BAGAS

4.5K 210 30
                                    

Happy birthday, sweetheart.

Bibir tipisnya berucap dengan kedua telapak tangan memangku birthday cake yang dia bawa. Kesadaranku belum pulih benar, karena ditarik paksa dari kerajaan mimpiku.

Tepat pukul duabelas, Dira mengetuk pintu kosanku. Dira adalah kekasihku. Lelaki tampan yang sudah mapan ini telah merenggut hatiku sejak setahun yang lalu.

Dalam setengah kesadaranku dan remang pandanganku, aku masih tetap bisa melihat keindahan wajahnya. Bersinar dalam redupnya cahaya lilin di atas birthday cake di tangannya.

“Kok malah bengong sih? Tiup dong lilinnya, keburu abis ntar.”

Aku tersadar dari lamunanku, dan segera meniup lilin berbentuk angka dua dan enam itu. Menyembulkan asap harapan yang akan terbang oleh angin hingga terbawa ke pangkuan Sang Pengabul Harapan. Dira mencium keningku, dan mengucap do’a untuk yang terbaik dalam hidupku. Aamiin.

**

“Di, kita mau kemana sih?”

“Ntar juga kamu tahu. Sabar yah.”

Tatapan Dira tak berubah, tetap lurus memandang jalan dan berkonsentrasi dengan kemudi dalam genggamannya. Melihat medan jalan, memang sudah seharusnya Dira fokus pada laju mobilnya. Dan salahku yang terus bertanya.

Sebaiknya aku biarkan Dira. Kupalingkan pandanganku, menatap indahnya panorama pegunungan. Empat jam waktu perjalanan telah kami tempuh. Dan kami telah terbebas dari hiruk pikuk perkotaan. Beban kehidupan yang senantiasa menggelayut terasa pudar ketika mataku menatap hijaunya pepohonan. Terasa segar ketika hidungku menghirup udara yang minim polusi.

Sedari tadi aku mengamati jalan yang kami lalui, jalan yang menanjak dengan tebing terjal di salah satu sisinya. Beberapa kali kami melewati pemukiman warga yang terpisah oleh hutan antara pemukiman satu dengan yang lainnya.

Jujur, aku belum pernah ke sini. Dan
aku pun tak tahu nama daerah ini. Rasa penasaranku kumat lagi, aku berbalik hendak bertanya pada Dira, namun gerak tubuhku terhenti ketika Dira juga menghentikan laju mobilnya. Tepat di depan sebuah rumah.

“Udah nyampe. Turun yuk!" Tanpa mendengar persetujuanku, Dira sudah membuka pintu mobil dan mengeluarkan badannya. Aku pun melakukan hal yang sama.

Seketika dinginnya angin pegunungan memaksa masuk ke dalam tubuhku. Menerobos pertahanan dari jaket yang aku kenakan. Terik mentari tak terasa menyengat. Meski sekarang siang bolong, namun hanya hangat yang terasa.

Kuedarkan pandanganku. Kuputar tubuhku. Menatap ke setiap pelosok di hadapanku. Indah. Hanya kata itulah yang terucap lirih dari bibirku. Guratan tinta lukisan Sang Pencipta.

Kini aku menatap bangunan di hadapanku. Sebuah rumah. Rumah panggung lebih tepatnya. Namun rumah ini terlihat lebih mewah dari rumah panggung yang biasanya terletak di pedesaan. Anyaman bambu yang diberi nama bilik itu terlihat masih baru. Kokoh menjadi dinding rumah. Atap gentingnya pun masih mengkilat diterpa sinar mentari.

Klik!

Seseorang menjentikan jarinya tepat di depan hidungku. Mengacaukan analisaku yang berupa lamunan.

“Kok bengong sih? Ini kejutan yang aku maksud. Kamu suka nggak?” aku menoleh ke arah suara itu berasal. Aku hanya tersenyum.

Kuberikan senyum terbaik yang kumiliki, sebagai jawaban atas pertanyaannya. Menggantikan rasa bahagia dalam hatiku yang tak mampu kuungkap dalam deretan kata.

Love you too, sweetheart!” ucapnya, seolah ia bisa membaca pikiranku.

Aku mengikuti gerak langkah Dira yang kini berjalan di depanku. Menyusuri jalan menuju pintu rumah. Arah jalanku tegak lurus, namun tidak dengan arah pandanganku. Mataku terus menjelajah menikmati indahnya panorama di sekelilingku.

BAGASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang