The Graduated

24 1 0
                                    

if people were rain, I was drizzle and she was a hurricane - Miles Halter from Looking for Alaska (John Green)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

if people were rain, I was drizzle and she was a hurricane - Miles Halter from Looking for Alaska (John Green)

Dia melihatku lalu aku tersipu malu. Walau aku tahu dia hanya melihat ke objek lain entah dimana itu. Pasti bukan aku yang dilihatnya. Aku hanya berkhayal. Aku tahu dia tak pernah menganggap aku ada. Eksistensiku bagai debu kosmis yang berukuran sangat kecil di angkasa raya baginya. Sebuah debris.

Sosok Abimanyu Badhrika memang selalu bisa membuat dadaku berdebar.  Hal yang membuatku berdebar selain saat menjawab soal ujian matematika. Debaran ini begitu menyenangkan sehingga aku ingin terus merasakannya. Ketika aku melihatnya dari jauh, mendengar namanya, mendengar suaranya, menghirup bau parfumnya dan melihat dia tertawa bahagia. Saat itulah debaran menyenangkan ini datang meski aku bahkan tak dapat menyentuhnya secara langsung. Rasanya memang kurang tepat mengaguminya. Tipikal anak berandal yang ikut geng tawuran di sekolah. Apakah itu bisa dikagumi? Tentu saja tidak. Tapi aku tak peduli dengan hal-hal buruk tentangnya? Aku rasa aku buta. Sehingga hal-hal buruk tentangnya pun bukan lagi menjadi masalah di mataku.

"Darl, elo ngerti ini artinya apa?" salah seorang teman yang hanya datang ketika tidak mengerti bahasa Inggris pun mendatangiku. Merusak impian murahku di waktu istirahat yang terakumulasi dari pikiran-pikiran dan harapan tentang Abi. Setelah aku menjelaskannya, orang itu pun berlalu bahkan tanpa mengucapkan terima kasih. Iya, Darla di sekolah hanya seorang tertindas. Gadis kutu-buku yang membosankan dan dibully karena terlalu pendiam. Aku adalah Darla Raisha Puteri.

***

"Apa sih yang elo suka dari dia?" Yanna mengerutkan alisnya aku cepat-cepat meletakkan jari telunjukku untuk memberi isyarat bahwa ini perpustakaan karena nada Yanna sama sekali tak santai. Ia selalu bingung ketika aku selalu penuh semangat dan menggebu-gebu saat bercerita soal Abi. Mungkin bagi Yanna, Abi itu hanyalah seorang Abimanyu Badhrika. Hanya salah satu laki-laki bad-boy dari banyak orang sejenis di sekolahnya yang punya tampang menarik dengan kepribadian yang buruk. Tentu saja aku tidak setuju dengan pernyataan Yanna. Selalu ada pengecualian untuk orang yang disuka, kan? Tak peduli seberapa busuk orang itu.

Aku menghela napas panjang. Di balik rasa suka diam-diam yang menyenangkan ada sejuta penderitaan yang lebih tidak menyenangkan. Selain diriku dan Yanna tidak ada yang tahu bahaa aku menyukainya. Sudah beberapa kali ia berganti pasangan dan aku hanya pura-pura tidak sedih saat mendengarnya. Padahal rasanya seperti keseleo dan ruam tapi tak terlihat. Sudah berapa kali aku berusaha berbesar hati tapi nyatanya usahaku kalah dengan apa yang hatiku rasakan. Tapi siapa sih aku? Toh aku juga bukan siapa-siapanya, jadi buat apa aku marah? Tapi aku juga tak pernah sengaja suka padanya. Semuanya terjadi tiba-tiba.

Yanna masih mendengarkanku walaupun separuh perhatiannya ia fokuskan untuk membaca buku screenplay Romeo & Juliette yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa. "Elo harus move on deh kayaknya, darl. Elo suka dia dari kelas satu, kan? Udahlah buka hati untuk orang lain aja"

The GraduatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang