Busan, Desember 2017
"nama?"
Suara tegas seorang pria menyadarkan anak lelaki yang sudah terkantuk-kantuk dibangkunya
"Hae.. Haechan" gumamnya pelan, gelagapan.
"Haechan Kim" ulangnya tegas setelah melihat pria tua didepannya sedang menatapnya tak suka.
"umur?" lagi-lagi pria itu bertanya dengan ketus, puntung rokok yang bertengger ditangan kirinya ia hisap dan kepulkan, membuat anak bernama Haechan itu mendengus sebal karena asap rokok mengepul memenuhi wajahnya
Pria tua itu nampaknya stress harus berdinas tengah malam, dimana seharusnya ia menghabiskan malam natal bersama keluarganya, bukannya bekerja mengurusi bocah bermasalah yang sekarang berbalik menatapnya sengit
"Hey anak muda, mari selesaikan ini dengan cepat. Kita tak seharusnya terjebak disini sampai pagi"
"Sebenarnya, ini sudah pagi.." dengus Haechan dalam hati
Jam dinding kantor menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Tak ada orang didalam ruangan, hanya mereka berdua dengan suara ketikan keyboard dari jari pria tua yang tak sabaran.
"sembilan belas, Pak. umurku sembilan belas.."
"..ngomong-ngomong, Pak. Kenapa aku ditangkap? Aku tak melakukan kesalahan". Sedari malam bocah itu meyakinkan orang-orang di kantor polisi tapi tak ada yang percaya.
"Pertama, aku tidak mabuk. Kedua, bukan aku yang menabraknya" ujarnya lantang membuat pak tua itu menggeram menahan amarah
Sesungguhnya, siapa yang akan percaya. Melihatmu sendirian didalam mobil dan seseorang terkapar bersimbah darah didepan mobilmu. Siapapun akan menuduhmu sebagai pelakunya, bukan?
"kenapa kau tak mengaku saja, agar kasus ini cepat selesai!!!!"
Brak
Suara pintu terbuka kencang, hampir saja merobohkan beberapa figura dinding dekat pintu. Dari balik pintu terbuka, seorang wanita tergesa-gesa memasuki ruangan
"Apa yang kau lakukan?" teriaknya frustasi setelah sore tadi mendapat kabar adiknya Haechan sebagai tersangka kasus penabrakan seorang atlet ternama.
--rollercoaster--
Suasana kamar rumah sakit tampak sepi, hanya suara elektrokardiogram yang terdengar, mesin kotak dengan deretan garis itu terus berbunyi nyaring menambah was-was siapa saja yang mendengarnya, termasuk pemuda yang sejak tadi hanya berdiam diri di tempat duduknya memperhatikan anak laki-laki yang terbaring lemah dengan berbagai alat medis di beberapa bagian tubuhnya.
"kakinya mengalami kelumpuhan, jaringan-jaringan ototnya tak berfungsi, dia tak akan merasakan apa-apa. Kita tak bisa melakukan apapun dengan itu, kecuali.. Saya harap terapi bisa menyembuhkannya, namun kemungkinannya juga kecil dan butuh waktu lama"
Pemuda itu mengerang frustasi, mengingat penuturan dokter yang bertanggung jawab menangani adiknya tadi malam.
"anak malang, kau tahu, bahkan setelah mendengar kabar ini ibu dan ayah tetap tak pulang"
ia merasa gila karena berbicara sendiri sejak tadi.
roller coaster