-Prologue-

39 3 12
                                    

Kurasagi High School, 4.47 P.M.

“Lama-lama aku bosan dengan hidupku.”

Siswi bersurai merah berantakan itu mendenguh, menaruh dagunya di atas punggung tangannya dan menatap keluar jendela kelas di sampingnya. Memandangi lapangan sekolah dan taman hijau sejauh mata memandang. Ia bosan dengan gaya hidup monotone-nya. Bangun pagi, pergi sekolah, belajar, kerja sambilan, dan pulang. Bagai lingkaran siklus tiada berujung. Manik amber miliknya sesekali terpejam akibat kantuk yang menyerang, namun ia segera menampar pelan wajahnya untuk kembali berfokus pada kegiatannya sebelumnya.

“Haah, apa tak ada yang bisa kulakukan selain terjebak di siklus membosankan ini?” Gumamnya, membereskan buku-buku di mejanya dan keluar dari kelas untuk segera pulang, kebetulan ia sedang libur kerja sambilan sehingga ia bisa beristirahat sebentar sebelum kembali memulai siklus hidupnya yang membosankan itu.

Kota Kurasagi, dihuni sekurangnya oleh 5.000 jiwa baik muda maupun tua. Terkenal dengan kuliner yang unik dan juga enak, tak heran banyak wisatawan yang menjajakan kakinya di kota ini. Namun akhir-akhir ini, marak kasus penyerangan dan pembunuhan oleh objek tak diketahui. Setidaknya setiap hari akan ada 1-2 orang yang diserang atau tewas. Polisi pun masih belum memastikan siapa atau apa yang bertanggung jawab atas peristiwa ini.

Namun, semarak apapun berita itu, toh tidak akan mengubah hidupnya. Yusaki telah hidup di kota ini selama kurang lebih 18 tahun, dan satu-satunya hal yang mengubah hidupnya adalah peristiwa itu.

Peristiwa yang menewaskan seluruh keluarganya 11 tahun lalu.

Kriieet...

“Aku pulang. ”

Yusaki memandang datar kamar apartemennya yang kosong dan sedikit berantakan. Menghela napas, ia pun melempar tasnya sembarang dan langsung menumbangkan dirinya di tempat tidur single size-nya. Meregangkan dirinya sebelum memandang ke meja di sebelah kanannya, dan mengambil sebuah bingkai foto dan memandangnya dengan sedih. Bingkai foto tersebut nerupakan satu-satunya kenangan yang ia miliki tentang keluarganya, dimana tersimpan foto orangtua dan kakak kembarnya beserta ia saat kecil tersenyum dengan riangnya. Namun semua itu kini hanya tinggal kenangan belaka.

“Haah... kenapa hal ini harus terjadi padaku?”

Mendecis tanda kesal dan bingung, ia segera menyimpan kembali bingkai tersebut dan menatap lagit-langit kamarnya. Terkadang, ia tak tahu harus menyalahkan siapa atas kondisinya saat ini. Sebatang kara, tanpa kehangatan ayah dan ibunya. Namun ia tak bisa berbuat apapun bukan? Ia tak punya kekuatan untuk melawan takdir yang dialaminya.

“Cih, semua yang terjadi saat ini membuat tenggorokanku kering. Kurasa aku tak punya pilihan lain selain keluar sebentar untuk membeli minuman. Tak perlu ganti baju dulu tak masalah kan? Aku hanya keluar sebentar.”

Maka, ia pun menggunakan kembali sepatu pantople hitamnya dan melangkah keluar dari apartemennya. Langkah demi langkah ia tapaki, hingga ia menemukan sebuah vending machine minuman yang berada tak jauh dari apartemennya. Melangkah dengan malasnya, Yusaki menghampiri vending machine tersebut dan menekan tombol untuk membeli sebuah jus jeruk kalengan dan mengambilnya ketika kaleng jus tersebut turun kebawah vending machine tersebut.

“Yah, jus kalengan lain dan dosis tidur yang cukup sudah bisa membuatku bahagia. Untuk sementara ini, lebih tepatnya.”

Namun Yusaki merasa janggal, tatkala melihat minuman kaleng yang berada di dalam vending machine tersebut bergetar seakan gempa ringan tengah terjadi. Firasatnya buruk seketika. Dengan resah, ia memperhatikan sekitarnya. Hingga manik amber miliknya tak sengaja bertatapan langsung dengan sesosok makhluk yang berada di gang gelap yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

“Huh? Apa itu? Anjing liarkah? Tapi kenapa matanya merah seperti itu?"

Yusaki terus memperhatikan makhluk tersebut yang mulai melangkah mendekatinya. Cahaya lampu perlahan menyinari makhluk itu, dimana membuat Yusaki terkejut tatkala ia melihat bahwa makhluk itu memiliki taring bagaikan seekor anjing, tidak, mungkin lebih seperti seekor serigala. Mata merah darah menyala, dan liur yang membasahi dan perlahan menetes dari celah taring-taring tajamnya. Merasakan aura yang mengintimidasi, Yusaki hanya bisa mundur perlahan sembari berkeringat dingin, sebelum makhluk itu mulai menerkam Yusaki, yang beruntung dapat menghindar walau seragamnya robek dan memperlihatkan bekas luka yang cukup lebar di lengan kirinya.

“Sial! Apa-apaan makhluk itu?! Bagaimanapun juga, aku harus lari secepat mungkin dan lepas dari makhluk itu!”

Tak mempedulikan seragamnya yang sobek, Yusaki berlari sekuat tenaga menghindar serangan mahkluk tersebut dan mengambil sebuah pipa besi di dekatnya lalu nerusaha memukul makhluk itu, namun tak ada satupun serangan Yusaki yang mengenainya.

“Cih! Ada apa dengan anjing liar ini?! Padahal aku mengenainya tadi tapi dia bertindak seolah ia tak terkena apapun!”

Yusaki hendak menyerang kembali makhluk tersebut, namun makhluk tersebut mengeluarkan sebuah bola energi kemerahan dari mulutnya dan tepat mengenai Yusaki. Membuatnya tersungkur dan pipa besi yang menjadi senjatanya terlempar jauh. Ia berusaha untuk berdiri namun kelihatannya bola energi barusan mengenai dan melukai kakinya. Walaupun begitu, ia masih tetap berusaha untuk menghindari serangan makhluk aneh tersebut.

'Sialan! Apa makhluk itu penyebab kerusuhan di Kurasagi akhir-akhir ini?! Apa itu berarti aku juga akan mati disini?' Gumam Yusaki yang terus berlari memaksa diri. 'Tidak, aku tak boleh mati konyol disini! Aku harus bertarung dan menyelamatkan diriku dahulu!'

Entah berapa jauh ia berlari, hingga ia tak bisa merasakan kakinya dan terjatuh ke padang rumput di belakang sekolahnya. Yusaki pun berbalik, menatap penuh rasa takut namun samar pada makhluk itu.

"Sial... Kakiku mati rasa. Ukh, apa aku, benar-benar akan mati disini?"

Pasrah jika ia diserang ataupun tewas, Yusaki pun memejamkan erat matanya. Hingga, ketika ia membuka matanya, makhluk itu telah ambruk dengan sebuah energi kebiruan seperti tombak menancap perutnya.

"Apa? Siapa... kenapa, kesadaranku..."

Dan hal terakhir yang ia lihat sebelum kehilangan kesadarannya adalah sesosok lelaki dengan sebilah katana yang langsug menghabisi makhluk itu, dan ingatannya pun kosong seiring dengan tubuhnya yang dirasa melayang.

-.-.-

Arcana -The Ghoulbusters-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang