Bab 1

944 16 66
                                    

"Tak ku sangka kita semua berkumpul disini." Dadang tertawa sambil menaikan gelas berisi es cendolnya.

Di sampingnya tampak Saepul dan Paniyem yang menampakan wajah penuh make up warna-warni dengan senyum manisnya. Di sebelahnya ada Bejo yang sibuk mengamati hidangan di depannya tidak perlu pusing-pusing membalas sapaan Dadang, Bejo pun dengan santainya menyomot satu per satu hidangan yang ada di depannya. Lalu dijejalkan begitu saja ke mulutnya hingga mulutnya menjadi monyong akibat terlalu penuh oleh makanan. Makanan yang masuk ke mulut Bejo antara lain kalio daging, gulai tambunsu, sambalado tanak, rendang, pecel dan sate telur.

Mereka semua sedang ada di sebuah acara pernikahan Eva dan Wily tetangga mereka. Lalu tiba-tiba Rojali dan Ambar datang dan ikut bergabung bersama mereka. Suasana kini berubah menjadi dramatis.
Ambar menepuk pundak Bejo dengan keras sehingga membuat makanan yang ingin ditelannya memuncrat keluar. Ambar yang tak sedikitpun merasa bersalah pun hanya tertawa terbahak-bahak.

"Iya benar, Kang. Terakhir kita berkumpul itu saat acara khitanan anaknya si Astuti, itu pun sudah lama sekali." Sahut Ambar. Yang kini sudah duduk di depan Dadang.

"Hmmm, benar. Bahkan Rojali juga jarang menemui ku lagi semenjak menikah denganmu, Ambar." Dadang menampakan wajah memelas yang di buat-buat.

"Memang! Abang Rojali berlebihan, padahal aku hanya sedang hamil, Kang. Ia sengaja pergi lebih awal narik becak dan pulang larut malam, lalu menitipkan ku pada Ibu agar aku tidak berbuat macam-macam, mulai memanjat pohon, melompat-lompat, makan seblak, dan ia bahkan menyuruhku hanya duduk diam padahal aku tidak tahan melakukannya." Gerutu Ambar.

"Dan dia berhasil duduk diam selama lima belas detik , dan memanjat pohon mangga tetangga, lalu melompat-lompat seperti kera." Sambung Rojali pasrah. Tidak tahu lagi harus menyikapi sikap Ambar seperti apa. Istrinya itu semakin hari semakin menggila saja sejak hamil. Kemarin saja Rojali dibuat tercengang saat dengan tak tahu malunya menaruh ekor cicak ke dalam kopi kesukaannya. Lalu menertawakan Rojali yang terbatuk-batuk akibat ekor cicak yang tersangkut digiginya.

"Ya ampun, kau sedang hamil Ambar?" Paniyem yang duduk di sebelah Bejo menimpali dengan antusias "Dan kau juga suka seblak?"

Ambar memekik senang, berdiri dan melompat-lompat sambil memegang tangan Paniyem. "Iya Pani! Entah mengapa aku suka makanan pedas sejak hamil!"
Dan akhirnya percakapan khas emak-emak pun di mulai.

Saepul dan Rojali hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah ajaib istri-istri mereka.

"Kang Dadang, aku permisi mau ambil es cendol dulu." Wanita cantik yang datang bersama Dadang memundurkan kursinya lalu berdiri.

"Akhir-akhir ini kau sering mengajak Sumini," komentar Bejo setelah wanita tadi berlalu. Kang Dadang tidak menyangka Bejo begitu perhatian terhadapnya. Padahal setahu Dadang, Bejo adalah tipe yang tidak akan peka dengan sekitar kalau sudah ada makanan di depannya. "Jangan-jangan Dadang mulai jatuh cinta sama Sumini."

"Tentu saja tidak. Aku mengajak Sumini karena ia yang meminta. Dan aku pikir kasian juga dia kalau harus terus-terusan jualan jamu."

"Kang Dadang, Akang tidak berniat menyusul Willy, Kang?" tanya Ambar.

"Tidak, Mbar. Aku masih ingin sendiri. Menemani Bejo yang baru saja di putus cinta dari pawang buaya."

Bejo tersedak toge yang dimakannya. Dengan tidak tahu malu mengambil es kopyor milik Paniyem dan meminumnya hingga tandas.

"Bagaimana kalau Bejo tidak juga bisa move on. Apa Akang tidak juga mau menikah?" tanya Ambar.

"Tidak tahu. Aku hanya ingin menyendiri dulu. Lagipula hidup dengan adanya komitmen itu sulit. Aku suka kebebasan."

"Lalu maksud dari rayuanmu pada Paniyem waktu itu apa? Kenapa kamu mengajak ia menikah sedangkan kamu tahu aku masih hidup dan sehat jadi suaminya." Saepul tiba-tiba berang. Ia ingat beberapa bulan lalu istrinya sempat digoda oleh Dadang saat dirinya sedang ada di luar kota karena meninjau bisnis becaknya.

"Aku kira kau mati terkena letusan gunung merapi. Makanya aku berinisiatif untuk mengajak Paniyem menikah." jawab Dadang dengan santai.

"Kau!" Saepul benar-benar marah.

"Pul, Ipul. Sudahlah. Kang Dadang tidak serius." Paniyem mencoba menenangkan suaminya. Ia menyodorkan es cendol ke bibir suaminya itu. Dan diminum habis dalam satu tegakan.

Saepul menatap Dadang penuh dendam dan meletakkan gelas ke atas meja dengan keras. Paniyem yang ada di sampingnya terlihat lega. Setidaknya suaminya sudah sedikit terkendali.

Maaf, tadi ada kesalahan

Dadang dan NiningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang