3. Ikan Koi dan Gelas Seloki

1.3K 152 41
                                    

Kami tiba pukul sembilan malam di rumah makan. Kesa digendong oleh Iron karena kami tidak mau mengambil risiko jikalau Kesa berkeliaran ke mana-mana. Merusak vas bunga, misalnya. Atau menabrak pelayan restoran.

Kami memilih tempat duduk di halaman tengah, di dekat kolam ikan. Kesa kami dudukan di kursi tersendiri. "Mesan apa?" tanya Iron sambil membaca buku menu.

"Ayam geprek aja lah. Kalau Kesa mau apa?"

"Mau semangka selai cokelat," jawab Kesa lugu.

"Gak ada semangka, Kesa." Iron mengelus rambut Kesa yang memintil. "Ayam mau?"

Kesa menggeleng seraya mencebikkan bibir. "Keca takut digigit sama ayam. Takut, Bang. Kemaren Keca dikejar sama ayam. Keca gak mau makan ayam lagi."

Seketika itu juga aku tertawa, habis Kesa polos sekali. Eh iya, sejak kapan ayam gigit orang? Bukannya ayam itu mematuk ya?

Iron mengusap wajahnya dengan gusar. "Jadi Kesa mau apa selain semangka? Yang makannya pakai nasi, gitu."

Kesa mengedip-ngedipkan matanya. "Piring?"

Sekali lagi Iron kesal dan memukul dahinya sendiri. "Yang bisa dimakan Kesa. Yang-bi-sa-di-ma-kan," eja Iron satu per satu, "dan yang makannya pakai nasi.

Kesa tampak berpikir. Terlihat dari gayanya yang menggaruk-garuk kepala. Aku sendiri hanya diam untuk menyimak. "Telur ceplok, boleh?" tanya Kesa polos. Aku terkekeh mendengarnya.

Iron mukanya berubah. Maksudku ekspresi wajahnya. Dia berusaha tersenyum walau matanya bersedih. Bisa dibilang Iron sedang meringis sekarang.

"Pesanin aja yang samaan sama kita. Dia pasti mau makan kok."

"Pesen apa jadi? Ayam geprek?"

Aku mengangkat bahu. Bukan berarti aku tidak peduli. Tetapi aku juga bingung kalau sudah begini. "Ya terserah."

Tahu apa yang terjadi selanjutnya? Iron memesan nasi goreng buat makan malam kali ini. Alasannya dia sudah dilematis harus berbuat apa sampai-sampai mengorbankan pesanan awalku.

Aku mengaduk-aduk makanan dengan malas. Melirik Jus Alpukat yang tertuang di dalam gelas seloki yang tinggi. Aku tidak mau makan nasi goreng. Aku maunya ayam geprek. Tapi mengapa Iron setidakmenyambung itu?

"Kenapa, Ris? Kenyang?" tanya Iron pura-pura tidak tahu.

"Bang Aris mau makan semangka ya? Ini juga enak kok." Kalau Kesa yang ngomong entah mengapa aku jadi luluh. Akhirnya aku menyendok makananku secara perlahan. Benar juga, rasa nasinya enak. Tapi tetap saja yang aku mau ayam geprek bukan nasi goreng.

Kesa terlihat asyik dengan gelas seloki yang lucu itu. Ada penghias karamel beku yang dibuat jaring-jaring di minumannya. Tapi yang kuherankan, tidak seteguk air pun yang ia minum.

"Kesa gak minum?" Aku meraih gelas minumanku dan menyedotnya hingga habis setengah. Haus juga ternyata, nasi gorengnya cukup pedas. Eh tidak, tidak. Nasi gorengnya tidak pedas, tapi bikin seret. Sepertinya pembuatnya kurang cinta saat membuat nasi goreng ini.

Kesa menggeleng tapi matanya masih fokus pada gelas seloki yang tinggi itu-entah apa namanya, bagiku tetap gelas seloki.

Karena merasa tidak ada yang salah dengan Kesa, kami melanjutkan makan. Sesekali kami juga menyuapi gadis kecil itu biar bisa kenyang. Jangan sampai waktu pulang ke rumah dia bilang ke Bibi dan Paman kalau dia tidak kami beri makan.

Kesa mengaduk-aduk jusnya dengan menggunakan jari. "Eh jangan," seruku, "nanti kotor."

Kesa mengangkat kepala lantas merengut. "Apa, sih!"

Akhirnya aku hanya pasrah membiarkan Kesa bermain-main dengan jus dan gelas seloki yang tinggi itu.

***

Pukul sepuluh malam kami tiba di rumah Paman Zul, dengan Kesa yang tertidur pulas setelah bermain kejar-kejaran dengan gelas seloki yang telah kosong. Bermain di sini adalah sebenar-benarnya bermain, bukan kiasan atau segala macamnya.

Setelah minumannya habis, Kesa entah mengapa malah menggelindingkan gelas itu di lantai. Kami yang menyadari itu langsung mengejar gelas seloki yang seolah memiliki mesin di dalamnya. Gelas itu bergerak begitu cepat dan dinamis. Iron sampai berkali-kali meminta maaf pada pengunjung dan pelayan restoran karena nyaris tertabrak. Mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Mereka kira kami hanya main kejar-kejaran dengan Kesa yang sudah berada di garda terdepan.

Beruntung gelas itu berhenti sesaat sebelum berenang di kolam ikan. Malah gelas itu berhenti dengan posisi berdiri. Kami tidak mau ambil pusing, yang penting gelas tersebut berhasil kami dapatkan.

"Waaaahh, Kesa tidur dari sana? Ngerepotin dong." Bibi Maya yang terlihat mengantuk, mengenakan piama warna biru bermotif beruang.

"Gak kok, Bi. Dia tidur pas di jalan. Kayaknya dia kecapean."

Bibi Maya segera menggendong Kesa setelah aku bilang begitu. Dia juga menawari kami agar mampir sebentar, tapi kami menolak. Lebih baik kami pulang sekarang juga. Iron pun tampaknya akan menginap di rumahku.

Kami tiba di rumahku nyaris jam setengah sebelas malam. Ayah sedang menonton TV saat kami tiba, jadi tidak perlu teriak-teriak untuk minta bukakan pintu.

Iron sendiri langsung menelepon orang tuanya, memberi tahu kalau dia akan menginap di rumahku.

Oke baiklah, kami harus beristirahat. Besok kami harus sekolah dan menerima setumpuk tugas lagi untuk dikerjakan.

[]

Makasih buat yg baca. Part dua ada revisi dikit. Ada salah publish ternyata.

My Lost Earth (Uneditted Vers)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang