Cahaya Kecil yang Berharga

15 2 0
                                    



Apa kamu tahu, benda apa yang mengusir kegelapan? Jawabannya adalah cahaya. Ada berbagai macam cara cahaya bisa muncul. Mulai dari lampu, bintang, api, serangga, bahkan manusia. Jika kamu melihatnya dengan teliti, kamu pasti bisa melihatnya dan merasakan betapa hangatnya mereka.

*****

Dengungan suara pesawat TNI yang terbang menembus langit berhasil menarik perhatianku. Hari ini, kebetulan sekolah di kota tempat aku tinggal memulangkan muridnya lebih cepat dari biasanya. Aku lupa, ada acara apa. Karena bukan hal penting, jadi aku tidak terlalu memerhatikan apa yang tadi guruku katakan di kelas.

Kudongakkan kepalaku ke arah pesawat tersebut. Karena sinar matahari terlalu menyilaukan, kubuat telapak kananku seperti atap sehingga membentuk bayangan yang menghalangi silaunya sinar matahari. Dengan cara itulah aku bisa melihat pesawat yang terbang sendirian melewati birunya langit. Tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan di pikiranku. Apa pesawat itu tidak merasa kesepian? Terbang seorang diri, menembus langit biru yang sangat luas. Seandainya terjadi sesuatu kepadanya, apakah ada yang akan menolongnya?

Bayangan diriku yang sendirian mulai bermunculan. Benar sekali. Aku memang tidak punya teman. Aku termasuk orang yang tidak mudah berteman dengan lainnya. Bahkan untuk mengobrol dengan orang yang tidak kukenal, aku merasa kebingungan, gugup yang berlebihan dan akhirnya memilih diam sampai ada yang mengajak berbicara. Kebanyakan mereka mendekatiku karena nilaiku yang termasuk bagus. Mereka selalu mendekatiku dan berakrab ria denganku saat ada tugas atau ulangan. Namun, ketika saat-saat sedih atau bahagia melanda mereka, mereka akan meninggalkanku begitu saja. Bertingkah seolah-olah tidak mengenalku.

Bukannya aku menyalahkan mereka. Aku paham kekurangan dan kelemahanku. Hanya saja aku merasa iri dengan mereka yang bisa dengan leluasa berteman dengan lainnya. Tertawa bersama, menangis bersama, mengobrol dengan topik yang sangat mereka suka tanpa melihat waktu. Saat melihat mereka yang melakukan hal tersebut aku selalu berpikir, ah, enaknya atau aku juga ingin melakukannya dalam diam.

Walau aku mengetahui kekurangan dan kelemahanku, bukan berarti aku bisa memperbaikinya. Aku bahkan tidak tahu harus melakukan apa untuk memperbaikinya. Saat kelas lima SD, aku pernah meniru, membaca semua buku tentang cara mengajak berbicara orang lain, dan sebagainya. Semuanya tidak berhasil membuatku lebih lancar berbicara dengan orang lain. Yang ada, aku semakin merasa jarak antara diriku dengan orang yang kuajak bicara semakin menjauh. Saat aku mempraktekan apa yang tertulis dibuku itu, aku merasa seperti mulutku bergerak sendiri, mengeluarkan kata-kata yang tidak kupahami. Aku berusaha melihat ekspresi lawan bicaraku untuk mengambil hati mereka. Sayangnya ekspresi yang mereka perlihatkan padaku menjawab sebaliknya. Ah, aku sudah gagal, itulah yang kukatakan dalam hati. Tentu saja aku melakukannya tidak hanya sekali, melainkan berulang kali hingga aku muak bicara dengan manusia kecuali dengan ibu tiriku dan satu-satunya teman kecilku bernama Luki. Dua cahaya yang bagiku sangat berharga. Merekalah yang selalu menerangi jalanku dan membuatku merasa hangat.

Setelah membaca dan mempraktekan semua buku tersebut, anehnya, aku mendapati diriku lebih mudah memahami maksud lawan bicaraku dari tatapan mereka, gerak-gerik kecil mereka, gaya bicara mereka dan sebagainya. Aku langsung tahu apakah lawan bicaraku memiliki niat jelek, tersembunyi atau memang tulus. Bukan kemampuan bicaraku dengan manusia yang semakin meningkat, sebaliknya kemampuan membaca maksud lawan bicara lah yang meningkat.

Aku pernah sekali, tidak sengaja mengatakan kepada ibu tiriku tentang orang yang berbicara dengannya. Ibu tiriku merasa takjub saat mendengarnya.

"Hebat sekali! Dari mana kamu bisa tahu kalau dia hanya akan memanfaatkan ibu?" tanya ibu tiriku dengan raut wajah dan nada bangga yang sama sekali tidak disembunyikan.

CAHAYA KECIL BERHARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang