Prolog

9 4 1
                                    

Secerah mentari pagi itu yang disambut kicauan burung gereja, berpijak diantara kabel lalu beralih pada atap. Semakin nyaring semakin lantang.

"Nggak ada"

Gadis kecil berumur sepuluh tahun itu menyembunyikan sesuatu dibalik punggungnya, langkah nya berhenti lalu melirik sesuatu itu dibalik punggungnya. Mengeratkan genggangamnnya lalu menghela nafas berat.

"Mana tunjukin, sini aku lihat"

Gadis itu menggeleng kuat.

"Nggak bisa !" Teriaknya keras, suaranya menggema.

"Kenapa ?" Tanya anak laki-laki itu memelas.

"Gak boleh ! Fasa balikin !!!"

"Fasa !!!"

Laki-laki itu membawa pergi sesuatu yang berhasil ditariknya dibalik punggung gadis itu, lalu tersenyum jahil sambil mengibar-ngibarkan kertas yang berhasil diambil dari gadis kecil itu, Sahira Adinda nama lengkapnya. Hira berlari mengejar Fasa, Rafasa Alkathiri namanya, tak banyak bicara Fasa makin kencang berlari mengitari meja makan lalu berlari menuju ruang tamu.

"Kejer aku Hira !"

"Balikin !"

"Nggak mau wleeee" Fasa menjulurkan lidahnya lalu melesat menuju pintu luar. Hira berlari dengan emosi menggebu-gebu. Matanya berkaca-kaca lalu berteriak memanggil Fasa berulang kali.

Tak ada suara, selain tubrukan kaki menghantam lantai diikuti jeritan Fasa diseberang sana. Fasa berlari menghampiri gadis kecil itu, kepalanya menghantam tepian marmer dan menorehkan lebam tepat di dahi lalu semburat merah bercak darah. Kedua kelopak mata Hira tertutup. Tak ada lagi jerit khas Hira memanggil Fasa berulang kali. Semua hening. Hilang. Senyap.








"HIRA !!!!!" Tubuh Fasa meringkuk memeluk Hira.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 20, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fasa-HiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang