1

57 5 0
                                    

Yoona pov

"Tidak!"

Aku duduk di pojok dinding kamarku sambil memeluk lututku dan menjambak rambutku sendiri.

Aku sangat despresi.

"Meow"

Jendela kamarku terbuka dan seekor kucing calico masuk ke dalam kamarku. Kucing itu bermanja-manja di kakiku, dan aku merasa lebih tenang.

Aku menggendong kucing calico itu dan tersenyum.

"Kamu sangat kotor, aku harus memandikanmu sebentar. Jangan takut air ya?" Monologku.

Aku membawa kucing itu ke kamar mandi lalu mulai memandikannya dengan hati-hati.

Selesai memandikannya, aku segera mengelap bulu kucing itu dan mengeringkannya dengan hair dryer.

"Dari mana asalmu kucing? Jika aku memeliharamu apakah salah? Sepertinya tidak. Bagaimana kalau namamu... vitae? Sepertinya nama yang bagus" monologku pada kucing sambil tersenyum.

Entah kenapa, setelah kehadiran kucing ini aku merasa menjadi tenang.

Kucing calico. Jenis ini dinamakan calico kerena bulunya yang memiliki 3 warna. Masyarakat Jepang percaya, kucing calico adalah kucing pembawa keberuntungan.

Kebanyakan kucing calico ini adalah betina, sedangkan vitae adalah jantan. Aku kahwatir. Dikabarkan jika ada kucing calico jantan berarti kucing itu cacat. Kucing jantan lahir karena kelainan. Maka jika ada induk kucing yang melahirkan kucing calico jantan, pasti induk kucing itu akan memakannya saat dia masih kecil.

Itu bertujuan supaya hidup kucing jantan kedepannya tidak sengsara dengan kecacatannya.

Lalu... bagaimana dengan vitae? Apakah dia cacat?

Aku segera memeriksa keadaan vitae. Dan sepertinya dia baik-baik saja.

...

Sinar mata hari pagi memasuki kamarku lewat jendela, dan itu mengusik tidurku. Aku bangun dan meregangkan ototku.

"Meow"

Vitae naik ke ranjangku lalu duduk di pangkuanku dan bermanja-manja di sana.

"Kamu imut sekali vitae!" Aku mencubit pipinya dan mengelus bulunya.

Aku menengok jam yang ada di kamarku. 06:17

Aku segera bangun berjalan ke dapur sambil menggendong vitae.

Aku membuat sarapan untukku pagi ini dan juga untuk vitae.

...

Sekarang aku sudah siap untuk kesekolah dengan seragam lengkap.

Saat aku mulai keluar rumah,

"Meow"

Vitae mengikutiku dari belakang.

Tin Tin!!

Srek!

Hampir saja vitae tertumbur mobil, dan untungnya aku dengan sigap menangkapnya.

"Vitae, kenapa kamu ikut aku? Aku akan mengantarkanmu ke rumah. Disini bahaya"

Aku berjalan kembali menuju rumahku.

...

"Vitae, jangan coba-coba untuk keluar rumah ya? Itu sangat bahaya bagi kamu. Tetaplah di dalam rumah saat aku pergi, ok?"

Vitae duduk mendengarkan dan aku mengelus kepalanya.

"Sekarang aku harus sekolah, bye"

Vitae masih duduk sambil menatapku yang berlari keluar rumah.

...

Aku sampai sekolah tepat pada jam 07:03. Ini memang sangat pagi, bahkan sekolah masih sangat sepi.

Aku berjalan menaiki tangga menuju kelasku di lantai 3.

Aku memakai biasiswa untuk bersekolah karena aku adalah anak yatimpiatu.

Ibu dan ayahku meninggal saat aku berumur 15 tahun, maka aku selalu bekerja paruh waktu untuk kebutuhan hidupku.

Sesampainya di lantai tiga, aku segera menuju kelasku. 3-2.

Aku duduk di bangkuku yang berada di pojok kanan belakang.

Aku membongkar isi tasku dan segera membaca buku "math".

"Hahaha, ide bagus untuk si killer yang datang pada pagi hari" ucap 3 orang siswi yang memasuki kelasku.

Aku hanya pura-pura tidak mendengar mereka dan melanjutkan kegiatanku membaca buku.

"Siapa lagi kira-kira yang akan dia bunuh?"

"Sesudah anak kepala yayasan. Emmm, mungkin dia akan membunuh kepala yayasan. Hahahhaha"

Seperti itulah bisikan para siswi tadi sambil tertawa dan mekihatku.

...

"Kau kan yang membunuh Koya!?" Bentak pak kepala yayasan.

Sekarang aku sedang duduk di ruangan kepala yayasan dan berhadapan dengannya.

"Aku tidak membunuhnya" suaraku gemetar bahkan air mataku hampir tumpah.

"Jawab dengan jujur! Kau kan yang membunuh putriku!?"

"Ak-aku tidak mem-mem-bunuhnya" air mataku tumpah dan aku menangis tersedu-sedu di depan pak kepala yayasan.

"Ayo jawab dengan jujur! Atau biasiswamu akan ku cabut!"

"Hiks hiks. Jika ak-aku jawab dengan ju-jujur, apa yang ku dapat?"

"Kau bisa sekolah dengan tenang disini, dan aku tidak akan mencabut biasiswamu"

...

"Akh!"

Teriakku sambil membanting pintu.

Aku menyesal karena berbicara kepada pak kepala yayasan.

Karena aku selalu memikirkan itu di jalan, aku bahkan tak sadar tadi ada batu di depanku. Aku tersandung batu dan berakhir dengan lututku yang luka.

"Meow"

Vitae berlari ke arahku dan bermanja-manja di kakiku. Seketika aku merasa tenang.

Aku berjongkok dan mengelus bulu vitae dengan kasih sayang.

"Apa kamu lapar? Ayo kita makan!"

Aku segera menggendong vitae menuju dapur.

thank you for reading🙇
please wait for the rest...

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang