Pagi, 26 maret 2017.Gue gak tau apa yang terjadi di rumah bu anjani, apakah tadi malam terjadi razia bandar nakorba atau razia penyelundupan senjata tajam? Entahlah, yang jelas pagi itu rumah keluarga ibu anjani benar-benar kacau.
Seperti ada pengeledahan paksa dirumahnya, sehingga membuat semua perabotan rumah tangga mereka berantakan. Tv, sofa, lemari baju, lemari piring, dan juga mainan-mainan anaknya berserakan dihalaman rumah mereka. Kejadian ini pun tentu saja menjadi pusat perhatian warga komplek terutama keluarga gue.
Waktu itu, gue berdiri tepat disamping bu Anjani dan saat itu pula gue ngerasa ada keganjalan didiri beliau. Sorotan matanya terlihat ketakutan dan tangannya selalu didekap erat-erat. selain itu, suami yang biasanya setia bersama bu anjani tidak terlihat sama sekali. gue ingin memberanikan diri bertanya, tapi kelihatannya ibu anjani sedang tidak bisa diajak berkomunikasi, lalu gue putuskan untuk mendekati kedua anaknya.
Anak-anak ibu anjani berdiri persis didepannya, hanya berjarak kurang lebih 3 langkah dari beliau, gue pun tanpa ragu melangkah pasti dan berjalan perlahan menuju anak-anak itu. Namun, saat gue mulai mendekati mereka, ibu anjani langsung menarik mereka dan memeluknya dengan erat. Tetsan air mata langsung menurun deras dimata bu Anjani, tubuhnya gemetar namun tetap berusaha menenagkan anaknya dengan pelukan itu. Hal ini justru membuat firasat gue semakin memperburuk rasa penasaran ini.
“Bu, kenapa Bapaknya gak kelihatan?”. Gue bertanya dengan menampilkan ekspresi penasaran dan keluguan yang haqiqi. Pertanyaan bodoh itu berhasil keluar dari mulut gue yang sama sekali tidak bisa dikendalikan, dan jawaban yang gue dapatkan hanya kebisuan. ibu anjani hanya menatap ku tajam dan semakin memeluk erat kedua anaknya, jujur gue bingung harus bertindak apa.
hanya menunjuk kearah gundukan tanah dibawah pohon mangga berada persis diperbatasan rumah gue dan rumah bu anajani.Gue bingung sekaligus ngeri apa yang dimaksud ibu ini, mungkinkah suaminya... atau mungkinkah gundukan tanah itu.... selagi gue sibuk dengan hayalan dan pikiran yang mustahil ini, tiba-tiba mama berteriak.
“Ahhhhh!!!”. teriakan mama menarik ku untuk cepat-cepat menghamipirinya.
“ Kenapa ma?”
“Dekkk ituuu”. Mama menunjuk ke gundukan tanah yang tadinya diperlihatkan ibu anjani ke gue, dan dengan begonya gue langsung menoleh ke gundukan tanah itu tanpa menanyakan apa yang mama lihat terlebih dahulu. Kemudian kalian tau apa yang terjadi setelahnya? gue pingsan, literally pingsan tepat saat gue lihat gundukan tanah itu. entah apa yang gue lihat, gue sama sekali gak bisa ingat apa yang terjadi tadi pagi dan bagaimana proses gue bisa berada di rumah setelah gue bangun, gue sama sekali gak tau.Sementara gue masih bingung dan mempertanyakan apa yang terjadi tadi pagi, gue dengar kabar kalau ibu anjani beserta keluarga sudah pindah dari rumah itu.
Malam ini gue mengenakan pakaian tidur lengkap dengan peralatannya, menuruni tangga rumah dan mencoba bergabung dengan perkumpulan gosip ibu-ibu yang sedang berlangsung di ruang tengah.
“eh, kep sudah baikan kamu teh?”. Tanya ibu thea yang sedari tadi menyadari kehadiran gue, kemudian gue balas dengan senyuman kecil dan agukan kecil yang cukup memberikan jawaban. Tak jauh dari keberadaan bu thea, berdirilah sosok wanita cantik dengan tahi lalat khas di pangkal hidungnya, dan wanita itu adalah mama gue.
“ Dek, kok malah turun sih”. Katanya sambil berjalan menuntun gue ke sofa. Dirumah, gue dipanggil adek karena emang gue anak paling bontot dari 3 bersaudara dikeluarga ini, dan pastinya paling disayang karena gue adalah anak terbaik haha. Enggak deng, gue paling disayang karena semua kakak gue cowok dan mereka semua sekarang udah nikah, jadi jangan harap gue bakal ceritain tentang kakak-kakak gue.
“ it's okay ma, adek udah baikan kok”. Gue jawab dengan tatapan pasti.
“Atuhlah, itu si ibu anjani teh ngerakeun kompleks ini pisan ya”. Artinya kurang lebih seperti ini (Ya ampunn, itu si ibu anjani malu-maluin kompelks ini banget ya). Ucap ibu thea yang memulai pembicaraan kembali.
“ iya loh jeng, hemm kalo saya tau ya latar belakangnya dia dari dulu udah saya usir itu perempuan”. Sahut ibu yani, yang kemudian ditimpali dengan cerita panjang dari bu shinta.
“Gini ya, sewaktu pertama kali si anjani nanya ke saya dimana rumah huni yang lagi kosong. Itu penampilannya udah mencurigakan banget deh ibu-ibu. Dia pakek kalung emas yang sebesar gelang karet, rambutnya disanggul kayak orang-orang habis menikah gitu, dan anehnya lagi di selalu bawa-bawa koper yang biasanya tempat nyimpen uang itu ibu-ibu.”
“Eh shinta, sudah kau tanyakan lagi apa isi kopernya?”. Tanya ibu Bertha memastikan.
“ Sudah ibu bertha, dan dia jawab itu isinya memang uang. Kayak gini dia bilang “ isinya cuman uang 2M sama berlian kecil doang kok bu, mau sekalian bayar tunai rumah kalau ada yang cocok”. Gitu bu katanya”. Jawab ibu shinta sambil menirukan gaya bicara sedikit ke baratan yang kemungkinan mirip ibu anjani.
“Astaga, segitunya ya bu”. Dengan suara yang pelan dan reaksi datarnya, mama gue ikut andil dalam perbincangan ini.
“Busett, 2M banget nih. Sombong amat tu perempuan, duit haram aje bangga amat”. Timpal ibu Hesti yang semakin membuat ramai perbincangan dan semakin panjang. Dari semua omongan ibu-ibu yang gue denger, gue dapat menyimpulkan kisah si ibu Anjani seperti ini.
Ibu anjani, dulu bekerja di salah satu industri pabrik swasta sebagai salesman biasa tapi bedanya ibu anjani adalah sosok pekerja keras dan ia selalu percaya pada misi yang ia punya. Well, menurut gue itu sisi baiknya.
Lalu tibalah dimana saat dia pertama kali bertemu seorang wanita metropolitan yang mengajaknya makan malam, dan tanpa basa-basi pun si ibu anjani mengiyakan ajakan tersebut. Disinilah “dunia malam” ibu anjani dimulai, melalui pertemuan itu, ia mendapatkan sebuah pekerjaan yang sangat mudah dan menjanjikan menurutnya. Gue gak bakal sebutin namanya, intinya pekerjaan ini memiliki sistem yang mirip dengan sistem PSK lainnya, tapi bedanya si pekerja akan dibeli sebagai partner rumah tangga. Dengan kata lain pekerja akan menganggap ia sedang membangun sebuah keluarga meskipun tidak adanya pernikahan.
Pekerjaan ini tentu lebih mahal bayarnnya, karena dipakai jangka panjang dan jika si pekerja memiliki anak atau hamil. Si pelanggan lah yang bebas menentukan apakah anak itu akan hidup dan berkembang atau sebaliknya. Ibu anjani sendiri dikabarkan sudah memiliki 5 pelanggan setia termasuk suaminya yang sering kali gue lihat. 4 diantaranya lebih memilih untuk menghentikan perkembangan sang anak atau mengugurkan kandungan, dan yang satunya lagi memilih untuk mengurus anak tersebut.
Pelanggan inilah yang selama ini tinggal di samping rumah gue, dan pelanggan ini juga yang jasatnya berada digundukan tanah itu.
--ooo--