1.

25 6 8
                                    

Nadia pov

Selama liburan kelulusan, aku selalu membayangkan Akbar bisa satu sekolah denganku lagi. Aku juga selalu berdoa "jika dia adalah jodohku maka dekatkanlah, jika bukan jauhkanlah dan ikhlaskan aku Ya Allah." Kok doaku udah kayak orang dewasa aja ya? Astaghfirullah.. Kadang aku ingat waktu kejadian siang itu,

"Nadia Azizah Arfariza.." aku terkejut saat namaku dipanggil untuk naik ke atas panggung. Saking asyiknya aku memperhatikan Akbar, aku jadi lupa segalanya. Aku segera naik ke atas panggung untuk dikalungkan samir dan menerima map kelulusanku. Setelah itu aku kembali duduk di kursiku. Tak lama berselang nama Akbar di panggil, ia pun naik ke atas panggung. Aku terus melihat ke arahnya, sampai-sampai aku tak menyadari bahwa sahabatku mendekatiku. Aku baru sadar akan hal itu, saat sahabatku menepuk bahuku.

Saat ditengah acara aku dan beberapa teman yang bertugas sebagai paduan suara pun mempersiapkan diri di belakang panggung. Saat aku dan teman-teman naik ke panggung aku sempat melihat Akbar untuk menghilangkan gugupku. Selesai dari panggung, aku kembali ke tempat dudukku. Namun teman-temanku kembali ke tempat duduk melewati tempat duduk Akbar. Mau tak mau aku harus melewati Akbar. Jalan yang sempit diantara kursi-kursi membuatku panik. Saat giliranku melewatinya, dia melihat ke arahku dan tersenyum. Jantungku berdetak dengan cepat membuatku salah tingkah. Aku segera kembali ke tempat dudukku. Aku tak pernah sedekat itu dengan Akbar.

Serangkaian acara telah dilewati, dan acara pun diakhiri. Aku tak ingin ini semua berakhir, aku ingin terus bersama teman-teman dan juga bersama Akbar.

Yah, bisa di bilang aku ini hanya baper. Tapi apakah baper berlangsung hingga selama itu? Tiga tahun aku sudah memendam rasa ini. Entah itu baper atau benar-benar cinta, atau bahkan cinta monyet? Waktu kelas 7, aku dan Akbar sering bermain saat pelajaran berlangsung. Akbar duduk di bangku depanku, membuat kami sering bermain dengan alat tulis saat perlajaran berlangsung. Itulah yang mungkin membuat aku baper. Biarpun dekat, tapi aku dan Akbar  tetap menjaga ego. Teman-teman kami sering mengejekku berpacaran dengan dengan Akbar. Tapi kami hanya diam, walau sebenarnya dalam hatiku aku suka mereka mengejekku seperti itu. Entah apakah Akbar merasa yang sama atau tidak? Pernah waktu itu, aku dan Akbar sedang bercerita tentang cita-cita. Akbar bilang ia ingin menjadi seorang chef, aku pun tak percaya, "emangnya kamu bisa masak?" Ejekku. "Ya bisa lah, aku sama om ku sering buat kue brownies lho," jawabnya. "Emang bisa? Kalo gitu kamu bawain aku dong, biar jadi bukti." Aku hanya bercanda, tapi ternyata Akbar menganggapnya serius. Seminggu kemudian, waktu istirahat Akbar mengeluarkan kotak bekal yang isinya dua potong brownies. Ia memberikan satu potong padaku dengan tersenyum lebar. Temanku yang saat itu berada di kelas mengatakan, "Akbar, kue buatku mana? Kok cuma Nadia yang dikasih? Ciiieeeee..." Akbar hanya tersenyum dan pergi keluar kelas. Aku juga tersenyum dan di dalam hatiku, aku sangat bahagia.

Hingga cukup lama aku memendam rasa itu sampai di kelas 9. Hanya teman-teman dekatku yang tau perasaanku pada Akbar. Saat itu aku sedang flu berat, guru kami memberi tugas dan meninggalkan kami ke toilet. Saat tengah mengerjakan, teman-teman mulai ramai. Aku pun memanfaatkan waktu itu untuk mengelap ingus dengan sapu tanganku. Ternyata saat itu teman dekatku menceritakan perasaanku pada Akbar, dan ternyata Akbar bilang ia juga punya rasa yang sama denganku. Satu kelas dengan kompak berkata, "ciiieeeee...." Aku dan Akbar pun tersipu malu. Guru kami pun masuk ke dalam kelas, satu kelas langsung diam. Guru kami pun menanyakan penyebab kehebohan tadi, "gak papa kok, Pak."  jawab salah satu temanku. Hampir saja ketahuan pak guru. Huh.. jika saja aku tau saat itu ia akan jujur tentang perasaannya, aku akan menunda untuk mengelap ingusku.

***

Pendaftaran tahun ajaran baru pun dibuka. Di temani ibuku aku mendaftar di salah satu SMA favorit di Yogyakarta. Setelah beberapa proses di lalui, kami pun bisa pulang ke rumah. Hanya tinggal menunggu hasilnya seminggu lagi. Seminggu kemudian, aku dan ibuku kembali ke sekolah untuk melihat hasilnya. Aku pun di terima, kami pun mengambil bahan seragam dan kembali ke rumah.

Tiba saat pertama aku masuk sekolah, aku berangkat pagi-pagi sekali. Aku bergegas mencari papan pengumuman untuk melihat aku masuk kelas mana? Aku segera mengambil tempat duduk paling depan. Beberapa siswa sudah memilih tempat duduknya, mereka datang lebih awal dariku. Tak lama seorang siswi masuk di kelas. Ia berdiri di depan kelas dengan wajah bingung. Aku pun memanggilnya dan mengajaknya duduk di sebelahku. Ia bernama Luna. Bel masuk pun berbunyi, semua siswa langsung masuk ke kelas masing-masing. Guru pun masuk dan menjelaskan kegiatan hari ini juga dua hari kedepan.

Tak terasa kegiatan MOS(Masa Orientasi Siswa) telah berakhir. Kegiatan belajar mengajar pun berlangsung normal. Aku dan Luna menjadi teman dekat. Saat istirahat kami sering pergi ke perpustakaan bersama.

Satu bulan pun terlalui, sekolah memberi edaran yang berisi pemberitahuan kegiatan PDBB(Pelatihan Dasar Baris Berbaris) yang akan diadakan seminggu lagi. Banyak sekali peraturan dan larangan. Aku dengar dari kakakku PDBB itu menegangkan dan mengerikan. Aku dan Luna sudah panik duluan. Keesokan harinya setelah kegiatan belajar mengajar usai, PDBB pun di mulai. PDBB ini berlangsung selama seminggu. Hari ketiga PDBB, Luna tidak fokus dan salah gerakan. Akibatnya Luna dimarahi salah satu pengawas, aku yang berada di samping Luna melihat pin nama pengawas itu. "Albert" nama kakak pengawas itu. Kak Albert pun menyadari jika aku memperhatikannya, "ngapain kamu lihat-lihat! Pandangan lurus ke depan!" Aku pun mengalihkan pandanganku ke depan. Hari penutupan PDBB, para pengawas melampiaskan amarahnya ke para pembina. Bahkan Kak Albert melototi aku dan Luna. Aku dan Luna hanya bisa menunduk.

***

Akhirnya terlepas dari PDBB, aku melanjutkan hariku sebagai siswi biasa dan memang biasa-biasa aja. Nggak ada yang spesial, nilai-nilaiku tengah-tengah.

Nggak ada kisah-kisah romance kayak sama Akbar dulu, dan yahh aku lost kontak sama Akbar. Aku nggak tau sekarang dia masuk SMA mana. Dia hilang bagai ditelan bumi.

Tapi sejujurnya hati ini masih rindu dengan seseorang di sana yang telah lama singgah dan kini tak tau di mana.

BISAKAH?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang