FYI : Novel ini pernah diposting sampai tamat di Wattpad, sudah dibukukan. Tapi Maret 2022, wattpad saya kena scam dan semua storynya dihapus sama scammer-nya. Dibalikin sih dalem kondisi unpublish. Saya posting 1-2 chapter ulang buat nunjukin novel ini pernah ada di akun saya aja. Hehehe
"Sori, gue gak bisa jadi cowok lo."
Cewek kelas tiga SMP itu terdiam saat ungkapan cintanya ditolak. Mereka berdiri di belakang gedung sekolah, berdua. Hanya ditemani semilir angin lembut juga sang raja siang yang bergegas ke ufuk barat.
Fana, menunduk dalam. Cewek berambut seleher itu menatap lawan bicaranya yang tampak salah tingkah. Tinggi mereka... sejajar.
Ya. Fana memang cewek paling tinggi di kelasnya.
"Boleh gue tanya alasannya?" Fana bertanya sambil tersenyum. Padahal dia pikir mereka sudah cukup dekat. Fana merasa dia dan cowok di depannya cocok entah itu dalam hobi atau pun obrolan lainnya. Satu tahun saling mengenal, Fana tidak menyangka kalau akhirnya dia akan ditolak.
"Soalnya..." cowok itu memberi alasan. Tersenyum tidak nyaman. "Gue gak mungkin pacaran sama cowok juga, kan?"
"Gue-"
"Iya, gue tau lo cewek kok. Gue yakin." cowok itu memotong. "Tapi diliat dari sisi mana pun, lo itu... gak ada manis-manisnya. Lo harus lebih feminin, Fan."
***
Satu tahun kemudian...
Pintar, tinggi, dan gentle. Ramah, kuat, dan dikelilingi banyak teman. Semua cewek menyukainya. Tidak terhitung jumlah cewek yang sudah menyatakan cinta padanya.
Hanya satu yang disayangkan. Mereka selalu ditolak karena alasan si target itu perempuan.
Iya, Syahfana Tavisha itu perempuan tulen. Walau sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, dia lebih gentle dibanding cowok-cowok yang ada di SMU Cakrawala.
Fana sendiri, tidak terlalu suka berdekatan dengan para cowok. Dia trauma dan tidak mau mengulang kesalahan yang sama. Hanya karena ada satu cowok yang berbaik hati padanya, dia justru salah paham dan berpikir mereka saling suka.
Pada akhirnya Fana ditolak.
Dia harus merasakan patah hati yang teramat dan berujung juga patah percaya diri sebagai wanita.
Fana lebih senang dikelilingi para cewek. Bukan berarti dia belok, hanya saja dia selalu senang melindungi orang-orang yang lemah tidak berdaya. Apalagi di sekolah penindasan masih terus merajalela.
Fana selalu melindungi cewek-cewek yang diganggu oleh para cowok. Apalagi semenja monster paling mengerikan mulai sering berkeliaran di sekolah mencari mangsa. Menjarah juga sering mematah.
Dia... Gavrilovich Ilari atau sering dipanggil Gav.
Arti namanya, bertolak belakang dengan kelakuannya.
"Bisa lo berhenti bikin masalah?" tegur Fana dengan wajah datar. Dia menatap cowok yang berdiri beberapa meter di depannya, sedang menendangi cowok lain yang membungkuk sambil melindungi kepalanya. "Lo ngalangin jalan."
Gav, si tersangka berdiri tegap. Dia menoleh dan tersenyum manis, "Kalo gue gak mau, lo mau apa?"
"Sekolah kita kebagi dua asrama. Asrama putra sama putri. Tanggung jawab gue emang cuma jagain para cewek dari cowok gak tau aturan macem elo." Fana tetap terlihat tenang. "Tapi bukan berarti gue bakalan diem ngeliat cowok yang dihajar kayak gini sama lo."
"Terus?"
"Apa lo ngerasa puas ngancurin seseorang yang gak bisa ngelawan lo sama sekali?" Fana tersenyum kecil. "Pecundang."
Gav menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya kasar. Dia berbalik agar mereka saling berhadapan.
Cakrawala Boarding School memang mewajibkan semua murid mereka tinggal di asrama. Menempati sebuah kawasan hutan yang jauh dari hingar-bingar kota.
Mereka hanya diizinkan pulang setiap sabtu-minggu itu pun menggunakan bus sekolah. Setiap asrama dipimpin masing-masing penanggung jawab siswa.
Tahun ini, penanggung jawab asrama cewek dipimpin Fana. Sementara cowok dibawah kepemimpinan Gav.
Di bawah Fana dan Gav, ada ketua asrama yang terbagi menjadi 40 regu. Masing-masing ketua bertanggung jawab tentang dua puluh anggota regu mereka.
"Lo itu bener-bener cewek yang seneng cari masalah, ya?" Gav bertanya sinis. "Sebelum ngatur-ngatur gue, kenapa lo gak ngedidik cewek dari asrama kalian yang tadi malem dateng ke kamar gue?"
Gav tersenyum miring melihat Fana yang memasang wajah dingin dan berkata, "Cewek-cewek di asrama gue, gak bakalan ada yang bersikap murahan kayak gitu. Kalo pun ada, pasti semuanya gara-gara godaan gak penting lo itu."
"Marah, ih. Serem gewlaaa." Gav terbahak-bahak. "Lo nganggap semua cewek manis sementara para cowok lo anggap pembuat onar."
"Masalah?"
"Enggak juga." Gav menggedik. "Cuma mau ngingetin aja."
Gav mendekat. Dia menepuk bahu Fana pelan. "Kalo lo terlalu berburuk sangka sama kita, kita juga gak bakalan pernah mau peduli sekali pun sama sisi positif lo."
Fana tersenyum sinis.
"Sekalian ngasih info. Cowok yang gue hajar barusan itu." Gav melirik korbannya sekilas. "Hampir nyuri soal ujian buat minggu depan. Rahasiain, ya."
Gav melengang pergi begitu saja.
Fana mendesis sambil mengepalkan kedua tangannya.
"Apapun alesannya, bukan berarti lo bisa ngehajar orang, Gav."
Gav yang sudah berjalan beberapa meter menghentikan langkah. Dia tersenyum lalu menoleh, melirik Fana menggunakan ekor mata. "Gue pikirin kalo lo udah jadi cewek gue."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bad) Taste (Tamat)
Teen Fiction"Gue cinta sama lo. Bener-bener cinta mati. Tapi karena lo gak cinta gue yaudah lo mati aja." Gavrilovich Ilari. Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk mengungkapkan cinta mereka. Jika Gavrilovich Ilari lebih senang menyiksa cewek yang dia suka...