3D
Kasus 1
Anak yang Hilang
Sebuah kantor yang terlihat tidak terurus berdiri kokoh di tengah kota Pontianak. Dua jendela di depan, satu pintu di tengah yang di kepalanya berbaris huruf "3D (3 Detektif)". Memasuki kantor tersebut, terdamparlah tiga pemuda dengan karakter dan kebiasaannya sendiri-sendiri. Ada yang bercengkerama dengan laptopnya. Ada yang menikmati alam mimpinya. Ada juga yang meratapi kesedihannya menonton film Korea.
"Mengapa kau kau harus meninggalkannya Yoona? Dia itu sangat mencintaimu tau. Dasar bodoh!"
Pemuda berjiwa melankolis ini bernama Hendra. Dia adalah pemimpin kelompok detektif yang sampai saat ini belum memiliki kasus yang ditangani. Akan tetapi, dia sangat yakin dengan tujuannya, yaitu menyelesaikan misteri apa pun dengan logika. Setiap kali dia memikirkan itu, wajahnya cerah bersimbur senyuman percaya dirinya.
"Apa kau tidak malu dengan dengan apa yang kau tonton Hen?"
Aan, seorang ahli dalam bidang teknologi dan informasi. Awal mula kesukaannya di bidang ini adalah ketika dia menemukan sebuah laptop terbaring tanpa majikan di sebuah taman di kota. Tanpa ragu, tanpa bimbang dia menyelamatkan laptop tersebut dari dinginnya pagi. Dia selalu mengatakan bahwa laptopnya adalah laptop pemilik segala pengetahuan. Google saja kalah. Katanya.
Dan yang terakhir adalah Baha, detektif tidur, aset penting jasa detektif 3D. Percaya atau tidak, Baha adalah seorang pemuda yang memiliki kemampuan untuk melihat hal-hal yang pernah dirasakan seseorang atau "sesuatu". Sesuatu di sini maksudnya adalah benda-benda mati yang tidak hidup. Meskipun kedua temannya terkadang meragukan hal tersebut, tetapi dia tidak peduli dengan hal itu. Lagi pula, yang mengajak dia untuk bergabung adalah mereka berdua. Kemampuan Baha tidak bisa terbukti jika belum ada kasus yang benar-benar memerlukan kemampuannya. Sampai saat ini kerjaanya hanya tidur.
Kling...kling...kling....
Seuntai bunyi yang tidak asing, tapi jarang terdengar kecuali mereka yang membuat ia berbunyi, berbunyi. Bunyi itu membuat setiap pasang telinga penghuni kantor tersebut mencoba mengkode simbol-simbol yang terkandung di dalam bunyi yang telah berbunyi tersebut. Kode yang telah tercipta memasuki alam atas sadar mereka menuju otak dan hati dengan sebuah proses perasaan yang tidak akan bisa dimengerti oleh dunia sains dan teknologi saat ini. Intinya mereka hampir tidak percaya bahwa mereka kedatangan klien.
"Kalian dengar itu?" Hendra bertanya tanpa mengharapkan jawaban dengan penuh semangat.
"Iya, bunyi indah itu..." Aan menjawab tanpa ingin mengeluarkan kata-katanya dan merasa sedikit tidak percaya dengan bunyi itu.
Dan Baha, tetap tidur.
Hendra bergegas melepaskan pandangannya dari layar kaca berukuran 14 inci. Langkahnya serasa melayang di atas angin. Ternyata benar dan betul, seorang klien perempuan dewasa bercokol di depan pintu. Dan yakinlah itu klien pertama mereka.
"Selamat datang Ibu," Hendra menyambut dengan senyuman manisnya.
***
Dua sofa memanjang yang dibatasi meja kayu menjadi tempat mendengarkan keluhan klien yang datang di kantor detektif mereka. 1 vs 2, Hendra dan Aan vs klien.
"Maaf Bu, ini adalah satu di antara prosedur di kantor kami," Aan memutar laptopnya ke depan klien. Tujuannya adalah merekam setiap wawancara yang mereka lakukan terhadap klien.
"Maaf, jika ibu merasa terganggu," Hendra mencoba menyampaikan rasa tidak enaknya kepada klien tersebut yang seharusnya disampaikan oleh Aan. Ya sudahlah.