Satu

44 3 0
                                    

Tetsuya mendorong pintu depan pondok kecil tempatnya tinggal bersama ayah dan adik perempuannya.
"Papa!" ia berteriak. "Maaf aku terlambat. Aku tadi berjalan-jalan melihat lingkungan sekitar. Begitu banyak yang belum aku lihat di daerah ini."

Ia menjulurkan kepalanya melewati pintu ruang kerja ayahnya. Ayahnya sedang duduk di belakang mejanya dan terlihat sedang berpikir keras untuk khotbah kebaktian berikutnya. Ayahnya menggerakkan tangannya di udara, memberi tanda bahwa ia tidak keberatan dan ia tudak ingin diganggu. Tetsuya berjinjit menjauhi ruang kerja.

Tetsuya berjalan ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Ia dan adik perempuannya, Kouki, bergiliran bertugas membuat makan malam dan hari ini adalah gilirannya. Ia mencicipi masakan daging sapi yang telah ia letakkan di atas kompor tadi siang, menambahkan sedikit garam lalu duduk sambil menyandarkan tubuhnya di sebuah kursi.

Seijuro ingin menikahinya.

Tetsuya pasti sedang bermimpi. Seijuro adalah seorang earl. Seorang earl! Dan Seijuro nanti akan menjadi seorang marquess. Lelaki dengan gelar setinggi itu tidak akan menikahi anak perempuan pastor pembantu.

Tapi, Seijuro telah menciumnya. Tetsuya menyentuh bibirnya. Ia tidak begitu kaget ketika merasakan bahwa tangannya gemetar. Ia tidak dapat membayangkan bahwa ciuman itu memiliki makna yang sama bagi Seijuro seperti halnya dirinya ... Lagi pula, Seijuro jauh lebih tua dari Tetsuya. Laki-laki itu pasti sudah mencium lusinan perempuan lain sebelumnya.

Jari-jari Tetsuya bergerak di atas meja kayu, membentuk lingkaran dan hati, sementara pikirannya melayang ke kejadian sore itu. Seijuro. Seijuro. Ia menyebutkan namanya lalu menuliskannya dengan jarinya di atas meja. Seijuro Philip Arthur Akashi. Jarinya menari-nari menuliskan nama lengkap Seijuro.

Seijuro sangat tampan. Rambutnya yang berwarna merah bergelombang terlihat sedikit terlalu panjang dibandingkan dengan model rambut yang saat itu tengah digemari. Dan matanya, orang akan mengira bahwa lelaki dengan rambut semencolok itu pasti memiliki mata berwarna lembut, tapi Seijuro memiliki mata berwarna terang yang tajam. Merah ruby sehingga terlihat dingin, tapi kepribadiannya telah membuat mata itu menjadi hangat.

"Apa yang sedang kau lakukan, Tetsuya?"
Tetsuya mengangkat kepalanya dan melihat adiknya berdiri di pintu. "Oh, halo, Kou."

Kouki yang lebih muda tiga tahun dibanding Tetsuya berjalan melintasi ruangan dan mengangkat tangan Tetsuya dari atas meja. "Kau akan merusak jari-jarimu." ia melepaskan tangan Tetsuya dan duduk di seberangnya.

Tetsuya memandang wajah adiknya, namun yang dilihatnya adalah wajah Seijuro. Bibir yang bentuknya sangat indah, selalu siap untuk tersenyum, bayang-bayang janggut tipis di dagunya. Ia mengira-ngira apakah Seijuro bercukur dua kali sehari.

"Tetsuya!"

Tetsuya menatap dengan pandangan kosong. "Apakah kau mengatakan sesuatu?"

"Aku bertanya padamu ... Untuk kedua kalinya ... apakah kau akan menemaniku besok untuk membawakan makanan ke rumah Mrs. Miyaji. Papa ingin berbagi makanan jatah kita dengan keluarga Mrs. Miyaji selama dia sakit."

Tetsuya mengangguk. Sebagai pastor pembantu, ayahnya menerima jatah sepersepuluh dari hasil produksi pertanian di daerah tersebut. Sebagian besar di antaranya dijual untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan gereja desa. Walaupun begitu, selalu ada lebih dari cukup makanan untuk keluarga Kuroko. "Ya, ya," Tetsuya menjawab seraya melamun. "Tentu saja aku akan ikut."

Seijuro. Tetsuya menghela napas panjang. Laki-laki itu benar-benar memiliki tawa yang sangat manis.

"...lebih banyak?"
Tetsuya mengangkat wajahnya. "Maaf. Kau sedang bicara padaku?"

Everything and The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang