One

32 6 1
                                    



When someone hurts you, do not be sad. God has the cure.

💦💦💦


Hari senin, hari yang paling tidak diminati bagi sebagian siswa, nampaknya semua. Mulai dari upaca bendera yang sangat melelah kan. Bukan, bukan melelahkan saja tapi juga tertalu letih untuk terus berdiri. Belum lagi sinar matahari yang begitu menyengat kulit, yang membuat sebagian siswa harus melepaskan topi mereka untuk digunakan sebagai alat serba guna. Juga bapak- ibu guru yang nampaknya senang sekali berceloteh ria, terlihat senang menyiksa para siswanya.

Setelah beberapa jam berdiri, upaca pun selesai. Banyak siswa yang bernapas lega untuk kembali ke kelas mereka dan menyelesaikan tugas yang belum diselesaikan, juga ada yang langsung melarikan diri kekantin untuk ngadem sebelum pelajaran dimulai.

Berbeda dengan tiga gadis remaja ini. Ya, mereka berbeda. Ketiganya tidak melakukan dua contoh opsi di atas, melainkan pergi keluar sekolah untuk jajan di gerobak Kang Jajang. Jajan es campur dan telur gulung katanya. Mereka bukan badgirl, tapi hanya siswa yang termasuk dalam golongan siswa tidak terlihat.

Sudah lama berteman dengan satpam sekolah membuat mereka bertiga nampak santai untuk keluar–masuk sekolah dengan bebas. Sekali kedip, Kodir si satpam sekolah, langsung membuka lebar gerbang sekolah sepanjang jalan kenangan. Asek nyanyi

Ketiganya berjalan dengan santai tanpa memikirkan waktu. Setelah sekitar 200 meter berjalan, sampai sudah ketujuan utama. Gerobak Kang Jajang.

"Oy! Kang jajang, apa kabar nih?" Sandra nama-nya. Gadis berambut pendek sepundak, bermuka sangar dengan gaya tomboy, dan kelakuam bar–barnya.

"Eh eneng–eneng geulis, baik atuh kang jaja mah. Pasti kesini mau pesen kayak biasa kan?" Ujar Kang Jajang sambil kedip–kedip mata.

"Iya nih Kang, bosen jajanan kantin mulu." Nah yang ini nama-nya Putri. Pasaran yah nama-nya. Dia yang paling feminim diantara ketiganya, dan juga anak cheers yang paling dicari.

"Yaudah akang Jajang bikinin dulu ya, sambil nunggu gibah dulu atuh dipojok." Ketiganya berjalan ke bangku paling pojok.

"Keburu ga sih kita nunggunya, gua takut bu Jamilah ngebacot di kelas." Dan yang terakhir ini nama- nya Alesya. Sebetulnya dia hanya gadis biasa, namun karena sang kakak tercinta, hampir satu sekolah tahu keberadaannya. Dan itu mengganggu dirinya.

"Keburu elah, gausah takut nanti kalau dia ngebacot pake alesan gua aja. Pasti dia percaya." Sandra memang siswi bar–bar tapi dia masih bisa untuk melihat sikon mana yang baik, dan mana yang buruk.

"Iya Sya gausah takut, kan ada Sandra buat pancingannya." Sambil berbicara, Putri sekali–kali menganyunkan kipas yang ada di tangannya.

"Ehm, yauda deh. Gua sih sebenernya takut aja nanti malah kebawa–bawa sampe guru lain, kalian tau sendiri kan congor guru kesayangan kalian."

Karena memang keadaan gerobak Kang Jajang pagi ini sudah ramai diserbu para pekerja yang melewati tempatnya. Jadi sambil menunggu mereka memainkan hp masing-masing.

Tidak tahu datang dari mana suara gaduh membuat orang–orang di sekitaran sana menjadi panik. Selang beberapa detik terlihat sekumpulan siswa yang bergerombol saling melawan satu sama lain.

"Aduh gimana ini, ada tawuran kok ga bilang–bilang." Dengan wajah panik Kang Jajang mencoba mengamankan gerobaknya dari sana.

"Eh gila cuy gimana nih gua takut banget." Emang dasarnya si Sandra luarnya doang kayak harimau dalemnya kayak spongebob.

"Gua juga bingung nih, takut kena deh." Ucap Putri sambil menggenggam erat kipas yang ada di tangannya.

"Ehm guys, Rio udah nunggu kita di deket perempatan." Memang daritadi Alesya lebih memilih untuk mengabari sang ketua kelas untuk menunggu mereka agar tidak terkena tawuran tersebut.

"Sya lu ngabarin Rio? Buat apaa?!"

"Sebetulnya tadi Rio pc line gua, dia tau kita di sini. Terus dia bilang suruh cepet balik ke sekolah dan dia bakal nungguin kita di sana."

Mereka bertiga berlari untuk sampai ke perempatan yang ada di samping sekolah. Namun, Alesya berhenti sehingga keduanya menengok ke arah Alesya dengan pandangan bertanya.

"Kenapa Sya?" Tanya Putri sedikit lelah.

"Duh lupa gua, buku kecil gua ketinggalan di sana." Siapa sih yang tidak tahu bahwa Alesya dan buku kecilnya tidak dapat dipisahkan.

"Tapi Sya ini tuh lagi genting banget, kalau lu balik lagi ke sana nanti lu bisa kena tawuran." "Gimana kalau kita nanti ke situ lagi buat ngambil buku lu abis pulang sekolah atau ga pas istirahat ke dua?" Tanya Sandra mencoba memberikan pilihan.

"Ga bisa San, gua ga mau nanti buku itu malah hilang." Setelah mengatakan hal tersebut Alesya berlari kembali ke gerobak Kang Jajang dan berteriak.

"KALIAN DULUAN AJA GUA GAPAPA KOK, BALIK CEPETAN RIO NUNGGU!"

Sesampainya di sana Alesya sibuk mencari buku kecilnya sambil sesekali melihat keadaan sekitar. Dan ternyata buku kecilnya terjatuh di bawah meja tempat mereka bertiga tadi menunggu. Setelah itu Alesya pun berniat untuk pergi namun tangannya sudah dicekal terlebih dahulu oleh seseorang.

"Eh mau ngapain lu pegang tangan gua, gua ga ikutan tawuran kok." Alesya panik, benar-benar panik. Seharusnya tadi dia mengikuti saran dari Sandra saja.

"Lu ngapain di sini! Udah tau ada yang lagi tawuran. Ngapain lu malah ke sini?!" Alesya dapat melihat tatapan marah tersebut, tapi dia lebih fokus ke arah seragam yang digunakan cowok tersebut.

Albar Putra Maharaja.

Mereka satu sekolah. Huh lega. Ditatapnya lagi Albar yang sedang menatapnya.

"Tadi itu apa ya, itu gua abis ngambil barang gua yang ketinggalan." Sedikit takut dan gugup Alesya menjawab pertanyaan dari Albar.

"Goblok tau ga sih lu, kenapa ga diambil nanti!" Albar marah, saking marahnya dia mencengkram tangan Alesya dengan kuat.

"Aduh itu tangan gua sakit, tolong lepasin." Rasanya tangan Alesya seperti ingin patah jika Albar terus mencengkram kuat tangannya.

Tanpa aba-aba Albar menarik tangannya sambil berlari tanpa memerdulikan Alesya yang nampak kesakitan di belakangnya. Setelah sampai di gang dekat perempatan sekolah Albar melepaskan tangan Alesya dengan kasar.

"Pergi lu cepatan, gua cuma bisa nganter lu sampe sini. CEPETAN LARI!" Teriak Albar kepada Alesya agar menuruti perkataannya.

Sebetulnya Alesya masih bingung kenapa Albar begitu kasar kepadanya dan juga menolongnya diwaktu yang bersamaan, namun dia mengabaikannya. Alesya tidak ingin berurusan dengan seseorang seperti Albar. Dengan kencang Alesya berlari hingga sampai ke tikungan sekolahnya.

Dan Albar masih mengawasinya dari jauh.

Beautiful RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang