00. Prolog

88 7 0
                                    

Sepuluh tahun yang lalu...

Seorang pria berpakaian mewah bak Raja dengan jubah panjang berwarna putih berjalan masuk menuju gerbang istana miliknya yang terbuka lebar. Sekiranya ada dua orang pengawal yang mengekor di belakang. Seluruh penghuni istananya berbaris dengan rapi sepanjang jalan untuk memberi hormat atas kedatangan pemimpin mereka.

"Yang Mulia! Hamba ingin memberi kabar gembira!" ujar seorang pengawal dengan badan membungkuk.

Pria yang selalu dipuja-puja oleh rakyatnya ini menghentikan langkahnya. "Kabar apa yang kau bawa?"

"Ratu telah melahirkan seorang bayi perempuan, Yang Mulia," jawab pengawal itu, lalu membungkukkan badannya kembali.

Sorot mata yang sangat menenangkan itu berbinar. "Benarkah? Dimana mereka sekarang?"

"Mari saya antar, Yang Mulia."

Suara tangis bayi semakin terdengar jelas dari dalam kamar megah milik istana ini. Setelah pengawalnya membukakan pintu, Sang Raja segera masuk ke dalam dan melihat istrinya sedang berbaring lemah. Seorang wanita paruh baya menghampiri Sang Raja dengan bayi perempuan di dalam gendongannya.

"Selamat, Yang Mulia. Anak anda tampak sangat cantik seperti Ibunya," ujarnya dengan senyum yang sulit diartikan.

"Terima kasih, Nyonya Erlen. Anakmu juga tak kalah cantik. Mereka punya iris mata yang sama ternyata," balas Sang Raja tertawa kecil.

"Kau benar, Yang Mulia. Aku bahkan baru menyadarinya."

Sudah dua minggu berlalu. Putri mereka tumbuh dengan sehat. Raja Alex dan Ratu Alice begitu menyayangi putrinya, Alexandra Cathrina. Mereka selalu ingin merawatnya setiap hari, walaupun memiliki puluhan pelayan wanita di istana.

Sebuah ketukan muncul dari luar kamar. Salah satu pengawalnya masuk setelah dipersilahkan.

"Apa yang ingin kau sampaikan?" tanya Raja padanya.

"Sebelumnya saya mohon maaf telah lancang masuk ke dalam ruangan ini, Yang Mulia. Raja Ellos barusan mengundang Raja dan Ratu untuk jamuan pesta sebagai perayaan ulang tahun kerajaannya besok, Yang Mulia."

Raja tampak berpikir sejenak. Lalu menatap istrinya yang dibalas dengan anggukan kecil.

"Baiklah, kabari mereka bahwa aku dan istriku akan menghadirinya. Kau boleh pergi," jawabnya tegas.

"Baik, Yang Mulia."

×××

Keesokan harinya, Raja dan Ratu telah menaiki kapal besar milik kerajaan yang masih mengambang di dekat dermaga. Seluruh rakyat melambaikan tangannya ketika kapal besar itu bergerak menjauh dari dermaga. Perjalanan menuju tempat Raja Ellos membutuhkan waktu setengah hari, jadi mereka akan sampai disana tepat sore hari sebelum acara makan malam dimulai.

Raja dan Ratu memberi kepercayaan untuk mengurus putrinya sementara kepada Nyonya Erlen, wanita paruh baya yang sudah puluhan tahun bekerja di istana sebagai penasehat. Kemungkinan besok siang Raja dan Ratu baru sampai di istana. Jadi, wanita itulah yang memiliki kewajiban mengurus Alexandra sementara waktu.

"Sekarang enaknya aku apakan, ya? Mencekikmu hingga tewas lalu memalsukan kejadian?" ucap Nyonya Erlen yang sedang menggendong Alexandra. Tentu saja bayi itu belum bisa berbicara.

"...atau membuangmu ke tempat dimana kau tidak akan pernah tahu bahwa kau adalah seorang putri?" lanjutnya sembari tertawa mengerikan.

Entah apa yang ada dalam pikirannya, berusaha mengobrol dengan bayi yang berdiri saja belum bisa.

"Sepertinya akan menarik jika kau dibuang, lalu aku akan memalsukan identitas anakku sebagai dirimu. Semua orang bahkan tidak akan menyadarinya karena kalian memiliki iris mata yang serupa. Dengan begitu aku akan mengambil alih seluruh harta dan kekuasaan mereka, hahaha... "

Matanya menatap iba. Seolah merasa kasihan dengan nasib yang akan di derita bayi tak berdosa itu. "Lagipula orang tuamu akan mati tenggelam sebentar lagi karena aku telah merusak bagian mesin kapalnya. Oh, betapa cerdasnya dirimu, Erlen."

Esok hari telah tiba namun sang fajar belum memunculkan dirinya. Seorang wanita paruh baya berpakaian mantel hitam berjalan mengendap-endap keluar dari istana. Secepat mungkin berjalan tanpa menimbulkan suara. Ia telah sampai pada tujuannya. Tanganya meletakkan sebuah keranjang diatas aliran sungai yang deras. Suara tangis bayi terdengar di telinganya.

"Selamat tinggal, Alexandra... "

Upacara pemakaman Raja dan Ratu dilakukan di halaman istana, dengan jasad yang tidak pernah ditemukan wujudnya. Seluruh orang yang menyaksikan menangis termasuk wanita itu. Ya, dia yang sangat pandai bersandiwara di depan orang banyak. Setelah selesai berdoa, para rakyat memberi hormat kepada bayi yang berada dalam gendongan Erlen. Wanita itu tersenyum penuh kemenangan. Sekarang ia dan juga putrinya akan menguasai kerajaan besar ini.

Ini karyaku yang kedua. Semoga kalian suka! Jumpa lagi, bye~~

Princess tomorrow, Explorer today [HIATUS] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang