Wrap 1: Arrogance

198 30 7
                                    

.

.

.

Embun pagi hari mengalir dari ranting-ranting coklat. Menetes dari ujung-ujung daun jarum conifer cemara dan pinus yang tinggi rumpun berbaur bersama kabut putih menyelimuti.

Gemericik bunyi aliran anak sungai melewati bebatuan hitam sungai. Putih salju menyelimuti tanah di ketinggian ini.

Udara segar khas dataran tinggi terasa melegakan paru-paru. Bersamaan dengan cahaya matahari yang samar-samar mulai memasuki celah-celah dedaunan pohon pinus.

Lumut hijau dan merah berkilauan kala embun diatasnya membelokkan sinar bagai berlian tersembunyi di pegunungan ini.

Danau cukup besar berada di lembahnya yang hijau. Gelas-gelas es membentuk daratan bening menerawang pada dalamnya danau yang sesekali memperlihatkan ikan berwarna warni dibawahnya.

Diantara deretan pohon cemara disekitar danau, diantaranya terdapat dua buah pohon yang diantaranya dibuat menjadi sebuah rumah pohon mungil.

Dengan dinding dan lantai kayu, serta atap dari anyaman akar dan daun. Jendelanya berteralis ranting kayu yang lurus-lurus. Beberapa tanaman rambat liar berbunga indah kala musim salju kini menambah indah penampilan atapnya. Deretan balok kayu dipaku pada salah satu pohon yang mengapit rumah pohon itu. Menjadi tangga memasuki pintunya.

Balkon mungil dengan sebuah kursi goyang khas orang lansia sesekali bergerak kala diterpa angin lembah.

"Jonginna.. bangunlah. King memanggilmu untuk segera berkumpul di kastil." Suara serak lelaki tua bersamaan dengan tangan keriputnya menggoyang pelan pundak lelaki muda bersurai coklat kemerahan yang terlelap dalam tidurnya.

Kicauan burung yang bertengger pada jendela bagai lantunan merdu membuat lelaki muda yang tadi dipanggil Jongin itu makin lelap tertidur. Terlebih tangan yang tadi mengguncangnya itu kini mengusap lembut puncak kepalanya dengan sayang.

"Emh.. kakek.. sebentar lagi.. Jongie masih bermimpi indah.." pemuda itu menggeser kepalanya yang semula berada pada bantal itu kepada pangkuan lelaki tua yang kini duduk di tepi ranjang kayu yang ditidurinya.

"Tidak baik terlambat, sayang. King, ayahmu itu, akan marah padamu jika kau terlambat lagi. Kakek tidak ingin kau dihukum" tangan kakek itu merapihkan poni coklat kemerahan cucunya yang mulai panjang hingga menutupi alisnya. Memperhatikan betapa nyaman cucunya tinggal menginap semalam di rumah pohon mungil pinggir danau miliknya ini.

"Erh.. baiklah Kek.. tapi aku mau mandi di danau dulu.." tubuh ramping Jongin kemudian perlahan duduk dari tidurnya. Selimut dari kulit rusa raksasa yang hangat itu perlahan jatuh dari pundaknya.

Senyum lembut kakeknya menyapa pengelihatan mata hijau viridian miliknya pagi ini. Kakeknya memiliki mata merah kakeknya terlihat damai bersamaan dengan berlalu umurnya oleh banyaknya pengalaman dan pelajaran kehidupan yang sesungguhnya.

"Bagus. Jongin, sepertinya kau sudah mulai terbiasa dengan posisimu sebagai alpha-S." Jemari kakeknya yang gemetar itu menyentuh perlahan telinga kanan Jongin. Telinga serigala yang indah dengan bulu coklat dan sedikit kemerahan pada ujungnya. Lembut sekali teksturnya.

"I-ini sedikit tidak nyaman, Kek. Pendengaranku berkali-kali lebih tajam sehingga sulit tidur di kastil. Aku jadi sering tidur disini. Disini tenang." Perkataan Jongin bersamaan dengan gerakan ekor panjangnya yang berwarna coklat merah menyala. Tidak seperti kebanyakan serigala lain yang memiliki bulu ekor tidak terlalu panjang. Ekor serigala Jongin sangat indah, panjang sampai mata kakinya, dengan bulu lebatnya yang juga sangat panjang menyala. Terlihat lembut dan anggun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Black MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang