Walau Berbulu Rontok

28 0 0
                                    

Aku buronan kemuliaan. Bukan apapun, kecuali seekor aves. Seekor aves tanpa apapun selain bulunya. Seekor aves yang cukup lancang untuk hanya menarik nafas di waktunya sendiri. Seekor aves yang puas dengan kesenangan bersalahnya. Makhluk tak tahu sopan santun!

Aku lancang, aku panggil ini penjara. Perutku tak diisi, kakiku tak dilepas, mataku tak dilihatkan cahaya luar.

Walau itu, aku berlari dan lompat dengan kaki kurus dan lemahku, lalu mengangkat sayap rontokku dan mengepaknya dengan tenaga yang kupunya. Itu bukan perjuangan yang mulia. Kau seharusnya diam menuruti. Namun aku tak peduli, walau ekor buluku penuh dosa jadinya!

Manusia mengajak ngobrolku. Tak jijik ia mendekatku. Bilang dia aneh, tapi aku bersyukur. Jauh kita bersuara, teman jadinya. Senang aku. Senang aku kabur dari penjara. Walau senang itu, akan dibakar buluku. Dipanggang, dijual dagingku. Orang pikir aku berdosa karena aku bergaul. Orang berpikir aku berdosa karena aku mencoba buah khuldi. Tentu, bukan. Aku berdosa karena aku kabur dari penjara itu. Jangan.

Namun, tak bisa ku bohongi. Senang aku, bermain di area luar akal. Area luar akal, dimana makhluk tak berhenti mengucurkan darah. Darah neraka, darah surga. Kepala mereka berantakan, semuanya. Ada yang kaki tiga, ada yang mulut lima. Kebanyakan berbelit-belit daging dan kulitnya. Namun, tak bisa ku bohongi. Senang aku, bermain di area luar akal.

Badanku makin rapuh. Otakku makin gila. Bila ini hukumannya, ini makin ampuh. Di laut asin dipenuhi ikan nila. Tambah yakinku, ini hukuman yang diperkirakan. Karena lagi, hukumannya tak bisa dihindarkan.

Namun, tak bisa kubohongi. Ini kesenangan bersalahku. Mau tak mau. Tapi aku defensif. Apakah salah ini 'salah'? Apakah dosa ini 'dosa'?

Namun, tak bisa kubohongi. Walau seluruh buluku dibakar di Gehenna. Walau aku berlari dari surga. Ini suciku. Senang betul, aku.

Arkeopteryx LancangWhere stories live. Discover now