- Nino's pov -
Hari Senin telah tiba dan itu berarti kembali masuk ke sekolah. Ahh, rasanya malas sekali. Tetapi... di sekolah aku bisa melihatnya seharian. Mengaguminya dalam diam.
Dia lah Sakurai Sho, teman sekelas ku. Aku jatuh cinta pandangan pertama padanya saat upacara penyambutan siswa baru. Dia terlihat bersinar sekali di antara murid lain, dengan senyum ramahnya menebar kesan hangat disekelilingnya.
Sho termasuk murid yang pintar dan memiliki banyak prestasi jadi dirinya sangat disenangi teman-teman sekelas dan para guru. Dirinya pun menjadi ketua kelas di kelas kami.
Aku sedang melamun memperhatikan sosoknya yang cerah ditimpa sinar matahari dan angin musim semi yang sedang duduk di depan sana ketika sahabatku, Jun mengganggu ku "Hey Nino, aku tahu kau sangat menyukai si Sakurai itu tapi air liur mu jangan sampai menetes dong!~".
Aku kesal karena Jun mengatakannya dengan cukup keras "Jun! Jangan keras-keras, nanti yang lain dengar!", seru ku dengan panik.
"Kapan kau akan menyatakan cinta padanya? Kau tidak akan dapat kemajuan jika hanya memandangnya saja", Jun berbisik kepada ku. Aku bosan Jun lagi-lagi berkata seperti itu, jadi pertanyaannya ku abaikan saja. Haha XD.
Bel tanda habis istirahat telah berbunyi. Sehabis ini merupakan pelajaran Penjasorkes. Aku tidak suka pelajaran ini karena menurutku lebih baik bermain games daripada berkeringat dibawah sinar matahari.
Selesai berganti seragam olahraga, kami semua langsung bergegas ke lapangan. Sensei menyuruh kami membuat empat barisan.
Aku segera berbaris dan ternyata Sho berbaris di samping kiri ku. Dari jarak sedekat ini aku bisa merasakan hangat tubuhnya.Aku merasakan tubuhku mulai bereaksi karena berada di dekatnya. Jemari tangan dan kaki ku terasa dingin. Hatiku berdetak tidak karuan, senang karena berada dekat dengannya.
Tak lama Sensei memerintahkan kami lari sepuluh putaran mengelilingi lapangan. "Hah.. banyak sekali. Padahal tadi pagi aku sedikit demam. Semoga aku kuat untuk menyelesaikannya", gumamku dalam hati.
"1, 2, 3!"
Aku berlari mengelilingi lapangan. 1 putaran, 2 putaran, 3 putaran, 4 putaran, 5 putaran. Di putaran ke 6 tubuhku lemas. Di putaran ke 7 aku sudah tidak kuat dan setelahnya tidak sadarkan diri.
------
Aku mencoba membuka mata ketika cahaya lampu menerangi indra penglihatanku.
"Ah kau sudah bangun? Syukurlah", sebuah suara memasuki indra pendengaranku. Siapa? Kenapa suaranya begitu familiar?.
Ketika mataku sudah sepenuhnya terbuka, aku menoleh kearah sumber suara. "Sakurai-kun!" ucapku kaget, tak menyangka jika dia berada disini.
Sho tersenyum khawatir menatapku dan memberikan segelas air mineral. "Bagaimana keadaanmu? Lebih baik tiduran saja, tidak usah bangun dulu", ucapnya. Aku pun mengangguk.
Setelahnya dia menceritakan bagaimana aku pingsan di lapangan, lalu dirinya bergegas membopongku ke UKS.
Aku merasa pipiku memerah seperti kepiting rebus. "Sho yang membawaku ke UKS!", teriakku girang dalam hati.
"Eh? Ninomiya-kun? Kenapa pipimu merah sekali? Apakah kau demam?", panik Sho sambil memegang dahi dan pipi ku.
Aku membeku. Sho menyentuhku!
Aku segera menyingkirkan kedua tangannya, jika tidak maka akan berakibat buruk pada kesehatan jantungku."Umm daijoubu, mungkin karena hawanya terasa sedikit panas. Terimakasih Sakurai-kun telah membawaku ke sini", ucapku dengan senyum malu-malu.
Sho pun tersenyum dan membalas "Sama-sama, jangan lupa jaga kesehatanmu agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi, ya? Dan panggil saja aku Sho".
"Ah, baiklah Sak- maksudku Sho-kun. Jyaa panggil aku dengan Nino, oke?", pintaku.
"Yoshh, Nino. Sepertinya ini pertama kalinya kita berdua ngobrol sepanjang ini ya", ucapnya dengan tawa ciri khasnya. Aku yang melihatnya pun mengembangkan senyum.
Aah, betapa berharganya momen seperti ini. Sesuatu yang tidak akan kusia-siakan.
"Wah sudah jam segini, aku harus segera ke ruang guru. Gomen Nino aku tak bisa lebih lama menemani mu".
"Gapapa Sho, pergilah", aku tersenyum walaupun sedikit tidak rela.
"Jyaa, Nino. Cepatlah pulih dan sampai besok~", pamit Sho sambil mengacak rambutku.
Lalu Sho keluar dari ruangan.
Aku terdiam, masih merasakan hangat tangannya disaat dia menyentuhku, manis senyumnya bak madu dan mata bulat indahnya yang menatapku peduli.
"Tetaplah seperti ini selamanya, walau hanya bisa mengagumi tanpa memiliki. Ini semua sudah lebih dari cukup", batinku sambil memejamkan mata kembali dan mengulang memori indah di hari ini.