“Ayah, kenapa harus aku yang mengantarkan ini?” seorang remaja lelaki berparas rupawan, menekuk sebal bibirnya yang mungil. Dia menarik napas jengah, saat sang ayah memerintahkannya untuk memberi sekotak kimchi pada tetangga barunya.“Jungkook-ah, tidak ada salahnya memberi kimchi ini ke mereka. Cobalah kau bersikap ramah pada orang lain.” Sang ayah –Namjoon- berbicara lewat gerakan jemarinya. Ia adalah orang yang istimewa karena menyampaikan sesuatu melalui bahasa isyarat.
“Aku tetap tidak mau. Mereka kan bisa membuat kimchi sendiri.” Remaja imut bernama Jungkook itu mengkusutkan wajahnya. Dia menarik tangan ayahnya lalu meletakkan sekotak kimchi itu di sana.
Namjoon meresponsnya dengan helaan napas yang ringan. Dia memberikan lagi kotak berisi kimchi itu pada sang putra, lalu menarik sudut bibir Jungkook yang melengkung cemberut.
“Anak ayah terlihat jelek kalau cemberut.” Namjoon mencubit dan menggoyangkan pipi Jungkook dengan gemas. Jungkook segera menepis tangan ayahnya yang menggangu, lalu berjalan ke rumah tetangganya yang baru.
“Kalau saja ini bukan perintah ayah, aku tidak akan mau melakukannya," Jungkook menggerutu sebal. Dia berjalan ke rumah baru itu dengan kaki yang dihentak, lalu memencet bel rumah tidak sabar.
“Permisi, apakah ada orang di dalam?” Jungkook menunjukkan ekspresi datarnya saat mengetuk pintu. Dia tidak menampakkan seulas senyum yang sudah dibentuk oleh sang ayah.
“Nde,” terdengar sebuah sahutan yang halus dari dalam rumah itu, “Maaf, Anda siapa?” Seorang wanita muda yang merupakan pemilik rumah itu mengkerutkan dahi setelah dia membuka pintu rumahnya.
“Anyeonghaseo, Kim Jungkook imnida.” Jungkook membungkuk dan tentu saja tanpa sebuah senyum ramah di bibir. Ia tidak tertarik melakukan itu.
“Ah… apakah kau putra dari Namjoon-ssi? wah senang bertemu denganmu.” Kerutan kening wanita itu memudar dan tergantikan oleh senyum sumringah.
“Silakan masuk, nak!” tetangga baru Jungkook menggerakan tangan sebagai isyarat agar Jungkook berkunjung ke rumahnya. Namun Jungkook hanya diam di tempat, dan langsung menyodorkan sekotak kimchi yang diikat dalam kain berwarna merah muda.
“Maaf aku tidak bisa lama-lama. Selamat tinggal.” Setelah Jungkook memberikan makanan yang dibuatkan oleh ayahnya untuk tetangga barunya itu, dia spontan melesat pergi. Wanita cantik yang merupakan tetangga baru Jungkook menggaruk tengkuk heran. Sifat Jungkook sedikit aneh.
“Kenapa kau cepat sekali?” sang ayah memberikan bahasa isyarat dengan ekspresi heran.
“Aku tidak suka membuang waktu.” Jungkook berucap singkat sebelum dia melangkah masuk ke dalam kamar tidurnya.
“Sikapnya sama persis dengan ibunya.” Namjoon menggelengkan kepala heran.
******
Seiring dengan naiknya sang surya ke pucuk lautan langit biru, beberapa ekor ayam menyerukan naiknya matahari ke langit dengan suara kokokkan mereka.
Dan bersamaan itu pula, para penduduk desa Gamcheon bangkit dari ranjang mereka lalu memulai aktivitas dengan senyum merekah di bibir. Tanpa terkecuali Kim Namjoon. Bahkan saat matahari masih bersembunyi malu-malu, dia sudah bangun dari alam mimpi kemudian mempersiapkan kebutuhan sang anak dan dirinya.
Terbukti saat dia sedang menyetrika blazer sekolah Jungkook, sembari menunggu sup yang ia masak menjadi matang. Suara nyaring air yang mendidih lewat moncong teko juga mengiringi pagi ayah beranak tunggal itu.
Namjoon melirik jam dinding, setelah dia telah selesai menyetrika blazer milik sang anak. Jarum jam sudah berada tepat di angka enam, dan itu artinya sang putra harus bangun untuk berangkat ke sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story In Gamcheon
FanfictionSeseorang pernah berkata bahwa anak adalah hadiah Tuhan. Seseorang pun pernah berkata juga kalau anak adalah bentuk cinta sesungguhnya dari pasangan kita, anak adalah bibit kebahagiaan yang seiring tumbuh kembangnya akan menjadi pohon untuk kita. Na...