Gadis itu mengepal tangannya erat, maniknya menutup rapat, rasanya saat ini tubuhnya berbaur dengan udara, terasa ringan. Hendak ia melangkah masuk ke dalam gedung yang dipenuhi karangan bunga dan pengunjung berpakaian serba hitam itu, namun bayangan dirinya seakan menahan.
Hingga ia mendengar suara hentakan cepat sepatu mendekat ke arahnya.
"Tak kusangka kau berani datang juga."
Gadis itu, Kwan Eunhye merasa tubuhnya seakan membeku hanya dengan mendengar suara dari sosok yang saat ini berdiri tepat didepannya.
"Aku penasaran seberapa besar nyalimu sehingga kau berani datang ke sini. Setelah semua yang kau perbuat pada Sohee."
Perlahan Eunhye memberanikan membuka matanya, menatap lurus ke arah manik yang tersirat penuh emosi.
"A..aku...."
Perkataan Eunhye menggantung, seakan tabung kosakatanya telah habis terkuras karena tatapan tajam seorang wanita yang tak lain adalah Moon Reina.
"Kau, benar-benar wanita penghancur Eunhye, seharusnya sekarang kau hanya diam di rumahmu, mengurung diri dalam kamar dan menangisi segala kebohongan yang kau sembunyikan selama ini. Aku yakin saat ini pun arwah Sohee tak akan tenang jika melihatmu di sini"
Perkataan Reina menambah volume genangan air yang sempat tertahan di pelupuk mata Eunhye, hingga buliran itu mengalir perlahan di pipinya. Kalimat yang keluar dari mulut Reina bagai busur panah yang membidik tepat pada hatinya, sungguh menyakitkan. Namun logikanya membenarkan, pernyataan dari Reina bukan tak beralasan, dia dapat dengan jelas memahami bagaimana posisinya saat ini di mata gadis itu.
Diamnya Eunhye membuat Reina jengah, ia lantas mendekat dan mencengkram bahu Eunhye kuat.
"Dengarkan aku baik-baik Nyonya Kwan, aku masih bisa menahan rasa pedih karena sikapmu, namun aku benar-benar tidak bisa menerima saat kebohonganmu membuat seseorang pergi dengan luka pilu di hatinya."
Nafas Eunhye terhenyak, tangannya yang bergetar naik meremas jubah hitam yang membungkus tubuhnya.
"Reina, hentikan." Chanyeol yang muncul tiba-tiba segera menarik tangan Reina yang mencengkram Eunhye.
"Reina tenangkan dirimu." Chanyeol menggenggam tangan Reina, mencoba menenangkan gadis itu, namun tangannya segera ditepis kasar.
"Kau membelanya? Fine, bukankah kau memang mencintai kekasih gelapmu itu." Reina menaikkan suaranya, tatapannya masih tertuju pada Eunhye yang semakin menunduk dan terisak.
"Reina sudahlah, ayo kita masuk." Bujuk Chanyeol seraya menarik lengan gadis itu dengan lembut, namun lagi-lagi Reina mengelak.
"Lepaskan aku Chanyeol, kau sama saja dengan dirinya, pengkhianat !" Kali ini suara Reina berhasil membuat mereka menjadi pusat perhatian orang-orang yang tengah lewat.
"Kau tidak ada bedanya dengan seorang pembunuh Eunhye-si."
"Reina cukup!" kali ini Chanyeol membentak setelah mendengar kalimat yang dilontarkan gadis itu.
Reina terdiam, maniknya menatap nanar ke arah Chanyeol. Sekon kemudian ia melangkahkan kakinya cepat, meninggalkan Eunhye yang masih tak bergeming, dan Chanyeol yang kembali memanggil namanya. Tangannya terangkat, menghilangkan buliran air mata yang kian membasahi pipinya, hingga ia tak menyadari suara klakson dari sebuah mobil yang melaju kencang ke arahnya. Dan selanjutnya yang terdengar hanyalah teriakkan Chanyeol dan pandangan Eunhye yang semakin mengabur. Lututnya terasa kian melemah, hingga detik itu jua ia ambruk, perkataan Reina masih terekam jelas di otaknya, apakah ia benar-benar menjadi seorang pembunuh karena kebohongannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENTRE
Fanfiction"Ini bukan pilihan dan Eunhye tidak pernah memilih. Pada akhirnya hanya satu atau tidak satupun dari mereka. " Disclaimer : I only own the story. Just it ! Enjoy Reading ! (Warning PG 17 ! ) This FF also posted at exofanfictionindonesia.wordpress...