Utuhnya Kepingan Cinta

67 29 29
                                    

Katanya, cinta memang tidak memandang siapa. Kadang cinta hadir tanpa diundang sekalipun. Memberi sebongkah harapan yang tak pasti. Mungkin benar kata orang, banyak orang bilang cinta akan tumbuh jika kita selalu bersama.

"Mark, pinjam buku fisika," kataku pada teman sekelasku ini.

Dia pria pendiam dan melankolis di sekolah. Semua orang mengenalnya karena kepintarannya. Tak asing lagi jika para perempuan mengincarnya karena siapa pun yang melihatnya sedikit yang bilang dia tak tampan.

Tak ada sahutan darinya hanya memberikan buku fisika yang terletak di atas mejanya. Seharusnya aku bisa mengambil buku itu sedari tadi karena dia duduk dibelakangku. Namun, aku harus meminta izin terlebih dahulu dari si empunya.

"Aku sama sekali tak mengerti soal no 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya ini, Mark," rengekku sembari menujuk soal-soal yang tak ku mengerti.

Walaupun tak sedikit perempuan suka padanya, dia tetap memasang wajah datarnya. Dia terkenal cuek dan acuh. Sehingga para gadis yang mengincarnya susah untuk mendapatkannya. Terlalu jual mahal? Iya!

"Nanti aku kerumahmu," ucapnya dengan tetap menggunakan nada datarnya.

Ya, sebenarnya kepribadiannya sangatlah baik walau terbilang dingin. Kerap kali aku selalu dibantunya, dari hal terkecil sekalipun. Ia tergolong siswa yang cerdas di sekolah, nilai akademisnya terbilang unggul. Berbanding terbalik denganku, aku hanyalah siswi bodoh yang tak pernah mendapatkan ranking di kelas. Jangankan lima besar, sepuluh besar saja sudah menjadi keajaiban besar bagiku.

Mungkin saja hanya aku yang paling akrab dengannya. Aku tak peduli dengan tatapan sinis para perempuan yang menyukainya di kelas. Aku mengenalnya sejak belum bisa berjalan, rumah kami berjarak sangat dekat dan para orang tua kami mengenal satu sama lain dengan baik. Dari kecil kami selalu bersama dalam satu sekolah. Tak lain lagi karena ulah para orang tua kami yang janjian untuk menempatkan kami di sekolah yang sama.

"Kak Shifa!" jerit seorang gadis berambut sebahu dan memiliki senyum yang manis. Yang kutahu dia bukan kelas sebelas seangkatanku. Dengan wajah sumringah, ia menghampiriku saat meminum es teh di kantin dan langsung duduk di di depanku.

"Aku Farah," katanya memperkenalkan diri. Aku hanya menyambut uluran tangannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun karena dari awal ia memang sudah tahu namaku yang entah dari mana ia tahu.

"Dari mana bisa tahu namaku?" tanyaku sembari memicingkan mata. Dan kenapa tiba-tiba gadis ini menghampiriku?

"Kak, aku boleh bertanya, tidak?" tanyanya tanpa menghiraukan pertanyaanku seakan yang kukatakan hanyalah basa basi belaka.

"Tanya apa?" aku kembali meminum es teh ku saat dia mulai duduk di kursi depanku.

"Kakak ada hubungan apa dengan kak Mark?"

Sontak aku pun menoleh kearahnya sebelum meminum es teh ku kembali.

"Aku hanya berteman saja sejak kecil, kenapa?" tanyaku penasaran. Entah kenapa, aku merasa risih dengan gadis centil yang satu ini.

"Oh...syukurlah hanya teman," ucapnya seakan lega dengan jawabanku sambil menunduk dan tersipu-sipu malu, entah apa yang dipikirkannya yang membuat rasa ingin tahuku meningkat.

[baca lanjutan lengkap di KaryaKarsa dengan judul dan cover yang sama]

Utuhnya Kepingan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang