Wedding Dress

1K 99 44
                                    

Halooooo!

Mukadimah dulu yaa...

akhirnya gue beraniin diri untuk posting sesuatu setelah selama ini cuma jadi penikmat karya para author hebat yang gue temukan disini.

Sebelumnya, cerita ini sebenarnya udah lama banget gue bikin, bertahun-tahun lalu, dulu castnya adalah kapal gue yang kini telah karam menabrak karang besar :( Jadi ada kemungkinan pernah ada yang baca dan ngerasa kalo ceritanya sama, ya itu punya gue kok ^^

Sekarang gue nyoba remake dengan mengganti castnya jadi Bbyu Couple tersayang! Mohon maaf kalo feelnya beda ya, ini benar-benar pertama kalinya pakai Bbyu jadi mungkin ada yang ga sesuai. tapi semoga bisa tetap dinikmati yaaa.... ditunggu komen dan kritiknya!

Ciao!

Warning : ini panjang - sepanjang jalan kenangan. Kalo rasanya ga bakal abis sekali duduk mending disave dulu aja ✌

..................................................................................................

Aku terbangun di ruangan yang sejuk dengan pengharum ruangan beraroma apel yang sangat kukenal. Aku merasa tenang menyadari sekarang berada di rumah, tepatnya di kamarku. Aku membuka mata, mengerjap sebentar menerima silaunya cahaya matahari yang masuk dari jendela besar yang memenuhi satu sisi kamarku. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar, kudapati seorang lelaki berperawakan tinggi dan sedikit kurus sedang memandangi dua buah manekin yang kupajang di sudut kamar. Aku tersenyum menyadari lelaki itu adalah Yook Sungjae, sahabatku. Kedua manekin yang tengah dipandanginya memamerkan Wedding Dress Set yang diwariskan oleh Almarhum Halmeoni kepadaku. Ia tidak mewariskannya kepada Eomma, karena pernikahannya dengan Appa dulu awalnya tidak disetujui oleh Halmeoni. Jadi ia memberikan dress cantik dengan tuxedo putih elegan sebagai pasangannya itu kepadaku, sebagai warisannya yang paling berharga sebelum ia meninggal, dan sebagai bentuk doanya untuk kebahagiaanku.

"Sungjae," panggilku pelan. Ia menghentikan jarinya yang sedang menelusuri jahitan benang emas cantik yang terbingkai di tudung putih sutra yang dikenakan oleh manekin itu.

"Sudah bangun? Apa kau baik-baik saja?" tanya Sungjae sambil membantuku bangkit dari tidurku dan bersandar pada bantal yang ditempatkannya tepat di belakang punggungku.

"Apa yang terjadi?" tanyaku heran mendapati diriku terbangun di kamar di waktu seperti ini. Baru pukul 15:05, ini baru beberapa menit dari waktu pulang sekolah tapi aku seolah sudah tertidur cukup lama.

"Tadi di sekolah kau pingsan lagi," Sungjae membantuku mengingat kejadian tadi. Ah ya. Aku tadi pingsan lagi di sekolah. Sudah biasa terjadi.

"Aku senang, Sungjae-ya," aku menjawab pertanyaan pertamanya tadi dengan mata berbinar. Kulihat Sungjae mengangkat alisnya. "Bagaimana bisa kau senang dalam kondisi seperti ini?" tanyanya bingung yang membuat senyum tipis tersungging di bibirku yang terasa kering.

"Kau lupa? Kata dokter, hidupku bisa berakhir kapan saja, penyakitku tidak tertolong lagi. Bisa membuka mata dan menyadari aku masih hidup, tidak ada hal yang lebih menyenangkan dari ini," aku menjelaskan dengan tenang seolah hanya membahas cuaca alih-alih topik berat tentang kematian. Lebih tepatnya kematianku sendiri. Ya hidupku memang sudah berada di penghujungnya karena penyakit yang kuderita. Aku mencoba untuk terlihat kuat, percuma bagiku meraung-raung dan menyalahkan keadaan, itu tidak akan merubah takdir. Jadi aku memutuskan mungkin lebih mudah kalau aku menikmatinya saja.

"Kau tahu, Sooyoung-ah, aku berharap kehidupanmu di atas sana nanti akan lebih bahagia dari sekarang," kata Sungjae tulus sambil menepuk tanganku.

"Kuharap juga begitu," sahutku sambil menerawang. Memiliki sahabat seperti Sungjae adalah satu dari ratusan hal yang harus kusyukuri. Sungjae mengerti bahwa aku tidak punya waktu lama. Ia paham bahwa aku mungkin tidak akan bisa bersamanya saat berkuliah nanti, atau bersikap galak kepada siapapun gadis yang akan dinikahinya karena aku tidak rela berbagi dirinya dengan siapapun lalu menjadi God Mother bagi anak-anaknya seperti impian kami di masa kecil, namun ia tidak menahanku untuk tinggal, karena ia tahu pasti akan berat bagiku bila ia bersikap seperti itu.

Wedding DressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang