(Pernah) Berharga

9 0 0
                                    

"Karena mencintai berarti berjuang, mencintai berarti melangkah, mencintai berarti berusaha,
Mencintai berarti belajar menjadi pribadi yang lebih kuat.. "

          

         Tiga belas, empat belas.. Sejak enam bulan lalu.. Kurasa angka itu menjadi angka paling tidak ingin kudengar..Paling tidak ingin aku jumpai meski mustahil. Tiap kali berpapasan dengan mereka, akan ada retakan parah disini, akan ada sesuatu yang runtuh hingga tak terbentuk disini, akan ada sesak... Yang paling tidak ingin kujumpa disini.

       Sesak itu kamu. Sesak itu tentang kamu. Seseorang yang pernah meraih tangan gemetar ku dan berjuang bersama sebelum akhirnya memutuskan meraih tangan lainnya.. Untuk berjuang bersamanya dengan mimpi baru, kurasa. Tidak ada, sungguh tidak ada niat untuk menjadi pribadi lemah seperti ini, jangankan kamu, aku pun membenci 'aku'  yang selemah dan sebodoh ini hanya karena sebilah pisau yang kamu tanam disini.

         Hanya saja, tiap kali secara tidak sengaja melihatnya, rasa sesak yang selalu berusaha aku sembunyikan tiba tiba saja memberontak berkumpul dititik yang sama.. memaksaku mengingat kembali peristiwa terpahit dalam hidupku yang sampai saat ini, aku ragu luka tersebut sudah benar pulih atau belum.  Tanggal tiga belas hari kembalinya kamu dengan dia dibelakangku... Esoknya Empat belas juni, kamu memutuskan untuk membuangku agar bisa bahagia bersamanya...  Tak peduli sekeras apa aku memohon, kamu tetap tidak tergerak dan lebih memilih membuang semua mimpi itu kearahku dan lari begitu saja. 
 
 

      Jika bukan karena sebuah tanggung jawab, mungkin telah lama kewarasanku pergi entah kemana.

        Hingga kini, kepergian kamu masih tak mampu kupercaya sepenuhnya. Pamitnya kamu menjadi hal paling sulit tuk keterima meski hanya untuk beberapa saat saja. Seolah runtuh, pagi itu.. Empat belas juni.. Semua mimpi juga hal hal indah yang pernah ingin kucapai lenyap begitu saja. Kufikir kamu akan memperjuangkan aku seperti kamu memperjuangkan dirinya tak peduli saat memperjuangkan dirinya ada aku yang kamu injak dibawah kakimu. Tak peduli ada aku yang tercekik jutaan sesak tanpa wujud disini.

          Tapi kenyataan memang tak pernah seindah angan-angan, jangankan berjuang untukku, melihat kearahku saja kamu tidak mampu, seolah yang pernah terjadi diantara kita hanyalah kumpulan moment tidak sengaja yang kamu jalankan hanya demi mengisi kekosongan sambil menunggu dia kembali. Tatapan itu? Genggaman hangat itu?... Entah.. Hanya kamu sendiri yang tau.

          Bagaimana kabarmu?  Apa kabar? Bagaimana maag-mu?  Bagaimana kabar ibu-mu? Bagaimana keadaan mu?  Dan bagaimana bagaimana lainnya yang hanya berujung tersimpan sebagai draft di ponselku. Katakanlah aku idiot. Idiot yang tetap merindu saat orang lain diposisiku pasti memilih menoleh kearah lain dan menyumpahi kamu. Apa aku satu satunya yang mencintai kamu dengan sungguh-sungguh disini? Apa aku satu-satunya yang serius menyebut namamu dalam tiap sujudku disini? Apa aku satu-satunya yang tetap merindukan kamu ditiap detik yang kupunya disini? Sepertinya iya, aku berharap kamu berbohong tuk menghiburku pun tak mungkin kamu lakukan bukan? Karena bagi kamu, yang terpenting saat ini adalah cara bagaimana kamu membahagiakan dia... Aku bukan lagi siapa-siapa untuk kamu, aku bukan lagi seseorang untuk kamu, aku bukan lagi sesuatu yang pernah kamu anggap berharga... Aku hanya bagian kesalahan dihidup kamu.

      Dan yang lebih bodoh lagi.. Aku masih saja menulis jutaan frasa disini.  Berharap kamu paham sakitnya hatiku. Berharap kamu meski sekali saja menengok setumpuk sesak disini disini, yang masih kusebut rindu.

       

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 15, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rindu Yang Tak Bisa BerlabuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang