That Eyes... (Greyson Chance Love Story)

37 3 0
                                    

“Ini semua salahmu!! Kau memang tidak pernah berguna di keluarga ini!!” teriak Bibi Monna dalam tangisnya menggemakan lorong ini sehingga orang-orang yang sedang melintas sudah pasti mengarahkan matanya pada kami, sementara Paman Danny mencegatnya mendekatiku.

“Sial, itulah yang selalu terjadi pada kami setelah kau dilahirkan. Memang angka sembilan adalah istimewa bagimu tapi tidak bagi kami. Kau lahir, seakan tornado datang dan memberitahuku bahwa kau yang memanggilnya. Enyahlah kau. Aku sudah muak melihat sikap manismu itu. Kau hanya bisa membawa sial!!” teriaknya semakin menjadi. Aku tak bisa menahan air mataku karenanya. Kulihat, Tale hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Entah dia sedang mengasihaniku atau hanya heran melihat apa yang sudah kulakukan. Katniss hanya bisa menggigit jarinya, mungkin dia tak bisa menolongku kali ini. Karena tak terlihat keinginan itu dari wajahnya. Cihh, sepupu macam apa mereka. Kupikir, mereka lebih tidak ada gunanya daripada aku.

Aku tak menghiraukan keluarga itu lagi. Lekas kulangkahkan kakiku cepat keluar dari rumah sakit ini sedang tanganku tak henti-hentinya mengusap air mata yang terlanjur kukeluarkan karena perkataan wanita ‘jalang’ tadi. Ya, aku berani menyebutnya ‘jalang’ karena dia sudah mengataiku seperti itu. Segera kumasuki taxi yang telah kucegat di jalanan yang mulai sepi karena malam yang semakin larut. Dan kusuruh dia membawaku ke alamat yang kuberikan.

Perkataannya tadi sungguh tak habis kupikir. Sepertinya dia tak tahan untuk mengatakan itu sedari dulu. Tapi kenapa?? Kenapa dia menyebutku pembawa sial, aku sama sekali tak melakukan apapun saat itu. Bahkan, jika aku berniat untuk melakukannya, pasti akan kuurungkan karena dia adalah ibuku sendiri.

Semua itu masih terngiang, melayang-layang di pikiranku. Kuusap benda cair dingin yang menetes di pipiku. Dan kembali melanjutkan sikap ramahku pada pengunjung.

“Hey, nona. Perhatikanlah jika pembelimu memesan. Jangan memandangi celemekmu saja. Memang kau kira, aku kesini hanya untuk memandangi lamunanmu saja?”

“Maaf, tuan. Saya sedang tidak enak badan” kataku mencoba mencari alasan

“Itu bukan urusanku”

“Jadi, anda pesan apa?”

“Sudah kutulis pesananku di celemekmu. Bahkan, kau tak menyadarinya. Hahahaha” meledaklah tawa pria gendut berkepala plontos itu, disambut dengan ledakan tawa lain dari teman-teman satu mejanya. Tanganku membentuk genggaman yang mengisyaratkan kegeramanku padanya. Aku tak bisa berbuat apapun, selain meninggalkannya ke dapur dan mengumpat habis-habisan dalam hati.

“Ini pesanan meja nomor 8” kataku dengan malas sambil memperlihatkan celemekku pada Ades

“Apa kau sudah tergila-gila dengan pria gendut itu? Sampai menyuruhnya menulis semua yang dia pesan di celemekmu?” katanya terkekeh sambil menata garnish di makanannya

“Sudahlah, aku tak menginginkan leluconmu itu sekarang” kataku sambil melepas celemek yang bertuliskan semua pesanan pria gendut itu dan segera menggantinya dengan yang baru. Untung saja Joanne tidak masuk hari ini. Jika iya, mungkin aku akan ditertawakan setiap orang yang ada di resto ini setelah aku keluar dari dapur

“Memangnya kau kenapa?” tanyanya lagi

“Tidak, aku hanya sedang tak enak badan” jawabku sambil melihatnya mengelap pinggiran piring yang akan disajikan

“Benarkah?” tanyanya heran sambil menyentuh dahiku dengan punggung tangannya

“Iya, Dr. Torrance. Dia menderita demam tinggi karenamu” sela Rose dengan tawa kecilnya tanpa memalingkan muka dan fokus pada apa yang sedang ia goreng

“Diamlah kau Ms. Fringer” pelototku padanya dan memalingkan mukaku kembali pada Ades

“Hey, aku baik-baik saja Addie. Tidak usah berlebihan. Nanti tuan putri Rose akan menghajarku habis-habisan di jalan pulang nanti”

That Eyes... (Greyson Chance Love Story)Where stories live. Discover now