PROLOG

719 60 29
                                    

TIFFANY ABELIA, gadis manis nan cantik berusia lima belas tahun itu baru saja pindah dari Bandung ke Jakarta atas permintaan sang bunda dan ayah yang memintanya untuk bertempat tinggal disana untuk sementara waktu karena masalah keluarga yang lumayan pelik. Meski begitu, seperti tokoh utama lainnya, dia sempurna. Wajah cantik, otak encer, tubuh bohai, dan juga kekayaan yang melimpah.

Tapi, ingatlah bahwa tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Begitupun dirinya, memanglah perempuan itu tampak sempurna dengan segala hal, tapi satu yang tidak pernah ia dapatkan semenjak lahir. Keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang. Tiffany tidak pernah mendapatkan hal itu, tidak akan pernah. Kelurganya selalu mendorongnya untuk seorang yang sempurna dengan segala aturan yang membelenggu. Dia bak dikurung dalam sangkar emas yang membuatnya lelah semakin hari, seolah hidup tidak berarti lagi.

Dia tidak mengenal kota Jakarta dengan baik, tentu karena dirinya tergolong sebagai orang baru. Maka, dia agak kesulitan ketika harus berangkat kesekolah. Dia salah jalan di hari pertamanya, hingga kelewatan tiga blok dari sekolah saking tidak tahunya dia tentang kota besar yang terlalu sumpek ini. Butuh waktu tiga puluh menit untuk menemukan sekolah dengan cara berlari dari blok ketiga itu. Tidak sampai telat memang. Tapi, hal itu tentu saja membuatnya kecewa karena tidak bisa memberikan kesan yang baik untuk sekolahnya yang baru. 

"Permisi pak, boleh tanya ruang guru?" Tanyanya pada seorang satpam yang tengah berjaga di depan gerbang sekolah yang sudah ditutup karena di sekolah ini, gerbang akan ditutup lima menit sebelum bel tansa masuk dibunyikan.

Satpam dengan kisaran usia lima puluh tahunan itu tersenyum ramah kepada Tiffany sebagai balasannya.

"Murid baru ya, nak?" Tanyanya kembali yang dibalas anggukkan dan senyuman yang sama hangatnya kepada satpam tua tersebut.

"Iya, pak."

"Ya sudah, mari."

Beliau membuka gerbang itu dan menunjukkan jalan menuju ruang guru. Selagi berjalan mengikuti pak satpam yang baik hati itu, Tiffany menoleh kekanan dan kekiri, mendeteksi sekolah barunya yang memanglah benar-benar mewah, seperti yang telah di katakan ayah sebelumnya.

"Ini, neng. Saya pamit dulu ya, takutnya ada anak bandel yang langsung masuk padahal udah telat."

"Oh iya, pak. Terimakasih."

Pak satpam itu tersenyum dan berjalan menjauh. Tiffany segera menghadap pintu tersebut. Belum sempat mengetok, seorang wanita berpakaian rapi tersenyum kearahnya.

"Tiffany ya? Silahkan masuk dulu, ibu perlu nyariin anak badung yang telat."

Perempuan itu hanya mengangguk dan membuka pintu ruangan itu perlahan. Masuk kedalamnya dan segera duduk di kursi yang menghadap kursi kosong lainnya yang ditengah-tengah dua kursi yang saling berhadapan itu terdapat sebuah meja cukup besar seperti ruangan-ruangan bk seperti sekolah lain.

Gadis itu menatap sekelilingnya. Tiba-tiba saja sebuah tangan memegang kakinya yang langsung membuatnya menjerit kaget.

"AAAAA!!!" Jeritnya lumayan keras.

Seorang laki-laki dengan seragam yang sama sekali tidak rapi, rambut yang terlalu panjang itu keluar dari kolong meja sambil meletakkan jari telunjuknya di bibir seolah menyuruh untuk diam.

"Sttt...diem!"

Tiffany segera membungkam mulutnya dengan tangan. Laki-laki itu tersenyum dan duduk di kursi tepat di depan Tiffany, kursinya guru dengan santai. Anak ini benar-benar tidak punya malu dan tata tertib.

"Kamu, Tiffany Abelia'kan?" Pertanyaan dari lelaki tanpa name tag itu membuat dahi Tiffany berkerut karena bingung.

"Tau darimana kalau aku Tiffany Abelia?"

"Ya taulah, gue kan peramal. Bukan peramal kayak dilan ya. Itu mah kampungan, kenalin dulu gue Sehun Sebastian."

Tiffany menatap tangan laki-laki yang seakan menunggu jabatannya itu dengan senyum kecil. Dia tidak ingin dicap sombong atau apapun. Inilah satu-satunya cara menimbulkan kesan yang baik dihari pertamanya. Jadi, dia membalas tangan yang terulur dengan senyuman.

Baru saja berjabat beberapa detik. Sehun segera membutuskan untuk melepasnya dan menatap kearah jendela dan menggerutu.

"Sial, setan wanita itu annoying banget lagi. Baiklah aku harus pergi, cantik. Kalau ada waktu pergi saja ke kelas sebelas ips 4, oke? Aku sedang tidak bisa berbincang. Ada empat setan neraka yang mengejarku. Dah!"

Laki-laki itu berlari dengan cepat keluar ruangan dan Tiffany hanya bisa berdiri serta tersenyum. Hari pertama yang begitu absurd tapi, bisa dipastikan kalau hal ini tidak akan terlupa olehnya.

Sehun Sebastian ya? Dia harus mengingat nama itu. Harus!

Tbc

Halo, gimana menurut kalian? Kalau bagus silahkan komen karena kalau responnya sedikit terpaksa saya hapus fict ini. Jadi, mohon ya kerjasamanya. Jangan siders soalnya ini akun yang membahas khusus hunfany pertama loh. Masa' dicuekin?

Tere LiyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang