin kemudian berlalu tanpa sepatah kata pun. Tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Seharusnya dari awal aku sadar diri, orang sepertiku mana mungkin berhasil membuat laki-laki yang terkenal rupawan dan bisa dibilang punya segalanya itu jatuh hati. Seharusnya dari awal aku tidak pernah menanggapi chatnya  yang selama ini  selalu membuatku merasa berada diatas awan. Tapi emang dasar aku yang bodoh. Aku yang terlalu naif menanggapi rasa.

Raihan, sungguh tidak pernah terbesit di pikiranku jika pemilik nama itu hanya mampir menitip luka. Perkenalan singkat dengannya justru memberikan rasa sakit yang berkepanjangan. Aku benar-benar benci kenapa cinta ini harus tertuju padanya. Cinta ini membuatku tersiksa karena setiapa saat harus menikam rasa. karena mau atau tidak aku tetap harus membunuh cinta ini.
Rasa sesakku semakin menjadi-jadi,  sesaat waktu menghadapkanku dengan Anisa Juniorku yang beberapa bulan belakangan ini mulai akrab denganku karena berada dalam satu naungan organisasi. Ia menyapaku dengan senyuman lembutnya yang aku balas dengan senyuman pula. Tapi maaf jika senyuman ini terkesan tidak tulus. Batinku sembari menahan rasa sakit. Yah  sekali pun sebenarnya aku tahu kalau Anisa sama sekali tidak bersalah dalam hal ini. Tapi entah kenapa setiap melihatnya seakan kembali menggores luka yang belum sembuh. Dan kenapa harus Anisa orang yang telah aku anggap adikku sendiri?? kenapa Raihan tega membagi rasa kepada salah satu orang yang dekat denganku. Tidak kah Dia  berfikir akan bagaimana nantinya hubunganku dengan Anisia??  Tanpa sadar ia telah menciptakan sekat antara aku dan Anisa.
Sungguh masih terekam jelas dalam ingatan  saat tanpa sengaja ku tenemukan chat pribadi Raihan Di ponsel Anisa, kala itu entah kenapa keisengnganku tiba-tiba muncul setelah bercengkrama banyak hal dengan Anisa.
“ Nis.. nggak masalah kan kalau hpmu aku buka ?? “  ujarku yang tentunya meminta persetujuan darinya. Yah..gini-gini sih, aku tetap tau batasan akan privace orang.
” oh iya kak, nggak masalah kok. Buka aja “  jawabanya yang kemudian hanya ku balas dengan senyuman.

Rasanya air mataku ingin tumpah saat itu juga. Begini kah ternyata Raihan ?? Dia tidak hanya berusaha mendekatiku ternyata juga berusaha mendekati Anisa. Ya Allah kenapa bisa sesakit ini.  Pertamakalinya aku membuka pintu hati untuk seseorang tapi dengan tega dia tempatu sebagai wahana permainan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 05, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menikam RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang