Pesta Semalam Suntuk
Karya rifailla devi
.
kantuk sudah mati sejak tadi
dibunuh kopi dihabisi luas semesta
yang ada di genggaman
seseorang menyalakan kembang api (dalam pikiran) dengan mata bersinar dan gejolak retak
bocah-bocah berwajah pasaran
memenuhi jalanan, berdesak di pusat kota
dengan terompet, harapan serta kecemasan
yang disembunyikan di balik bulu mata,
di sisa waktu yang mengantuk, di dingin
yang amuk, di udara yang memaki dan mengutuk. Tak habisnya memelihara ketololan,
bersorak meneriakan kegembiraan serakah
sepertinya seseorang itu aku
bisa saja bukan aku. Bisa saja orang lain,
bisa jadi memang diriku
seperti halnya orang-orang,
ia menuliskan sebuah harapan
di runcing desember
; agar segala sesuatu yang hilang
dapat dikembalikan, termasuk kesempatan.
Kecuali waktu yang berlalu. Kecuali
kenangan pahit. Kecuali masa-masa sulit.
Kecuali kata-kata yang terlanjur terucap.
Kecuali kematian yang sempat ditangisi.
Kecuali seseorang yang sesungguhnya
ingin kembali tapi tak punya tempat
untuk ia kembali
kebyar merubuhkan kota-kota
yang dibangun dari lamunan panjang
satu orang, dua, tiga bahkan dari
angan-angan banyak orang dan
dari mimpi-mimpi yang dirampas suara
terompet serta bising kendaraan.
Kemudian almanak dan
jarum jam saling menuding
"kau akan segera mati dan digulung"
bisik jam pada almanak
yang entah bahagia atau bingung
dan rintik-rintik dari langit
tak berani mematahkan kutukan pawang hujan
sampai nanti malam habis
sampai tiba pagi bengis
sampai yang menumpuk di ubun
bukan lagi bilangan tahun
12/17
***
Selamat menempuh januari
jangan lupakan kewajiban menghirup udara
dan bernafas dengan lega
Hujan Di JendelaBERBINCANG DENGAN NYAMUK
Aku memilih jadi petani
agar para penyair tetap makan nasi
tidak makan puisi
aku memilih bercocok tanam
agar para seniman tetap makan buah
dan sayuran
tidak makan pikiran dan keterampilan
aku memilih jadi petani saja, kataku
pada nyamuk yang sedari tadi menunggu
kantuk datang kepadaku. Ia mengangguk-angguk berlagak mengerti
aku tahu
nyamuk tak pernah mencintai kelambu,
baygon serta kipas angin yang tak bosan memusing
nyamuk tertawa dan membisik ke telinga
"aku mencintai merah gincu yang memudar
bekas kecupan perempuan dengan gelas"
saat susah tidur begini
nyamuk begitu menyenangkan untuk
diajak berbincang-bincang,
bicara agak panjang
kataku,
aku memilih jadi petani
agar pemilik dan buruh pabrik tetap makan nasi
bukan menjilat limbah industri
lagi-lagi nyamuk tertawa
"aku tetap memilih jadi nyamuk agar
tak perlu repot-repot memikirkan sandang-pangan serta ekonomi yang main loncat tali"
katanya sambil pamit pergi
nyari makan yang bukan di restoran
12/2017
Rifailla devi
KAMU SEDANG MEMBACA
puisi ruang sepetak dan jendela
Poetryapakah yang ditinggalkan waktu? senja pucat berbisik pada capung, pada burung, pada daun jatuh, pada tapak kaki yang berjejer di tepi pagar besi "ia adalah sesuatu yang ingin tetap tinggal" kemudian hujan jatuh pelan-pelan menghapus jejak petani di...