BAB 1 DETEKTIF

329 12 1
                                    

"Rajiv, Panggil aku Tuan Haji... Haji Jamal, aku seorang penyelidik partikelir yang ditugaskan oleh Kepolisian Republik Indonesia,"Uhuk uhuk.." Suaranya terdengar berfrekuensi rendah, ia batuk-batuk sambil mengepulkan asap rokok mengeluarkan aroma tembakau menusuk hidung dan menekan laring di belakang mulut, terlihat sebatang rokok yang ia letakkan di antara telunjuk dan jari tengah tangan kanannya. Inspektur Rajiv yang berada dihadapannya tersenyum, ia tahu bahwa pria berusia lima puluh empat tahun itu sedang bersandiwara. "Kau Rajiv dari bagian pembunuhan kan ?" Sahut Jamal. Ia kembali menghembuskan asap rokoknya keluar dari bibirnya yang monyong mengenakan kacamata baca bentuknya segi empat persegi panjang, ukuran dua kali empat sentimeter persegi panjang yang menempel nyaris jatuh di ujung hidungnya -bergerak-gerak naik turun sambil menghembuskan nafasnya. "hmmmhss."- hembusan itu membunuh daya tarik Inspektur Rajiv yang baru saja datang dari kantornya di Kantor Polisi Daerah Jawa Timur. Pagi tadi ia berjumpa Kapolda yang menugaskan dirinya menemui Haji Jamal di rumahnya di kawasan Jalan Darmo Kali. Ia segera berangkat meskipun tidak terlalu jauh dari kantornya ia bisa merasakan mobil bututnya harus kena macet di depan Taman Bungkul, dan mendadak sekarang ia harus menahan diri dan bersikap hormat pada pria yang ditunjuk oleh atasannya tersebut.

"Jadi kau mau kupanggil siapa, Rajiv,...inspektur atau komandan, pak atau kamerad, kawan, atau bung. Dulu kira-kira setelah tahun 1945 panggilan kamerad asing ditelinga rakyat, tapi menarik di dengar. Setelah tahun 1965 kamerad identik dengan Uni Sovyet dan Partai Komunis Indonesia, sekarang di jaman milenial tahun 2018, hmm entahlah masyarakat sudah berubah sekarang,....... jadi apakah kau mau kupanggil kamerad Rajiv atau kawan Rajiv ? Hehe, atau apakah kau mau sarapan dulu?" Tanya Haji Jamal sepertinya itu rutinitas tamu yang datang kesana.

"Eh,...ya aku sudah sarapan tadi ." Sahut Inspektur Rajiv. Haji Jamal segera berdiri di ruang tamu, ia mengenakan sarung berwarna hijau tua bermotif kotak-kotak, kemeja koko warna putih yang memiliki kancing di bagian tengah tertutup lapisan kain dan peci hitam." Tubuhnya yang gempal tinggi besar duduk disebuah kursi sofa di teras rumahnya yang dipenuhi tanaman, Soka, Wijayakusuma di halaman depan sebuah pohon mangga yang rindang buahnya menggantung berwarna hijau, dari samping sebelah kanan garasi mobil terdengar suara burung perkutut sesekali bersahut-sahutan menemani percakapan antara dua orang itu.

Dua buah cangkir teh, sepotong kue bolu dan toples berisi biskuit tersaji di depan mereka."Tidak terimakasih Tuan." Sahut Rajiv. "Anda dapat salam dari Kapolda dan permohonan maaf bahwa beliau tidak bisa berkunjung." Rajiv menghela nafasnya ia merasa tubuhnya gerah terkena cuaca kota Surabaya, waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi tapi terik matahari diikuti hawa panas sepertinya menunjukkan pukul dua belas siang.

"Terimakasih tapi...huh,...aku tak suka pimpinanmu itu masih saja berpikiran aku menggunakan metodologi klenik, mistik bahkan bantuan jin untuk menyelesaikan kasus-kasusku. ....Dasar, asal kau tahu Kapolda semprul itu mengirimkan aku burung perkutut...!" Haji Jamal berdiri, ia bangkit dari kursinya. "Lihat foto ini Rajiv, foto ketika aku mendapat penghargaan dari Kapolri dan Kapolda, sepertinya kau belum bertugas disini kan." Rajiv menatap sebuah foto tergantung di dinding, ia melihat Haji Jamal menerima sebuah plakat dari seornag perwira polisi yang membawa tongkat komando. Sepertinya itu Kapolda sebelumnya. "Ya aku masih pendidikan mungkin ketika itu."

"Jadi kau masih anak muda, jadi aku berurusan dengan pemula......Hei, asal kau tahu saja aku bukan penggemar burung perkutut !" Haji Jamal melanjutkan. "Barangkali kau berencana memberikan aku kenang-kenangan kelak jika kasus ini selesai." Inspektur Rajiv menekan perut bagian bawahnya, ia berusaha menahan gelak tawa yang sejak tadi ia tahan di bagian belakang tenggoroknya. "Kau dengar Rajiv,...baiklah tunggu sebentar aku ganti baju." Haji Jamal masuk ke dalam kamar, mengganti seluruh pakaiannya dengan sebuah kemeja lengan pendek warna cokelat tua dan celana panjang kain berwarna hitam. Ia menyisir rambutnya ke arah kanan. Kulitnya berwarna cokelat tua, hidungnya pesek seperti orang asia, wajahnya lebar dan di lehernya terlihat tumpukan lapisan lemak. Senyumnya lebar dan giginya putih, matanya cenderung sipit karena tertutup lemak di kelopak bagian atas. Wajahnya terlihat jenaka, membuat siapa saja yang menatapnya ingin bercanda dengan Haji Jamal.

1,2,3...Pembunuh AlkemisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang