Pagi ini matahari yang biasanya telah menyapa seluruh mahluk di muka bumi sekarang tertutup awan awan putih di atas langit.
Membuat beberapa orang dengan enggan meninggalkan kasur yang sangat nyaman di bandingkan doi.
Namun berbeda dengan keluarga Rafha Gunawan. Setelah selesai dengan segala kewajiban di pagi hari seluruh anggota keluarga sekarang tengah berada di ruang makan. Kecuali si sulung perempuan.
Seorang remaja perempuan turun dari lantai dua dengan perlahan menuju ruang makan. Rambutnya yang berwarna coklat gelap di ikat kuda. Bergoyang kesana kesini mengikuti langkah pemiliknya.
Di punggungnya terdapat ransel berwarna hitam menggantung. Tas berisi laptop yang dia jinjing di tangan kiri dan ponsel yang di genggam di tangan kanan. Dia meletakkan semua barang yang akan di bawa ke sekolah di kursi kosong.
"Pagi Maa pagi Paa" sapanya pada kedua orang tuanya dengan riang.
"Pagi sayang udah nggak ada yang ketinggalan kaya kemaren" suara lembut itu terdengar memperingatkan. Rasya ~Mamanya tersenyum seperti menertawakan nasib putri sulungnya kemarin.
Cewek yang dapat peringatan hanya nyengir. Jas laboratorium yang tertinggal kemarin membuat dirinya harus putar balik ke rumah padahal sudah setengah jalan menuju sekolahnya. Alhasil dia terlambat 20 menit dan mendapat hukuman lari keliling lapangan futsal sebayak 20 kali. Terdengar kejam namun itulah resiko masuk sekolah dengan standar internasional.
"Apanya yang ketinggalan" kepala keluarga Gunawan itu sedikit menurunkan koran paginya dan menatap anak perempuannya yang cantik tersebut.
"Jas lab Pa. Aku kan lupa. Lupa itukan penyakit alami manusia jadi nggak salah kan" jelasnya membela diri. Setelah itu dia memutar pandangan. Adiknya sangat tenang. Tumben
"Pete diem aja pengen boker yaa"
Laki laki dengan sweater abu-abu itu hanya mendegus sebal. Setelah meminum susu di gelas hingga tandas dia tersenyum manis dan tampan di saat yang bersamaan ke arah kakaknya.
"Ma Pa Theo mau cerita"
Jeda
"Tadi malem aku kan pinjem laptopnya kakak terus nih ya waktu aku buka ternyata isinya ada........."
Merasa sirene berbahaya datang cewek yang baru saja akan memakan rotinya segera bangkit menuju sang adik dan langsung membekap mulut embernya menggunakan roti yang hendak dia makan tadi.
Kedua orang tuanya menatap mereka dengan kening berkerut. Rafha tersenyum tipis. Pemandangan sederhana yang akan menjadi penyemangat saat bekerja nanti. Pria dewasa itu kini menutup halaman korannya. Lebih memilih menyaksikan perdebatan kecil kedua anaknya.
"Tee mau kakak anterin ke sekolah nggak" bujukan maut untuk mengalihkan pembicaraan yang bisa membahayakan dirinya juga fasilitas yang dia gunakan.
Mata hitam Theo melebar berbinar - binar. Tawaran yang cukup menggiurkan. Sangat jarang sekali kakaknya menawarkan tumpangan ke sekolah yang letaknya sangat berlawanan dengan sekolah kakaknya sekarang.
"Iya kakak anterin ke kelas juga kalo kamu mau" cewek dengan name tag Anindya Wulan G. di seragam sekolahnya itu tersenyum.
"Tapi nggak bakalan di turunin tengah jalankan" pertanyaan blak-blakan dan polos yang mengundang reaksi Mamanya.
"Kamu nurunin adikmu di tengah jalan" suara Mamanya melengking antara kaget dan kesal. Kelakuan ajaib anak-anaknya yang kadang di luar dugaannya.
Wulan terkekeh. Menyentil kening adiknya dengan keras. Kemudian berbalik menuju kursi yang tadi di dudukinya. Mengambil ransel serta tas yang berisikan laptop dan mengantungi ponsel berwarna rose gold.
YOU ARE READING
Bulan
Short StoryRemaja yang masih duduk di bangku SMA. Memiliki pekerjaan yang seringkali mengancam banyak nyawa di sekitarnya bahkan keluarganya pun seringkali nyaris menjadi korban. Tujuan menyelesaikan masalah orang lain membuatnya merasa semua akan baik baik sa...