#01

111 12 89
                                    

Tidak pernah ada kedamaian sejati di kehidupan kami

Karena kami tercipta untuk saling membunuh

*

Lari.

Lari.

Lari.

Ryuga berlari kencang, tangannya menggenggam erat tangan Kaede, Sang Ibu yang juga berlari bersamanya. Sanada, Sang Ayah juga berlari di belakang mereka. Ryuga terkejut mendengar beberapa kali ledakan keras disertai raungan yang mengerikan. “Ibu, apa itu?” tanya Ryuga, dia tidak bisa menyembunyikan ketakutannya. Tidak ada jawaban dari Kaede, dia terus membawa Ryuga berlari hingga jauh masuk ke hutan.

Ketiga orang itu tiba di sebuah pohon yang sangat besar. Sanada menggendong Ryuga, membawanya hingga pegangan tangan Ryuga terlepas dari tangan Kaede. Sanada mendudukkan Ryuga di sebuah lubang besar di pohon itu, dia menghela napas dan menatap putranya itu lamat-lamat. “Ryuga, dengarkan Ayah,” ucap Sanada, “masuklah ke lubang itu, dan jangan keluar atau mengintip sampai Ayah dan Ibu datang. Jika ada yang memanggilmu dan itu bukan suara kami, jangan sekalipun menyahut atau mengintip, kau mengerti, Nak?”

“Ayah, kau mau kemana?” tanya Ryuga, dia menoleh kearah Kaede yang menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa diartikan bocah kecil itu. “Kami akan segera kembali,” ucap Sanada, dia tersenyum dan menepuk pelan kepala Ryuga. Kaede mendekat, dia memeluk Ryuga dengan sangat erat. Ryuga diam, sebagian dirinya tidak ingin melepaskan pelukan itu. Kaede perlahan melepas pelukannya, Ryuga melihat senyuman wanita itu tidak seperti biasanya. Begitupun senyuman Sanada, Ryuga tahu ada yang tidak beres dengan mereka. “Jaga dirimu baik-baik,” ucap Kaede, “dan ingat pesan ayahmu.”

Ryuga mengangguk, dia menyeruak masuk kedalam lubang pohon itu. Ryuga mengintip, matanya tidak berkedip melihat kedua orangtuanya berlari menjauhi lokasi itu. “Ayah, Ibu,” Ryuga menggumam, “cepatlah kembali.” Ryuga bergeser, dia memeluk kedua kakinya dan menundukkan wajah sambil memejamkan mata. Suasana di hutan sangat sunyi, sayup-sayup terdengar suara raungan dari arah kota. Ryuga mempererat pelukannya, matanya semakin rapat terpejam. Tak lama, terdengar suara guyuran air hujan. Suara itu meredam raungan dan ledakan di kota, membuat Ryuga sedikit lebih tenang. Ryuga tidak mengerti kenapa Ayah dan Ibu tidak bersembunyi bersamanya, malah menuju kota. Ryuga tahu kedua orangtuanya adalah monster hebat, mereka pasti ke kota untuk menghentikan kekacauan.

Tapi kenapa harus mereka?

“Syukurlah kau disini.”

Ryuga tersentak kaget, dia mendongak dan terbelalak melihat seorang pria menengok ke dalam lubang tempatnya bersembunyi. Siapa dia? Ryuga tidak mengenali pria ini, dia tidak pernah melihat pria ini sebelumnya. Tangan pria itu terulur, dia menggendong Ryuga dan mengeluarkannya dari lubang itu. “Lepaskan aku,” Ryuga meronta, “Ayah dan Ibu akan menghajarmu. Mereka menyuruhku tetap disini. Lepaskan aku!”

“Aku justru kemari atas permintaan mereka, Ryuga,” sahut pria itu. Ryuga menatap pria itu, dia terkejut pria itu tahu namanya. Ryuga diam cukup lama, pria itu menunjukkan ekspresi yang apapun itu jelas bukan ekspresi kebahagiaan. “Aku akan membawamu pergi darisini,” ucap pria itu, “jangan khawatir, kau aman sekarang.” Pria itu menutupkan mantelnya ke tubuh Ryuga, dia kemudian berjalan cepat.

Ryuga diam, namun tangannya berpegangan erat kepada pakaian pria itu. “Paman, kita akan pergi kemana?” tanya Ryuga. Pria itu tidak menjawab, Ryuga kembali bertanya, “Apa kita akan ke rumah Paman Yasui dan Bibi Sora?”

Pria itu masih tidak menjawab. Ryuga sedikit mengangkat jubah yang menutupi dirinya, dia tercengang melihat kota sudah sangat berantakan. Banyak bangunan yang runtuh, dan api membakar beberapa titik. Banyak orang tergeletak di jalanan, bersimbah darah dan terluka parah. “Paman, kenapa kota jadi berantakan?” tanya Ryuga takut, “Paman, aku mau Ibu. Aku mau Ayah.” Ryuga menggigil ketakutan, tangannya semakin erat mencengkeram pakaian pria itu.

Monster : ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang