(1/1)

112 8 1
                                    

Remember me
Though I have to say goodbye,
Remember me
Don't let it make you cry.

(Remember me coco - Miguel)

***

Ayah, bagiku dirimu adalah sosok yang ingin sekali aku tiru untuk menjadi panutanku. Aku tidak pernah peduli omongan orang yang tidak suka padamu. Aku juga tidak pernah percaya apa yang selalu mereka katakan kepadaku tentang ayah. Sebegitu besar aku mengagumi sosok sepertimu. Dan begitu besar cintaku padamu ayah.

Aku tau seberapa lelah engkau mencari nafkah untuk kebutuhan ekonomi keluarga kita yang bisa dibilang pas-pasan ini.

Setiap hari kau bangun lebih pagi dari pada aku untuk bergegas berangkat kerja. Ayah tidak pernah lupa berpamitan kepadaku walau hanya sekedar mencium keningku, padahal mataku saat itu masih terpejam namun kehangatan yang ayah berikan begitu tulus sehingga aku bisa merasakan kehadiran dirimu.

Ayah andai kau tau, setiap habis kau berpamitan berangkat kerja aku tidak pernah bosan meminta kepada Tuhan agar ayah selalu dilindungi oleh-Nya dimanapun ayah berada karena aku tau aku tidak selalu berada didekatmu.

Aku tidak ingin sekali kehilangan sosok yang begitu berarti dikehidupanku, yang selalu mengajarkanku untuk tidak pernah putus asa.

Pernah suatu ketika aku mendapatkan nilai yang tidak sebagus dibanding teman-teman kelasku, kukira ayah akan marah lalu memukulku tapi nyatanya ayah tidak melakukan itu, ayah malah menasihatiku.

Katanya "nak, sekecil apapun nilai yang kamu dapat ayah tidak akan pernah memarahimu apalagi memukulmu. Ayah hanya berpesan padamu jika kamu mendapatkan nilai yang tidak terlalu besar dari pada teman-temanmu itu artinya kamu harus lebih giat belajar lagi, kamu harus lebih sungguh-sungguh dengan apa yang kamu kerjakan. Ayah tidak pernah menuntut apa-apa darimu nak. Ayah hanya ingin kamu menjadi orang sukses bukan seperti ayah yang hanya menjadi pekerja kasar."

Hatiku rasanya teriris mendengar kata-kata ayah. Sebegitu cintanya ayah kepadaku. Nasihat yang diberikan oleh ayah akanku jadikan motivasi hidupku. Terimakasih ayah.

Setiap hari ayah pulang kerja pukul 22.00 Wib bahkan kadang hampir tengah malam baru pulang. Ayah selalu memperlihatkan dirinya ceria dihadapanku, seolah-olah hari ini tidak terjadi apa-apa.

Aku tau ayah, dibalik senyum yang kau tampakan dihadapanku sekarang, pasti ada beberapa beban dipundakmu yang habis kau kerjakan.

Ayah , aku berjanji padamu. Suatu hari nanti anakmu yang manja dan cengeng ini akan menjadi seseorang yang sukses, menjadi seseorang yang selama ini ayah idam-idamkan. Aku ingin membahagiakan ayah, aku ingin ayah bangga kepadaku, dan aku juga ingin menutup mulut orang yang sudah berkata kasar kepada ayah.

Aku tidak pernah dendam kepada orang-orang itu ayah, bahkan ayah tidak pernah mengajariku perbuatan tidak baik itu.

Aku hanya ingin memberi bukti kepada mereka bahwa aku bisa menjadi sukses menjadi orang yang berguna ini karena ayah. Berkat kerja keras ayah. Setiap tetes keringat yang jatuh dari kening ayah adalah saksi betapa kerasnya ayah bekerja dan berjuang untuk memenuhi kebutuhanku.

Aku selalu bersyukur kepada Tuhan, aku selalu berterimakasih kepada-Nya karena telah memberikan sosok seperti ayah dikehidupanku. Aku tidak pernah merasa malu memiliki ayah sepertimu, mana mungkin aku merasa seperti itu ayah.

Ayah selalu membangga-banggakanku didepan banyak orang seolah-olah aku yang paling baik diantara mereka, padahal aku tidak pernah melakukan apa-apa untuk ayah.

Malah aku yang banyak berhutang budi pada ayah.

Begitu banyak kebaikan yang ayah beri sampai aku tak tau mau membalas yang mana terlebih dahulu.

Bumi dan seisi dunia ini rasanya masih kurang untuk membalas semua jasa-jasa yang ayah beri padaku.

Ayah pasti juga akan menolak bila kuberi itu karena ayah tau aku tak akan mampu.

Waktu begitu cepat rasanya, sudah 15 tahun setelah kepergian ayah.

Aku sekarang sudah menjadi sosok seperti yang ayah inginkan dulu. Kerja keras ayah dan juga karena kerja kerasku kini berbuah manis untuk hidupku.

Setelah kepergian ayah dulu, aku baru sadar bahwa cepat atau lambat kita pasti akan merasakan yang namanya kematian. Umur manusia memang sudah digariskan masing-masing oleh Tuhan.

Keterpurukanku saat itu yang membuatku seperti sekarang. Kehilangan ayah, kehilangan sosok yang begitu berarti buatku sangatlah tidak mudah.

Tapi aku sadar ayah pasti akan sedih jika melihat anaknya terpuruk seperti ini karenanya. Dan aku memutuskan untuk belajar mengikhlaskan.

Mengikhlaskan kepergian ayah.

"yah", asal kau tau ini sangat berat untuku. Bahkan aku hampir putus asa, bagaimana mugkin aku bisa melanjutkan hidup tanpa ayah.

Tanpa ada sosok dibelakangku yang mendukungku. Hidupku sangat hampa. Air mataku hampir habis setiap malam menangisi kepergianmu.

Aku sempat berfikir bahwa hidup ini tidak adil. Kenapa satu-satunya orang yang ku punya malah diambil oleh Tuhan? Ternyata pikiranku selama ini salah.

Aku telah salah menuduh Tuhan, ternyata imanku saja yang lemah.

Aku yang tidak pernah tau rencana Tuhan, yang menurutku tidak baik belum tentu dimata Tuhan sepertiku. Tuhan memang selalu mempunyai caranya sendiri, bahkan yang tak pernah terfikirkan oleh diriku.

Setelah ku renungi kembali kepergian ayah, ternyata Tuhan lebih tau yang terbaik buat ayah.

Tuhan lebih sayang sama ayah.
Tuhan tidak ingin ayah merasakan sakit yang lebih dalam lagi.

Aku juga tidak sanggup jika harus melihat lebih lama lagi keadaan ayah yang makan menggunakan selang yang disambungkan kehidung.

Itu cairan, bukan nasi ternyata.

Cairan agar ayah dapat bertahan hidup lebih lama. Namun, Tuhan memiliki cara lain untuk menyembuhkan ayah.

Tepat tanggal 29 April 2003 lalu ayah menghembuskan nafas terakhir. Selang yang membantu ayah untuk tetap bertahan hidup pun sudah dilepas oleh Dokter.

Hatiku saat itu sangat terpukul, hancur sehancur-hancurnya. Rasanya lebih sakit dari sekedar patah hati.

Ditinggalkan selama-lamanya oleh orang yang aku cinta dan mencintaiku dengan tulus tanpa pamrih sedikit pun.

Ditinggalkan oleh orang yang selalu mensupportku, yang selalu tetap berada disampingku didalam keadaan paling buruk sekali pun. Rasanya sangat hancur.

Mengantarkan ayah kerumah peristirahatan terakhir, menaburkan bunga dirumah ayah, membacakan doa dirumah ayah. Entah seberapa hancurnya hatiku saat itu.

Ayah kadang aku tidak ingin sekali mengingat kembali kejadian 15 tahun yang lalu.

Bukan karena aku ingin melupakanmu tapi karena untuk menyembuhkan luka. Walau aku tau tidak ada luka yang benar-benar sembuh dan menimbulkan bekas. Tapi setidaknya, tidak seperih ini.

Ayah aku sangat merindukanmu, merindukan waktu kegiatan yang selalu kita habiskan berdua. Entah itu sarapan berdua atau pun hanya jalan-jalan keliling komplek. Hal yang sederhana itu yang membuat aku begitu merindukan ayah.

Sampai saat ini belum ada yang bisa menggantikan posisimu dihatiku. Bahkan pria-pria yang mencoba mendekatiku tidak ada yang seperti ayah. Mereka tidak setulus ayah. Mereka baik kepadaku tapi mereka juga mengharapkan aku untuk bisa mencintainya. Ayah saja yang memperlakukanku seperti layaknya putri dalam dongeng tidak pernah menyuruhku untuk mencintai ayah. Tapi tanpa disuruh ayah pun aku sudah pasti mencintai ayah.

Sampai saat ini ayah yang selalu dihati, mungkin nanti atau lusa aku baru bisa mendapatkan sosok pria yang seperti ayah tapi bukan untuk menggantikan posisi ayah dihatiku melainkan menjadi pasangan hidupku.

Semua Yang Ku Tulis Tentang AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang