Bab 1

937 45 59
                                    

Melody memandang lama pada pusara yang berdebu dengan iris hijau yang berkilau. Membiarkan selapis bening dari matanya meluruh jatuh disapu angin, kemudian mengering meninggalkan jejak di pipi putihnya yang memerah karena hawa dingin di akhir November yang menusuk tulang.

Melody merapatkan jaket tebal yang dikenakannya, setelah puas memandangi pusara yang bertuliskan nama Melanie Suwiryo, ibu kandungnya yang berdarah Indonesia asli itu,  ia melangkah pelan meninggalkan area pemakaman menuju tempatnya memarkirkan mobil Fiat 500 tua warna hitam kusam, satu-satunya kendaraan
yang mampu ia beli setelah semua aset serta  tabungannya disita oleh pihak Bank.

Melody melirik jam di pergelangan tangan dan menghembuskan napas berat.

Dua jam lagi ia harus berada di klub, jika tidak ingin mendengar Robert, pria bertubuh gempal itu mengomel tentang peraturan yang tidak boleh dilanggarnya jika masih ingin bekerja di klub kaum jetset tersebut.

Ia terpaksa mengambil kerja paruh waktu setelah pekerjaan utamanya sebagai pelayan restoran cepat saji untuk memenuhi kebutuhan hidup serta membayar tagihan rumah sakit tempat ayahnya dirawat tidak lagi mencukupi.

Tidak pernah menyangka, hidupnya akan berubah seperti ini, terbiasa dengan keadaan serba ada, tiba-tiba dipaksa kehilangan segalanya.

Menghembusakan napas kasar, Melody memacu Fiatnya dengan kecepatan yang bisa diusahakan mobil tua itu menuju pusat kota, sesekali ia melirik jam di pergelangan tangan. Berharap agar jalanan tidak macet dan bisa segera tiba.

***

"Henry, bukakan pintu!"
Teriakan itu hilang terbawa angin dan tetap tak terjawab.

"Hen! Ini aku, Veronica. Aku tahu kau di dalam sana. Keluarlah dari kamar sialanmu itu!"

Malibu
Los Angeles County, California.

Selama lebih dari lima menit, tanpa lelah Veronica memukul-mukul jendela kayu rumah kekasihnya yang terkenal dengan hobinya yang aneh di hari libur. Tidur.

Setelah puluhan panggilan yang berakhir pada kotak suara, Veronica berinisiatif untuk datang mengunjungi langsung Henry Miller,  -pengusaha kaya raya dengan jumlah aset yang mengerikan- dan memaksa sang kekasih untuk menemaninya berbelanja.

"Baiklah kalau ini yang kau inginkan!" Ancam Veronica sambil melepas high heelsnya sebelum berusaha memanjat ke jendela kayu yang sedikit terbuka.
Sebelumnya, Veronica melempar pandangan sekilas ke belakang, pantai berpasir terbaring di bawah cahaya bulan yang bersinar lemah di awal musim dingin bersalju.

Vila-vila mewah berdiri berjajar seperti ikan sarden di sepanjang tepian laut, menyatu dan membentuk semacam penghalang bagi penyusup yang tidak diinginkan.

Banyak pengusaha serta bintang media dan hiburan bertempat tinggal di area itu. Belum lagi para bintang film seperti Tom Hanks, Sean penn, Leonardo DiCaprio dan Jenifer Aniston yang semuanya memiliki rumah di satu sudut.

"Hen!"

Veronica mengguncang-guncang tubuh bertelanjang dada di atas kasur.

"Henry, bangun!"

Teriaknya terus mengguncang tubuh itu dengan penuh niat dan semangat.

Geraman rendah terdengar, sebelum pria itu membuka sebelah mata dan siap memaki siapapun yang berani mengusik tidurnya.

"Ap-  "

Henry menelan kembali makiannya kala melihat sang kekasihlah yang ternyata mengganggunya.

"Pagi sayang... "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

REVENGE [ON GOING] REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang