Anak Laki-laki yang Berdosa
BTS fanfiction
Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit
Jungkook centric.
.
.
.
Kepalaku pusing. Ingin muntah. Kaki kebas, begitu pula dengan tangan. Sakit. Berbaring di ranjang tak membantu apa-apa. Bapak menaruh makanan untukku di meja tapi tak kusentuh. Aku tak minat, lidah ini rasanya tak menginginkan sesuatu untuk dikecap. Roti dan semangkuk kari di nampan itu diintipi lalat, padahal sudah tertutup selembar koran. Aku menangis karena Bapak memukulku berkali-kali. Katanya aku tak menari dengan bagus. Wajahku suram dan gerakanku begitu lemah. Dia tak mau tahu kalau keengganan di hati ini sangatlah besar. Bukan hanya ketika aku dipakaikan baju perempuan, atau ketika aku didandani dengan bedak dan gincu, tapi juga ketika aku berdiri di hadapan orang-orang itu: mereka yang melempari aku dengan kertas-kertas warna-warni dan tertawa untuk gemerincing ujung rokku.
Mengingat-ingat kembali masa kelam itu rasanya amat ngilu. Tapi aku akan bercerita padamu tentang kisah masa mudaku, di mana aku adalah seorang bacha bazi—atau orang Persia sebut bacheh, budak belian yang dijual untuk menghibur dan melayani hasrat seksual orang kaya.
-o0o-
Usiaku duabelas tahun kala itu. Tanda-tanda pubertas belum muncul pada diriku. Mungkin memang terlambat, tapi aku pun tak tahu, tak ada yang bisa kutanyai soal ini. Aku yang hidup di jalanan tak punya siapa-siapa. Orangtuaku mati dalam ledakan. Bersama teman-temanku, aku tinggal di sebuah rumah yang atapnya hanya separuh. Rumah ini pernah kena bom, penghuninya lari entah kemana. Kami si anak terlantar yang ayah-ibunya tak ada (entah terpisah atau ditinggal mati) tidur di tempat itu. Tanpa selimut ataupun alas tidur yang layak. Sehari-hari aku makan dengan mencuri di pasar, atau minta-minta pada orang-orang yang lewat. Perang yang tak habis-habis di negeriku ini begitu menyiksa. Aku kelaparan. Susah sekali menemukan sebuah kebahagiaan sebab tiap harinya ada derita yang menggigit. Hidupku nelangsa.
Kotaku yang cacat dikuasai tentara. Mereka melindungi kami dari para pemberontak. Beberapa kali sempat truk-truk itu mampir di beberapa titik untuk membagikan makanan. Kadang-kadang Bapak atau Ibu kaya hadir di acara pembagian makanan itu. Mereka tersenyum pada kami, senang uangnya sampai pada anak-anak yang butuh makan. Meski begitu, tangan-tangan bersih yang bersemat cincin mahal itu tak pernah menyentuh kami secara langsung. Mereka hanya diam tersenyum. Diam saja, melihat kami, tak jarang menelisik, seperti memilih. Mereka berbisik-bisik. Entah bicarakan apa. Kalau wajahnya jijik berarti yang mereka lihat adalah kotor dan hinanya kami. Kalau mereka berwajah biasa berarti tak ada yang jadi masalah.
Sekali waktu seorang pria berkumis tipis turun dari truk. Dia menenteng karung seperti para tentara lain yang berdiri di belakang kendaraan besar itu. Pria ini membagi-bagikan roti dengan tangannya sendiri. Setelah beberapa anak berebutan mengambil roti darinya, tibalah giliranku. Aku tak menyambar, hanya menengadah dan membuka dua tangan di depannya. Dia tersenyum kemudian menaruh roti itu di atas tanganku. Kuucapkan terimakasih dan hendak berlalu, tapi pria itu mengetuk-ngetuk bahuku dengan jarinya. Dia minta aku berbalik dan mendekat. Diam-diam dia selipkan selembar uang di bawah roti yang kutangkup.
Aku kembali pada kehidupanku yang sulit setelah uang dari pria itu habis kupakai membeli makanan untuk aku dan teman-temanku. Waktu itu uangnya kubelikan apel dan roti. Apel-apel yang bersisa bentuknya masih cukup bagus, masih bisa kami makan. Seorang teman mengatakan padaku kalau kami sebaiknya makan dari yang paling busuk dahulu, yang bagus disimpan untuk dimakan terakhir. Supaya tak mubazir. Aku menuruti sarannya dan kubagi sebuah apel jatahku dengan teman yang lapar. Tenagaku cukup besar untuk bisa membelah apel itu dengan tangan. Kuberikan sebelah padanya. Sebelah lagi kusimpan. Malamnya kumakan sambil duduk-duduk di depan rumah, melihat langit berdebu. Ya, perang ini membuat langit tak pernah nampak bersih. Sering kudapati ada asap membumbung tinggi, atau bola menyala terbang kesana-kemari. Rudal. Bom. Tembakan. Tapi jauh. Kotaku aman, dan perang di sebelah jadi pemandangan.

YOU ARE READING
Anak laki-laki yang Berdosa [BTS ff]
FanficTentang seorang anak lelaki korban perang. BTS. Jungkook centric. Mention KookGa/Minyoon/Taekook. [warning: it's heavy]