Bab 3

524 8 24
                                    

"Ning!! Ning!! Nining!!"

Suara itu bergema hingga ke ujung lorong dapur menyadarkan Nining dari Lamunannya. Nining sudah merasa bahwa sebentar lagi Romlah, wanita pemilik yayasan TKW yang ditempati oleh Nining pasti akan muncul di depan pintu dapur seperti biasa.

"Ning! Apa yang kau lakukan sejak tadi? Apakah makanannya sudah siap?"

"Sebentar lagi siap, Romlah," sahut Ning tanpa menoleh.

Ning memang sengaja tidak memanggil Romlah dengan embel-embel 'Bu atau emak' karena Romlah tidak suka. Katanya ia terdengar tua dengan sebutan itu. Padahal Romlah emang sudah tua, dilihat dari rambutnya yang sudah berwarna putih.

"Ning!" Romlah menarik turun masker yang menutupi wajah Nining.

Nining menoleh dan Romlah mendapati sepasang mata coklat kemerahan menatapnya sendu.
Ia sudah terbiasa melihat Nining memakai atribut kebersihannya seperti masker penutup hidung, penutup rambut dan sarung tangan, Khas seperti maling.

"Aku sudah kelaparan menunggumu memasak itu, jadi apa alasanmu sekarang sehingga begitu lama?"

"Hari ini aku memasak kangkung"

Romlah terdiam sesaat sebelum bertanya,"Jadi ada apa dengan kangkungnya?"

"Kangkung itu sudah layu dan matang," sahut Nining hampir menangis.

"Kalau kangkung itu masih segar dan mentah kita tidak bisa memakannya, emangnya kita kambing!!" kesal Romlah.

"Dia terlalu cinta sama sayuran," suara Leli sinis, teman piket Nining hari ini, "kangkung yang sudah di petik. Itu alasan Nining sehingga ia menangisinya berkali-kali dan meratapinya berjam-jam, bahkan ia membuat kuburan untuk sisa kangkung itu lalu mendoakannya layaknya orang mati," Leli melanjutkan penjelasan sambil menggerutu. "Kalau bisa aku tidak ingin piket dengannya lagi, aku tidak tahan dengan sikap aliennya."

"Jangan terlalu banyak mengeluh, Leli!"
Romlah berbalik lagi kepada Nining yang sudah melanjutkan aktivitasnya kembali. Sejak dulu Romlah tahu bahwa Nining menyayangi dan mencintai segala jenis sayuran. Ia tahu jika setiap Nining piket di dapur pasti memasak olahan ikan atau daging tanpa sayur sedikitpun.

"Kuharap kau tadi tidak menyiram kangkung itu dengan pupuk organikmu dan meracuni kami." Sinndir Romlah.

Nining menggeleng.

"Baiklah, aku akan menunggu kalian di ruang makan bersama anak-anak lain." Ia segera berbalik kembali dan melangkahkan kaki menuju pintu keluar.

"Sial! Sebentar lagi aku harus secepatnya di kirim ke luar negri sehingga aku tidak perlu lagi bekerja rumah tangga tak di gaji seperti ini." Leli terdengar menggerutu kembali.

"Tidak di gaji?" Nining tiba-tiba antusias mendengarkan keluhan Leli.

"Ya! Tidak di gaji, Ning. Apa kau ingin terus tidak di gaji di tempat ini?"

Nining menggeleng kuat-kuat. Memikirkan harus bekerja tanpa di gaji  saja sudah membuatnya bergidik ngeri. Meski ia tinggal di yayasan ini sudah hampir tiga Minggu, tapi Romlah masih tidak kunjung mengirimnya keluar negri. Dan Nining harus bersedia menjadi tukang bersih-bersih setiap hari di tempat ini secara gratis? itu keterlaluan.

"Leli," Nining berhenti sejenak karena agak ragu untuk bertanya. "Kau tidak merasa menderita menjalani pekerjaan ini?"

Leli mengedikkan bahu.
"Awalnya iya. Aku merasa tertipu, tapi lama-lama aku mulai terbiasa karena ya bagaimana lagi,?" pasrah Leli.

Tidak tahu apakah Nining harus merasa kasihan ataukah sedih. Leli adalah satu-satunya sahabat yang Nining punya, meski Leli sering mengucapkan kata-kata kasar. Leli lebih tua dua tahun darinya. Nining dengar dia sudah hampir setahun di sini tanpa di bayar. Astaga...memikirkannya membuat ia mual.

"Apa kau tidak memiliki cita-cita untuk bekerja lebih baik selain TKW atau menikah dan mengabdi kepada keluargamu, Li?" tanya Nining.

"Apa kau meledekku, Ning?! Perusahaan mana yang mau menerimaku?" jawab Leli ketus.

Nining menatap Leli sejenak. Sejak dulu ia menganggap Leli sebagai kakak, dia sangat cantik dengan postur tubuh tinggi dan rambut lurus sebahu. Tidak bisa dikategorikan jelek. "Pasti ada perusahaan atau ..."

"Hentikan itu, Ning! Perusahaan! Perusahaan! Kau terlalu naif untuk mengetahui bagaimana kejamnya dunia ini! bagaimana rasanya saat apa yang kau percayai ternyata tak sesuai dengan harapanmu!" potong Leli.

Iya...memang benar...Nining memang tidak tahu.

"Aku tahu apa yang ada dalam pikiranmu, Ning. Kau masih mengharapkan pria bernama Sutarman itu bukan si tukang bangunan senior itu?. Lihat saja nanti saat ia tahu bahwa kau di kirim Ayahmu kesini untuk jadi TKW, apa ia masih mau menerimamu atau tidak!"

"I...itu adalah urusanku." sahut Nining tidak terima.

"Oke, dan jangan mengungkit hal ini lagi." sahut Leli ketus sambil berbalik.

"Kurasa aku ingin bekerja di sini saja, walaupun dengan gaji yang tidak besar, Aku ingin menjadi SPG profesional."

"Kau? Ingin menjadi SPG?" Leli berbalik dan menatap Nining dengan wajah tak percaya. Sedetik kemudian ia tertawa. Nining tetap diam tanpa ekspresi menunggu Leli berhenti tertawa.

"Apa kau sudah tidak waras?! Romlah tidak akan mengijinkanmu keluar dari sini. Sampai kau di kirim ke luar negri. Lagipula SPG? cita-cita macam apa itu, di saat orang lain menginginkan bekerja di kantoran, kau memilih menjadi SPG?" Leli geleng-geleng kepala tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Emang apa salahnya menjadi SPG? toh, itu adalah pekerjaan yang paling Memicu adrenalin. Bayangkan, kau menghadapi ribuan orang, merayunya untuk memilih produk yang kita tawarkan di saat  banyaknya orang yang berlomba-lomba juga menawarkan produk yang sama seperti kita," ucap Nining dengan bangganya.

"Kau pikir seperti itu, heh? " ejek Leli.

"Kau, tidak tau seberapa susahnya merayu orang dan kalau kita berhasil itu adalah prestasi," sahut Nining kembali dengan penuh keyakinan, "maka dari itulah, Romlah pasti mengijinkanku untuk keluar dari sini."

"Dasar bodoh!" dengus Leli, "baiklah, terserah kau jika tidak percaya padaku, Ning. Kau tahu kenapa Romlah membebaskanmu selama ini? Karena ia menunggu untuk mengirimmu dan mengantarkanmu ke majikan yang membayarmu dengan harga tinggi, Ning. Kau dan wajah polos terkutukmu itu."

"Li!" Nining terkesiap.

"Itu kenyataan, Ning. Buka matamu! Kita perempuan dan ada di yayasan ini. Ini takdir kita untuk menjadi TKW. Terimalah hal itu!"

Nining menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Benarkah Romlah tidak akan mengijinkannya pergi? Seperti kata Leli tadi, Nining ingin menyusul Kang Sutarman yang ada di Jakarta. Sejak perpisahan tiga tahun lalu mereka rutin berkirim kabar melalui surat selama setengah tahun. Tapi setengah tahun kemudian, kang Sutarman mengirimkannya sebuah ponsel canggih, dan dengan ponsel canggih itu mereka berkirim kabar melalui pesan sebelum akhirnya ponsel itu berakhir di tangan ayahnya. Nining tidak menyangka kehidupannya akan kacau balau dan akhirnya mereka putus komunikasi.
Padahal dulunya -setelah mendapat ponsel canggih dari Sutarman- ia memiliki usaha online shop yang lumayan sukses berkat kegeniusannya di bidang olah kata, sehingga banyak pelanggan yang dari berbagai kota berbelanja di online shopnya. Hanya saja sejak ibunya meninggal setahun yang lalu, keluarga ibunya mengambil alih rumah ibunya itu dan ayahnya menyita ponselnya, lalu di kurung dirumah. Dan pada akhirnya ayahnya mengirim Nining ke yayasan ini untuk dijadikan TKW. Nining tidak mengerti mengapa mereka melakukan semua itu padahal ia tidak menuntut apapun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 18, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dadang dan NiningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang