Prolog

4 0 0
                                    

Prolog

Di sebuah desa tinggal sebuah keluarga besar yang mendiami sebuah rumah yang sangat besar.

Di suatu malam, terdengar suara yang sangat ramai di salah satu kamar.

"Ayo, kita kepung dia" kata seorang anak dengan penuh semangat.

"AYOoooo!!!" kata anak yang lain.

"Waa.. Tolong..." sahut anak yang paling besar dengan nada yang agak berlebihan.

Mereka bertiga adalah tiga bersaudara. Anak pertama baru saja berulang tahun yang ke-10, dan anak kedua dan ketiga adalah saudara kembar yang berusia tujuh tahun.

"Kalian curang. Masa dua lawan satu?" sambung yang paling besar. Dan mereka bertiga tertawa bersama.

Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan dari pintu kamar membuat mereka bertiga langsung naik ke tempat tidur, menutupi tubuh mereka dengan selimut berukuran besar untuk berpura pura tidur.

Pintu kamarpun terbuka.

"Ayo, si kembar kembali ke kamar kalian."

Yang paling besar membuka selimut yang menutupi wajahnya dan tersenyum lebar ke arah kakek tercintanya.

"Mereka sudah tidur di kamar." sahut anak itu.

"Hm...Memang benar. Pertanyaannya adalah..." si kakek menuju ke tempat tidur dan menggelitiki gelundukan besar di dua sisi cucu sulungnya. "Mereka tidur di kamar siapa."

Si kembar langsung tertawa geli saat kakeknya membuka selimut yang menutupi tubuh mereka.

"Nah. Sudah malam, ayo kembali ke kamar kalian." pinta kakeknya.

"Aaaw..." si kembar menghela sedih.

"Kakek, biarkan mereka tidur disini. Aku juga sedang tidak ingin sendirian." sahut si sulung.

Saat si kakek hendak membuka suara, dia melihat kedua cucu kembarnya sedang menatapnya dengan tatapan memohon.

"Baiklah. Kalau begitu cepatlah tidur."

"Hore..." teriak si kembar dengan girang.

Si kakek tertawa. "Baiklah. Sekarang selamat tidur." lanjut kakek sembari menutupi ketiga cucunya dengan selimut.

Kemudian kakeknya keluar dari kamar, dan mereka bertiga langsung saling berbisik bisik dengan suara yang keras. Pintu kamar kembali terbuka, dan mereka bertiga sekali lagi berpura pura tertidur.

"Hm...Sepertinya malam ini ada tiga orang yang belum memutuskan untuk tidur."

"Kami sudah tidur. Selamat malam." balas si sulung dengan nada yang dibesarkan seperti suara seorang pria dengan suara rendah yang misterius.

"Anak anak" panggil kakeknya memperingatkan agar mereka segera tidur.

Si sulung membuka kembali selimutnya. "Tapi, kakek kami masih belum mengantuk."

Si kembar pun ikut membuka selimutnya dan mengajak si sulung bermain.

Si kakek tampak berpikir sejenak, kemudian mendapatkan sebuah ide.

"Bagaimana kalau kakek membacakan kalian buku cerita."

"Asyik." dan ketiga cucunya pun setuju. Si sulung langsung turun dari tempat tidur dan mengambil sebuah buku cerita bergambar dari rak mejanya dan memberikannya pada kakeknya.

Si kakek mengambil kacamata dari saku bajunya dan memakainya.

"Hm.. Sudah lama aku tidak membacakan buku ini." sahut kakeknya.

"Ini buku cerita apa?" tanya salah satu si kembar.

"Aku belum pernah membaca buku ini." sambung saudara kembarnya.

"Ini adalah buku cerita faforitku." sahut si sulung.

"Well, itu berarti ini pertama kali kalian membaca buku ini."

Si kembar merasa excited dan mereka bertiga duduk dengan manis mendengarkan kakeknya mulai membacakan bukunya.

"Indah pada waktunya karya W. Albertus Green" si Kakek mulai membacakan judulnya.

"Hey, bukankah itu nama kakek?" tanya salah satu si kembar.

"Sepertinya begitu." si kakek terlihat seperti memikirkan sesuatu. "Well, bukan hanya kakek saja yang memiliki nama W. Albertus Green. Kita masih belum tahu apa singkatan dari huruf W. Bisa jadi Wallow...

"Seperti Swallow?" sahut si kembar membuat kedua saudaranya tertawa geli.

"Atau mungkin White..."

"Seperti Snow White?" tanya si kembar yang satu membuat mereka bertiga tertawa cekikikan.

"Well...Bisa kita lanjutkan?"

Mereka bertiga langsung kembali memperhatikan kakeknya yang sedang membaca.

"Puluhan tahun yang lalu. Hiduplah keluarga kecil yang tinggal di sebuah desa. Mereka sangat miskin tapi cukup bahagia." si kembar perlahan lahan mendekati kakeknya untuk melihat gambar yang ada di buku tersebut. "Suatu hari mereka tengah merayakan kehadiran anggota keluarga baru. Seorang anak bayi yang baru lahir dan mereka memberinya nama William."

"Lihat. Bayinya lucu." sahut si kembar, dan mereka saling tersenyum.

"Ayo, lanjut, lanjut." sambung si sulung dengan semangat.

Si kakek membalikkan halaman bukunya.

"Sama seperti anak lainnya, William tumbuh dengan normal. Dan saat berusia tiga tahun William melihat ayahnya sedang memainkan sebuah harmonika. William kecil penasaran dengan alat yang ditiup ayahnya, jadi dia menghampiri ayahnya dan meminta alat itu untuk dirinya." Si kakek membalikkan halaman berikutnya.

"Kemudian ayahnya mengajarkan harmonica pada William kecil. Tidak disangka sangka, William memiliki bakat seperti ayahnya. Semakin hari dia memainkan harmonica itu dengan baik." membalikkan halaman berikutnya.

"Namun suatu hari, kabar buruk menimpa mereka. Ibu William sakit parah dan harus dirawat di rumah sakit. Ibu William harus menjalani operasi yang membutuhkan biaya yang sangat besar. Akhirnya ayah William mencari hutang pada para tetangganya untuk biaya operasi. Sayangnya setelah dioperasi dijalankan, ibunya mengalami koma. Ayah William berkerja lebih keras dan mencari hutang untuk biaya perawatan rumah sakit. Semakin hari hutangnya menumpuk. Untunglah para tetangga yang baik itu tidak menetapkan batasan waktu untuk melunasi hutangnya. Dan sebulan sekali ada subsidi dari pihak rumah sakit. Sejak saat itu ayahnya jarang sekali menemani William bermain karena banyak menghabiskan waktu untuk bekerja."

"William yang malang." sahut si kembar.

"Selama bertahun tahun ibunya tidak sadarkan diri, dan ayah William tidak pernah menyerah untuk menunggu istri tercintanya sadarkan diri. Ayahnya masih terus berusaha bekerja keras untuk mencicil hutangnya dan membayar biaya rumah sakit sambil menunggu istrinya membuka mata. Bahkan saat William memasuki usia delapan belas tahun. Ayahnya tidak berhenti bekerja."

***

His Time Is Wonderful (Semuanya indah pada waktunya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang