Mandy and Nic

6 0 0
                                    

"Aku tidak tahu jika kau akan melakukan....."

Gadis itu menari-nari layaknya orang gila seolah tak ada yang memperhatikannya. Baju kebesaran serta celana pendek itu membuatnya sangat mini. Juga cantik.

"Hei kau mendengarku tidak?!"

Seketika mataku terfokus pada pria bermata coklat yang sedang membicarakan betapa hebatnya aku yang sudah mendapatkan jabatan sebagai 'fotografer' untuk majalah sekolah. Yah.. untuk ukuranku yang hanya anak SMA dan hobi fotografi, itu merupakan pencapaian yang cukup membanggakan. Cukup.

"Ya ya ya aku dengar."

Theo memutar matanya gemas, sementara aku kembali memfokuskan kameraku kearah segerumbulan anak yang sedang berlatih kabaret.

"Kau lihat? Nat mengirim pesan seperti ini lagi padaku! Ya tuhan, gadis itu sudah sinting! Seharusnya..."

Ya ya.. terus saja bicara, Theo. aku kembali fokus pada gadis yang sudah dua minggu ini aku perhatikan dari pada mendengar ocehan Theo tentang pacarnya—Nat— yang terus menerus meminta sesuatu yang tidak bisa dipenuhi Theo. Kemarin lusa dia meminta seekor anak panda. Gila bukan? Theo kalang kabut dibuatnya. Tapi aku tak peduli.

"Kau tahu, Nat bilang Mandy sudah mempunyai seseorang.... atau sesuatu semacam itulah.."

Tunggu. Apa?!

"Kau bercanda!" Menurunkan kameraku, aku menatap horor kearahnya

"Kenapa memangnya?" Theo mengangkat kedua alisnya seolah aku tidak bisa matematika dasar 1 + 1

Kenapa? Karena aku menyukainya, bodoh!

"Just tell me, dude. Siapa pria itu?"

Theo mengetik sesuatu di ponselnya, mungkin sedang mengirim pesan pada Nat tentang siapa pria yang akhirnya dipilih Mandy untuk berada disampingnya. Dan sedetik kemudian, Theo menatap dengan mata berbinar ke arahku.

"Apa?" Tanyaku gerah ditatap seperti itu.

"Sebenarnya... bukan lelaki yang... eh.. maksudku... ah! Baca sajalah!" Dia menyerahkan ponselnya kepadaku.

Dengan linglung aku mengambil dan membacanya. Percakapan Theo dan Nat.

*Kau tahu sekarang Nic dan aku sedang ada di taman memotret anak kabaret untuk majalah School bulan depan*

oh okay.. itu bukan inti dari masalah yang ku hadapi. Aku men-scroll kebawah.

*Aku merasa kasihan pada anak satu ini karena asal kau tahu saja Natallie sayang, dari sejam yang lalu, yang Nic perhatikan hanyalah Mandy. Dan aku penasaran isi yang ada didalam benda kesayangannya itu berisi semua foto Mandy atau apa karena yang dia lakukan hanya memandang Mandy lalu memotretnya*

Apa aku terlihat seperti itu?

*Oh gosh.. kau harus memberitahu Nic bahwa Mandy menyukainya!*

*APA? Kau bercanda!*

*Lalu kau pikir kenapa dari seminggu yang lalu Mandy selalu menempel padaku?*

Ini gila.

Aku memperhatikan gadis itu lagi. Mandy. Yang kini sedang beristirahat dibawah pohon besar dengan bunga yang indah. Keringatnya sudah bercucuran dimana-mana. Tapi dia masih terlihat cantik. Aku tidak ingat kapan terakhir kali dia terlihat jelek. Aku pikir tidak pernah. Caranya berteriak seolah tak ada seorang pun disekelilingnya. Caranya mendorong temannya dengan main-main. Caranya berpkir. Oke, aku tak pernah berbicara langsung dengannya, tapi aku tahu saat dia berpikir karena aku pernah melihatnya menulis sesuatu—yang aku asumsikan bahwa itu PR— dikantin, dahi indahnya mengkerut dengan tanda V ditengahnya, mata biru langitnya menajam, bibir kecilnya membentuk garis lurus, dan pipinya.... akan terus merona tanpa polesan make up. Dan aku pikir dia tidak pernah memakai make up apapun. Karena aku akan sangat penasaran, seperti apa wajahnya jika diberi bubuk-bubuk ajaib itu. Tidak berdandan saja dia sudah cantik, apalagi berdandan?

Lihat dia. aku terkekeh saat melihat dia dengan tidak sopannya memukul bokong gadis yang ada di depannya menggunakan sapu. Dan dengan tidak berdosanya dia hanya mencium pipi temannya yang merajuk dan melanjutkan kegiatan konyolnya itu sembari tertawa memegangi perutnya. Dan saat dia tertawa, seolah semuanya berhenti. Sinar bahagia dimatanya mengalahkan sinar matahari yang sedang membakar di area taman sekolah ini. Kelopak-kelopak bunga berjatuhan di atasnya, membuatnya semakin cantik. Bagaikan malaikat. Dengan mata yang kini semakin mengecil karena tawanya semakin menjadi, dia masih bisa memukul bokong temannya. Sebenarnya ini bukan pemandangan yang layak untuk dilihat. Tapi memandangnya saat seperti ini, itu layak dipertaruhkan. Ya tuhan, dia menyukaiku. Apa yang bisa kulakukan?

"Tunggu disini." Aku menyerahkan kamera dan tasku pada Theo yang sedang menatapku bingung.

Aku berjalan mendekati gerombolan anak-anak itu. Dan aku melihat Luke, ketua kelas kabaret disini. Dia sahabatku, dan dia pasti tahu maksudku mendekati kerumunannya. Karena tak ada yang tidak dia ketahui tentangku, begitu juga sebaliknya. Dia menyeringai dan mengedipkan matanya padaku. Sementara anak-anak kabaret ini memperhatikanku seolah mereka tidak pernah melihat manusia, aku beralih mendekati pohon di pinggir kerumunan, dan aku melihatnya. Masih sibuk tertawa. Dengan poni yang menutupi matanya. Astaga, dia cantik.

Saat aku sampai didepannya, menghalangi sinar matahari yang menyorot wajahnya, dia mendongak. Menghentikan suara tawanya yang sangat kusukai. Wajah cantiknya bersinar dibawah pandanganku. Mata biru langitnya sangat indah.

Ok, here I go..

"Hai" Ucapku sambil tersenyum. Mengabaikan degupan jantungku yang semakin keras seolah akan keluar dari tempatnya. Aku tak tahu apakah ada yang salah dengan wajahku atau apa tapi matanya melebar, mulutnya menganga, dan pipi nya merona—hampir menyamai tomat— yang membuatnya terlihat sangat menggemaskan.

"Aku Nicholas," Aku mengulurkan tangan berharap dia menjabatnya dan menghentikan ekspresinya yang menggelikan saat ini. Ya tuhan, dia cantik.

Dia menggelengkan kepalanya seolah menghilangkan sesuatu yang tidak ingin dia pikirkan. Oke ini menggangguku mengingat apa yang dikatakan Nat bahwa gadis ini menyukaiku. Aku ingin tahu apa yang ada dipikirannya.

"Hai. Aku.. aku Mandy." Suaranya sangat lembut. Dia menyunggingkan senyum malu-malu nya. Astaga.. kemana Mandy yang tidak tahu malu seperempat menit yang lalu?

"Kau keberatan jika aku ingin melakukan beberapa sesi wawancara tentang kegiatan kelas kabaret yang kalian ikuti?" Oke aku berbohong. Seharusnya aku melakukan wawancara dengan Luke, tapi aku dengar bahwa Mandy juga dihormati oleh anak-anak kelas kabaret, setelah Luke.. jadi ini legal, oke?

Dia masih terlihat bingung. hey what's wrong with her?

"You okay?" Aku menggoyang-goyangkan tangan didepan wajah menggemaskannya.

Dia mengerjap. "Oke.. ya.. ya.. bisa.. ka-kapan?"

Haha got it!

"Bagaimana jika setelah kau selesai latihan hari ini?"

Dia tampak menimang. Tiba-tiba temannya berteriak bahwa latihan akan segera dimulai yang berarti bahwa waktu istirahatnya sudah habis. Oh come on! Katakan kau bisa!

"Oke aku bisa, tapi aku tak yakin berapa lama latihan ini akan berakhir." Pipinya merona saat menatap mataku.

Aku mengangkat bahuku.  Menahan teriakan senang di tenggorokanku. "Tak masalah." Serius, ini benar-benar bukan masalah! "Aku akan menunggu di rerumputan hijau dekat perpustakaan. Sampai nanti." Lanjutku sambil tersenyum. Aku akan menunggu berapapun lamanya hanya untuk berduaan dengannya, demi Tuhan!

"Ok." Rona di pipinya semakin menjadi dan aku yakin aku melihatnya tersenyum saat dia beranjak meninggalkanku.

Aku kembali kesebelah Theo yang sedang sibuk melihat-lihat foto yang sudah ku ambil—yang kuyakin tidak ada foto lain selain foto Mandy di sana— dengan senyum mengembang diwajahku.

"You got her, budd!!" Dia menyeringai dan meninju-ninju ringan bahuku.

"Sialan, ya!!" Aku tertawa keras.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

something goodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang