[]

493 73 67
                                    

aku menulis gambarmu dalam seribu lipatan origami


Satu jam setelah tengah malam. Di luar hujan deras dengan langit melecutkan kilatan tajam petir. Akashi Seijuuro duduk bersila menghadap meja rendah di ruang tamu. Di atas meja, kedua tangannya menggenggam pensil, menindih selembar kertas kosong. Raut wajahnya terlihat serius, namun ragu di waktu bersamaan. "Kau siap?"

Di seberangnya, Hyuuga Hinata menggerakkan tangannya ragu-ragu. "Kau yakin?"

Seijuuro mengangguk mantap. Dengan itu, Hinata mengeratkan genggamannya pada pensil di atas tangan Seijuuro.

Mereka bersiap mengucap mantra. Aroma lilin aromatherapy sudah bercampur dengan atmosfer. Juga, asap dari dupa yang terbakar sudah mengikat molekul udara.

"Kami memanggilmu ... Kami memanggilmu. Datanglah!" ucap mereka berulang sambil menggerakkan pensil itu berputar.

"Hey, tunggu aku!" Uchiha Sasuke, yang sejak tadi memandang tanpa minat memperbaiki posisi duduknya dan dengan terburu-buru menumpuk tangannya di pensil itu.

Tiba-tiba, gerakan tangan mereka terhenti. Silau kilat menyambar masuk lewat jendela disusul suara guntur yang menggelegar. Lampu ruangan padam.

__________________________________________________________________

Naruto © Masashi Kishimoto

Crossover

Kuroko no Basket © Tadatoshi Fujimaki

[Saya tidak mengambil keuntungan apapun dari pembuatan fanfiksi ini selain kesenangan pribadi yang susah dimengerti orangtua saya]

Romance, AU, (little) supranatural

Akashi Seijuuro | Hyuuga Hinata | Uchiha Sasuke

___________________________________________________________________

Akashi Seijuuro membuka pintu ganda itu dengan kedua tangan. Suara engsel berderit panjang. Seketika aroma kertas dan kayu tua menyapa indera penciuman. Di belakang, Hyuuga Hinata tersenyum tipis. Manis. Ia memandang ke dalam dengan pikiran penuh dengan bayang kenangan. Di sampingnya, Uchiha Sasuke mendengus tak acuh dan memalingkan wajah. Ini semua ide Seijuuro si Rambut Merah Menyebalkan itu. Ia terpaksa setuju melakukannya, karena Hinata menyetujuinya dengan mata berbinar dan senyum lebar. Sasuke tidak akan pernah tega merusak senyum itu.

Langkah mereka bergerak makin dalam. Itu adalah bangunan tua yang sejak dulu digunakan sebagai perpustakaan. Sebuah perpustakaan kecil milik komunitas sastra klasik setempat. Hinata juga terdaftar sebagai anggota komunitas itu. Dulu. Sekarang, kelompok itu hanya tinggal nama. Buku-buku di dalamnya hanya dibaca oleh beberapa orang—yang merupakan anggota komunitas yang masih setia. Tapi, daripada dibaca, buku-buku tua itu lebih sering jadi pajangan dan rekaman kenangan.

Perpustakaan akhirnya tutup, sekitar sepuluh tahun yang lalu, karena pembangunan kota memosisikannya sebagai bangunan tua di sudut kota yang dipagari gedung menjulang. Ia kehilangan pengunjung. Ia jadi tempat yang hanya dikagumi dari luar karena usia, bukan karena nyawa dan isi di dalamnya.

"Tempat ini terasa seperti ujung lorong waktu." Seijuuro menghirup napas dalam. Ia tersenyum dengan pandangan menyapu seluruh ruangan. "Tidak kusangka tempat ini masih dirawat dengan baik. Bahkan kuncinya masih sama dengan yang dulu."

Sasuke berjalan masuk dan langsung mengambil tempat di salah satu kursi yang melingkari meja panjang tua berwarna coklat. "Kalian tidak akan menemukan apa yang kalian cari," ujarnya dengan kekehan mengejek.

aku menulis gambarmu dalam seribu lipatan origami ✔️Where stories live. Discover now