1. Kutukan Malaikat Maut

26 2 0
                                    

Malam begitu gempita. Cahaya sang dewi malam seolah-olah pudar ditelan cakrawala. Tidak ada suara musik, tidak ada nyala listrik, tidak ada tempat hiburan dan hanya suara tetangga yang ribut memperdebatkan siapa yang akan menang dalam Pemilihan Umum tahun 2004 pada 9 April nanti. Apakah Megawati Sukarnoputri atau Susilo Bambang Yudhoyono.

Iya. Hanya suara tetangga yang selalu kudengar tiap malam di desaku, Desa Talaiporia.

Keributan akibat perdebatan mereka macam-macam. Senin kemarin mereka ribut soal naiknya pajak air dari Rp. 2.500 ke Rp. 5.000. Kemarin malam soal filem laga Jaka Tingkir.

Aku tertidur di ranjang bambu ditemani lampu lentera yang hampir kehabisan minyak dengan nyala yang redup. Selalu berhayal sambil menatap langit menembusi atap rumah yang bocor selebar satu kepalan tangan kanan orang dewasa.

Memandang cahaya redup rembulan hingga tertidur dalam mimpi.

***

"Brengsek..!! Kau pikir kau siapa", teriak seorang pria berumur 40an tahun yang tidak lain adalah ayah yang sedang menampar ibu. Perang baru saja dimulai.

Teriakan keras ini membangunkanku dari pelayaran dan hayalan saya ke Pulau Usingizi. Bunyi pecahan piring dan gelas berurutan.
"Pria macam apa kau?, keluarga ditinggali, anak-anak ditelantarkan, mau kamu apa?", diikuti tangisan ibu yang meledak akibat tertahan sedari tadi.

"Raizel... Raizel", bisik Joe, kakakku nomor dua. "Ayah mabuk lagi", sambungnya sambil memegang tanganku erat.

Ibu menangis keras-keras dengan bekas lebam diwajah yang mulai membiru. Sambil menggendong Jean adik perempuanku yang berumur 3 tahun ia keluar rumah.

Ayah mulai berteriak dan memaki. waktu itu sekitar puku 01.00 tengah malam. Suara tetangga sudah hilang. Cahaya rembulan telah sirna. Hanya suara auman anjing "Aauuuuuwwww" yang mengaum ditengah malam.

Teriakan dan makian ayah memancing pagi hari lebih cepat. Jhon kakak pertama dipanggil dan sementara diadili dengan tamparan dan tendangan yang tidak wajar menurut HAM.

"Kakak Joe, sebaiknya kita lari", kataku. Joe mengangguk tanda setuju. Dengan sigap kami berdua melompati jendela kamar untuk menghindari pengadilan sang Malaikat maut.

Dari kejauhan terdengar jelas suara tangisan kakak John yang menutupi auman anjing "Ampun papa...ampun" pintanya disertai tangis pilu.

Hari ini kaka John dan ibu. Besok mungkin kami berdua.


***

Ayahku berumur 44 tahun iya addicted dengan campuran Kimia C2H5OH-Alkohol.

Terkadang aku termenung.
"Sungguh C2H5OH alias alkohol adalah kutukan Malaikat Maut"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PurgatoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang