Langkah sepatu terdengar jelas di koridor rumah sakit saat Annalisa berjalan dengan terburu-buru--atau tepatnya--Ia berlari.
"Ada apa?" Tanya Annalisa dengan nafas yang terengah-engah
"Pasien kabur, Dr.Anna. saya baru saja datang kesini, dan rupanya pasien sudah hilang. Dia meninggalkan catatan disini" seorang perempuan muda yang juga ber-jas putih memberikan kertas kecil kepada Anna.
"Gue bosen di rumah sakit! Cari gue kalau lo mampu!"
Anna tersenyum lalu menggeleng pelan.
"Kenapa Dr.Anna tersenyum?" Tanya perempuan tadi
"Ini lucu, siska. Dia tidak akan bisa kabur dari rumah sakit ini, kita hanya harus mencarinya di dalam rumah sakit. Hubungi yang lainnya" ucap Anna, lalu pergi dari ruangan itu.
"Ada-ada aja kelakuan pasien jaman now" Anna lalu mengambil ponselnya saat mendengar nada dering yang berasal dari sana.
Fachri : dimana lo? Makan siang dulu sini, gue di kantin.
Anna : ok
💉💉💉
"Na, makan yang banyak. Jangan karena lo ngurusin orang stress, lo jadi stress juga. Liat, lo makin kurus"
"Jangan mulai, Ri" Anna lalu memasukkan beberapa lauk dengan malas ke dalam mulutnya.
"Iyaiya" Fachri adalah teman dekat Anna sejak kuliah sampai saat ini, mereka berdua bekerja di rumah sakit yang sama.
"Kapan lo move on? Gue heran loh Na, sama lo. Lo nungguin yang nggak pasti gini sampai kapan?" Ucap Fachri
"Ri, Dave bakalan sembuh. Dan gue bakalan nunggu dia sampai dia sembuh." Tegas Anna
"Lo udah umur buat nikah lho Na. Lo nggak kasian sama bunda lo? Bunda lo sendiri bilang kan kalau lo harus lupain Dave,"
"Lo sendiri gimana? Lo juga udah umurnya buat nikah kan? Urusin urusan lo sendiri sebelum ikut campur masalah pribadi gue, Ri." Anna menatap jengkel Fachri lalu meninggalkannya begitu saja.
"Maksud gue, lo harus liat gue juga Na, gue yang nungguin lo bertahun-tahun." Gumam Fachri
Anna melangkahkan kakinya menuju ruangan favoritnya--atau tepatnya--kamar favoritnya.
Anna menghentikan langkahnya sejenak saat dirinya dihadapan pintu bernomor 99. Ia mengambil nafasnya dalam-dalam lalu membuang nafasnya secara perlahan, dan mulai membuka knop pintu itu dengan hati-hati.
"Hai, Dave" sapa Anna, seceria mungkin. Namun pria yang disapanya tetap tak bergeming, hanya duduk termenung di tempat tidurnya. Tatapannya lurus ke dinding, dan sorotannya tetap dingin.
"Dave, Fachri mulai bicara aneh-aneh lagi, aku pusing lama-lama temenan sama dia. Kenapa sih dia nyuruh aku buat move on terus?" Anna duduk di tepi ranjang sambil mengadu layaknya bocah TK yang kehilangan permennya.
"Dave, aku suka kok kerja di rumah sakit ini. Tapi kalau terlalu lama aku juga bakalan jenuh. Makanya, kamu harus cepet sembuh ya, nggak kasihan sama aku?"
"Dave, aku sayang kamu" lirih Anna. Air matanya keluar secara perlahan, namun pria yang disapa Dave itu tetap tidak bergeming sama sekali.
"Dave, aku tau kamu bisa denger aku, dan bahkan kamu paham sama apa yang aku ucapin. Jadi tolong, cepet sembuh ya? Kamu kangen kan sama tunangan kamu?"
"Aku mau kerja dulu Dav, masih banyak pasien lain yang harus aku rawat. Kamu jangan melamun melulu kayak gitu," Anna lalu bangkit dari duduknya dan memgambil beberapa buku yang terletak diatas meja kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
RSJ 99
Short StoryBukan tentang kisah seorang dokter yang jatuh cinta pada pasiennya, atau pun sebaliknya. Ini hanya sebuah kisah tentang kita yang belum menemukan akhir kisah.