4. Rindu

15 5 0
                                    

"Kemarilah" Seru Ina memeluk adiknya.
"Dimana bapa"Seru haru Si Mei,air mata pun perlahan membasahi pipi mungilnya.
"Aku tak tau Mei, "Balas Ina mengusapi air mata Si Mei.

Bapa dari mereka berdua, yang entah kemana perginya dan dimana dia sekarang.Orang yang dulu tidak mabuk-mabukan,tidak keluyuran setiap malam.Semua berubah ketika ibu mereka meninggalkan Si Mei dan Ina untuk slamanya.

Si Mei terlelap dalam pelukan Ina, begitu juga Ina,Mereka berdua terlalu letih menunggu hujan. Tanpa disadari hujan besarpun mulai reda, ember-ember yang sudah terpenuhi air hujan, tanah menjadi becek, bau sampah dimana-mana ini hal biasa bagi mereka.

"Kak, hujan reda"Melepas pelukan.
"Baiklah kau buang saja air hujan diember-ember itu" pinta Ina.
Si Mei membuang satu persatu air hujan yang tertampung diember. Sedangkan Ina membereskan isi rumah yang kusuh itu.

Senja mulai menampakkan sinar orangenya,Ina masih saja membereskan isi rumah tersebut dan Si Mei pun mulai membantunya.
"Kak, besok kita mulung lagi" Si Mei memulai obrolan.
"Tentu, kau mau ikut lagi" Ajak Ina,
"Iya, kalau tidak aku akan sendirian disini" Si Mei menanggapinya.

Malam hari dirumah mereka,rumah yang kumah, kusuh, dekil dan bau kini berubah agak mending dari sebelumnya meski bau sampah tetap tercium disudut-sudut ruangan. Lilinlah yang menemani mereka berdua dalam kegelapan malam ini. Malam yang tak terang menurut Si Mei, karna tidak ada lampu sama sekali dirumahnya.
"Nih makan" Ina menyodorkan makanan pada Si Mei. Lantas tanpa pikir panjang Si mei pun makan apa yang kakaknya berikan itu. Ina pun menyantapnya juga.

"Makasih kak" Tegur Si Mei.
"Iya"Balas Ina singkat. Mereka berdua terus menyantap sepiring nasi dengan ikan asin itu. Tidak ada soosk ayah bahakan ibu yang menemani mereka berdua. Rasa rindu yang menggebu membuat Si Mei menangis ,Ina sang kakak pun hanya bisa merenungi semua ini. Makan sederhana,seadanya itulah mereka, lahapnya mereka sampai luka ini akan datangnya malam yang gulita ini.

"Cuci tangan, lalu tidur"Pinta Ina kepada Si Mei. Ia hanya mengangguk mengerti. Ina membereskan piring tersebut dan memindahkan lilin itu ke meja samping kasur kumal milik mereka. Lagi-lagi putung rokoklah yang Ina temukan. Rasa Sebal terus mengerumutinya.

Udara semakin dingin, lilin pun mulai meleleh, tengah malam yang sepi dirumah mereka, hanya bunyi binatang-binatang malamlah penghiburnya.
"Dorrr.. Tookkk took took" Ketukan pintu dengan nada yang keras.
"Took took took"Mengulangnya.
Ini membuat Ina kaget seketika, ia berfikir siapa yang tengah malam berkunjung kerumahnya itu. Ina langsung pergi menuju pintu.
"Sebentar" Teriak Ina.
"Cepetan buka"Terik seorang bersuara laki-laki paruh baya itu.
"Lama sekali"Cetus laki-laki itu.
"Maaf pa"Ina menunduk.
Bau alkhohol dan rokoklah yang Ina rasaakn saat ini. Ina bingung dengan Ayahnya yang setiap hari seperti ini. Perasaan yang bercampir menggerumuti Ina teru menerus, Ia teringat dengan Alm. Ibunya yang kini tinggal kenangan, semua mimpinya ia lontarkan kepada ibunda tercintanya, semua cerita kini tinggal kenangan baginya dan Adiknya. Adiknya yang dulu masih kecil sekarang sudah besar. Dia yang mempunyai mimpi besar sepertinya, surut seketika.Ia rindu dengan ibunya, dengan kenangannya, nasehatnya.

"Mei, bangun sudah pagi" Seru Ina membangunkan Si Mei yang tengah terlelap itu. Seketika Ina menatap wajah polos adiknya.

Asa Dalam  DukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang