Rasulullah saw bersabda:
"Kedudukan shalat dari agama adalah seperti kedudukan kepala dari badan."Adzan subuh berkumandang syahdu. Alunan imam terdengar memasuki penjuru-penjuru pintu setiap rumah. Menyeru umat muslim wajib bergegas melaksanakan panggilan sang-Khalik.
Kota Jakarta yang cukup panas pagi ini berubah menjadi tirai air hujan. Payung berbagai warna tampak mengembang di sekitar lini jalan.
Segelintir orang tergopoh-gopoh meninting tas di lengan, memamerkan sepatu hitam kilatnya kemudian masuk kedalam mobil untuk pergi bekerja. Sesekali lambaian tangan terlihat dibalas oleh sang buah hati dari ambang pintu.
Tidak berbeda dengan pria paruh baya yang harus bekerja enam hari berturut dalam seminggu. Kecuali hari libur atau tanggal merah. Dari munculnya matahari hingga larut malam. Yusra Hardiansyah-ayah dari Aresha Aubriee, gadis mungil berkulit kuning langsat.
Kring kring drrtt...
Alarm : 05:15
'Matikan' atau 'Tunda'
Selimut ungu yang membalut tubuhnya secara perlahan ia singkirkan. Tetesan air dari atas balkon masih bersenyelir di telinga.
Drrrt...drrrt..drrtt
"Iya sabarrrr" ucapnya entah kepada siapa berbicara.
Dirinya berguling turun dari ranjang. Bola matanya mencipit ketika menyibak tirai. Tertusuk oleh cahaya matahari yang masuk tanpa izin.
Selesai shalat subuh Aresha melipat mukena, lalu menyimpannya di atas meja belajar.
Sisa air di wajahnya, membuat dirinya terlihat lebih manis.
"Areshaaa bangun mau jam berapa berangkat sekolahhh?."
Teriakan dahsyat itu sukses membuat pundak Aresha terangkat.
"Yaallah apa lagi ini, masih aja kaya anak SD" katanya terkekeh pelan disusul dengan garukan pucuk kepala yang sebenarnya tidak gatal.
"Hoaaam" Aresha mengangkat kedua tangan. "Iyaa maaaa" tangannya kembali menggaruk pucuk kepala.
"Cepat sedikit sayang. Mau ngebrus toilet lagi?" Acam mama. Tak lupa dengan ketokan suara pintu diatas normal.
Dua minggu lalu Aresha telat lima menit tiba di sekolah. Padahal hanya lima menit saja, gerbang sudah harus ditutup rapat-rapat oleh pak satpam.
Aresha harus merajalela bergelut dengan sikat sikat berlumut disana.
Memoles bibir dengan tinta liptint merah menjadi ritual Aresha setiap pagi. Ditambah lagi dengan seperangkat skincare yang berantakan diatas meja riasnya.
Tapi akuan teman-temannya pemakaian itu tidak melebihi kadar. Untunglah.
Setelah siap berpakaian dan mengecek kembali tas sekolah jeans nya, Aresha berlari ke arah pintu kemudian membuka handle dengan satu sentakan cepat.
"Maaa..mama cantik" panggil Aresha.
"Cuitt cuiitt"
Tidak ada sahutan sama sekali, malah burung kuning yang bertengger didalam sarang itu menyahut panggilan Aresha.
"Sejak kapan mama jadi burung allahuakbar."
Ia tampak celingak-celinguk jalan menuju ke dapur.
Seorang bidadari tengah menyeduh teh hangat. Tiga potong roti bantal yang terlihat lezat diatas piring sudah siap disantap.
Aresha menyeret keluar salah satu kursi dari meja makan, lalu mengambil posisi duduk.
Aresha langsung menyeruput teh dari wanita cantik berhidung tinggi itu.
Tiba tiba dua pasang mata terfokus pada pria berkulit putih yang baru saja muncul dari antah barantah. Napasnya terengah-engah seperti baru saja turun dari rollercoaster Dufan.
Dasi abu-abu masih terjuntai di pundak kanannya. Rambut hitam nya masih berantakan dan bibir yang masih mengepit sehelai kaus kaki.
Siapa lagi kalau bukan Dzikri si manusia paling menyebalkan se dunia?
"Maaf aku telat lagi hari ini" Dzikri terjingkat jingkat sembari memakai sebelah kaus kakinya.
"Kakak gak heran sama kamu kok Dzik" sekarang wajah Aresha mulai memerah. Ini bukan pertanda baik.
"Aku juga nggak mandi kak hehe"
Dzikri langsung menyambar teh dan selapis roti bantal yang sudah tersedia untuknya.
"Maaaaaa Dzikri pergi...ayo dong kak lama banget sih" Dzikri meninggalkan meja makan setelah mencium punggung tangan mama.
"DZIKRIIII pulang sekolah pokoknya ga selamat titik gapake koma"
Assalamualaikum..
Apakabar semuaaaa?
Kritik dan saran sangat sangat diperkenankan jika membangun🌷Part selanjutnya bakal aku revisi lagi. Tungguin yaaa. Budayakan kliik bintang selezai membaca hehehehe <3