Tuhan telah merajah tubuhku dengan kata pelacur. Sejak dalam rahim ibuku Tuhan telah menggariskan kemana aku harus melangkah. Disinilah aku berdiri, menetap dan menggeluti hari yang benar-benar terasa melelahkan untuk dijalani. Menjadi perempuan hina yang seringkali disambangi para lelaki dengan wajah binatang. Hingga laki-laki yang mengawini rasa sepi itu datang dan membawa aku pergi.
************
"ini adalah kutukan keluarga kami". "Jika ibunya pelacur maka anaknya pun pelacur", itu kata mereka. Ibuku lahir tanpa bapak, begitu juga aku, mungkin juga anaku nantinya, "hehhhhhhh...." Aku menghela nafas panjang. aku tak ingin terlalu berharap, karena laki-laki itu bukan miliku. Aku meraba perutku yang telah 7 bulan ini membesar. "Sebentar lagi" ucapku lirih.
Lampu jalan bergoyang perlahan disapu angin kemarau. Nyalanya seperti lentera yang berkebit-kebit mau padam. Tukang becak berusaha mengayuh sekuat tenaga melewati jalan yang sedikit menanjak, sedang aku berusaha menahan rasa sakit yang datang silih berganti.
Sebuah ruangan luas berwarna putih tersekat tirai-tirai biru, membawaku berangan-angan tentang apa yang ibu bayangkan saat melahirkanku. Sebuah harapan mungkin, atau khayalan indah jika anaknya beranjak dewasa. Tiba-tiba ketakutan meraja, karena aku tau khayalan itu seperti gelembung-gelembung sabun yang rapuh. Mungkin ini juga yang ibu rasakan saat itu.
Beberapa tubuh terlihat mengelilingiku, entah apa yang mereka lakukan dan katakan. Telingaku telah penuh terisi dengan irama nafasku yang tersenggal-senggal mau putus, lelah merengkuh, kemudian gelap.
***************************
Seorang laki-laki duduk di samping ranjangku. Wajahnya begitu sumringah ketika melihatku membuka mata. Dengan lembut diciuminya satu persatu jariku seperti mengeja huruf-huruf dalam dadaku. "terimakasih" ucapnya.
Satu tahun yang lalu laki-laki itu datang kepadaku. Aku tau ada rasa yang tak asing bagiku ketika aku memeluk tubuhnya .... Rasa sepi yang dari dalam nadinya tumbuh bercabang berbagai pertanyaan. Aku merasa senasib berbeda cerita denganya, para manusia yang mengawini rasa sepi.
Setiap malam dia datang menyambangiku, bercerita tentang apa yang ia rasakan, tentang hari yang membuat dia tak berdaya, tentang seorang perempuan mandul di rumah yang memiliki taring dan kuku yang tajam, tentang sepi yang ia rasakan setelah kematian wanita yang dicintainya yang membawa turut serta putranya. Seringkali dia menangis tersedu-sedu dan seringkali diam tak berkata-kata.
Suatu ketika aku hamil, kemudian dia membawaku pergi. Menempatkanku pada sebuah sangkar apik, membisikan kata-kata indah tentang harapan. Membuatku terus berkhayal, sebuah khayalan pelacur hina yang ingin bahagia. Mungkin ini saatnya aku merubah hidupku, walau sesungguhnya masih tetap sama, hanya namanya saja yang berbeda, wanita simpanan hahahaha masih saja seorang pelacur. Tapi ini lebih baik fikirku.
*********************
Dari balik kotak kaca aku seakan mencoba meraba apa yang ada di dalamnya. Bayi mungil yang dini hari tadi masih ada dalam perutku, kini sudah lahir ke dunia, walau aku belum bisa menjamahnya, namun Ada bahagia yang membuncah dalam dadaku, aku tak menyangka ini begitu terasa manakjubkan. Namun kembali rasa takut membayangiku setelah tau bahwa anaku itu adalah seorang perempuan. Aku kembali teringat akan kutukan dalam keluargaku. "Aku tak ingin kau jadi pelacur nak" ucapku sambil menitikan air mata.
Malam terasa semakin larut. Ada resah dalam jiwaku yang membuatku tak bisa memejamkan mata. Aku ingin melihat anaku lagi. Perlahan aku turun dari ranjangku, berusaha untuk tak membuat suara, namun terlambat, laki-laki yang sedari tadi berbaring di atas sofa panjang sekarang telah berdiri disampingku. Sepertinya dia tau apa yang aku rasakan tanpa aku harus mengatakanya, dia memapahku berjalan ke ruang bayi.
Laki-laki itu segera berlari masuk kedalam ruang bayi, sesaat setelah kami melihat orang-orang berbaju putih berkerumun diantara kotak kaca bayi kami. Laki-laki itu tersungkur kemudian menangis meraung-raung. Kurasakan Darah tersedot habis dari tubuhku kemudian dada ini meruah dengan kepedihan yang pekat.
************
Pagi telah menggusur ujung subuh, dan ruang-ruang waktu telah memberi kami jeda dalam diam yang berkepanjangan. Laki-laki itu menggenggam erat tanganku, dengan sejuta bisu dalam matanya yang terus saja menatap nisan kecil di hadapan kami.
*********************
Nisa, dialah putri kecilku. Yang belum sempat ku jamah, dan ku raba. Bayi cantik yang hanya bernafas satu hari. Mungkin dia tau aku pelacur atau mungkin dia tau tentang kutukan dalam keluarga kami sehingga dia menolak kehidupan dan lebih memilih keabadian.
june 26, 2011
![](https://img.wattpad.com/cover/132994655-288-k281687.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
jacquis have story 2
Short Storyperjalanan seorang wanita penghibur yang bermimpi menjadi wanita biasa