[ Yoongi : Bertemu, tapi tak melihat ]

613 78 5
                                    

Tidak ada yang lebih nyaman selain berbaring di atas ranjang bersama selimut hangat di pagi hari yang dingin teramat sangat. Semua orang pasti ingin begitu, apalagi jika di saat hari-hari padat yang memaksa tubuh untuk terus bekerja dan bekerja.

Bunyi alarm dengan alunan musik rock menjadi pembuat onar di dalam kamar bernuansa hitam ini. Si pemilik mengumpat kasar setengah sadar dalam tidurnya akibat dering alarm yang memekikan telinga, walau dia sendiri yang mengaturnya sedemikian.

"Berengsek!"

Satu tombol layar sentuh digeser menjadi pembawa hening di dalam kamar gelap minim cahaya itu. Min Yoongi mengerang, dirinya benar-benar masih mengantuk tapi jam pagi kuliah memaksanya untuk pergi dari pelukan hangat kasur.

"Aish! ARGHHH!"

Katakan Yoongi bodoh, mengerang tidak jelas hanya karena tidurnya terganggu. Dengan malas, dia pun berjalan keluar kamar setelah mengecek sebentar ponselnya. Siapa tahu ada perubahan jam seperti dosen tidak bisa masuk, mungkin. Tapi sayangnya tidak ada. Selepas itu barulah dia berjalan keluar kamar.

Ternyata, pukul 8 pagi dan rumah keluarga Min sudah sepi. Tidak ada siapa-siapa kecuali si bungsu yang masih dalam keadaan setengah mengantuk. Setelah memeriksa meja makan, apa ada sarapan di sana dan ternyata ada. Yoongi baru berjalan ke arah kamar mandi dengan handuk bermotif kartun Kumamon kesayangannya. Si beruang hitam dengan bulatan merah di kedua pipinya.

[ ]

Bus berwarna silver itu kini membawa Yoongi menuju kampus tercintanya. Dengan sepasang earphone yang mengunci rungunya dari kebisingan dunia, berputarnya keempat roda membawa Yoongi larut dalam alunan lagu yang dia putar. Menikmati setiap nada lalu mengaitkannya dengan pemandangan yang dia lihat. Banyak pemikiran yang muncul di benaknya.

Kedua netranya menatap ke arah trotoar. Sesekali bersenandung saat mencapai beat yang dia sukai. Suara roda yang lebih kecil tidak mampu didengar olehnya, tapi kedua netranya seolah terpaku, mengikuti bagaimana objek di depannya berjalan seolah hendak menyusul bus yang sedang dia naiki ini.

Kaus polo bermotif kuning-hitam belang, topi, celana jin, dan tas hitam serta sepatu berwarna abu-putih adalah siluet yang dapat Yoongi tangkap. Melihat bagaimana setiap pergerakan si penaik papan beroda empat itu berdiri dengan setimbang di atas papan, berlalu melewati beberapa pejalan kaki dengan santai tanpa takut tertabrak.

Tanpa sadar, kedua mata Yoongi terus bergerak seiring dengan arah siluet itu berlalu dengan papan berodanya. Hingga suara rem bus terdengar, hentakan kecilnya menyadarkan Yoongi bahwa bus sudah berhenti tepat di halte depan kampusnya. Dan begitu dia menoleh kembali ke samping, si luet itu ternyata sudah tiada.

[ ]

Min Yoongi memang bisa dikatakan seorang antisosial. Tidak, dia bukanlah seorang introver dan omong-omong kedua sifat kepribadian itu berbeda. Sejak SMA, Yoongi memang kurang suka menjalin kerjasama dengan orang lain, bukan karena tidak bisa, bukan karena malu, bukan karena tidak merasa nyaman. Tapi, hanya malas. Yap, Yoongi hanya terlalu malas bersosialisasi.

Dan itulah sebabnya, dengan kebaikan semesta, Yoongi setidaknya memiliki teman walau hanya satu tapi dapat seutuhnya dipercaya. Kim Seokjin memang bukan orang sepertinya, justru kebalikan darinya. Tapi sekali lagi, dengan kebaikan semesta, mereka berdua bisa dekat sedekatnya.

"Kau menonton drama kemarin malam, tidak?" pertanyaan Seokjin menyambut, begitu bokong Yoongi baru hinggap di atas kursi empuk kafetaria kampus mereka.

"Drama apa? Yang kemarin kau ceritakan?"

"Iyap! Malam tadi, konflik ceritanya baru dimulai."

"Judulnya apa?"

"Tidak tahu."

Yoongi menyipitkan kedua matanya, menatap Seokjin yang memberi cengiran dengan polosnya. Si pemuda Kim itu memang memiliki kebiasaan aneh, malas menghafal judul film atau acara yang pernah ditontonnya. Setidaknya lebih baik, daripada Yoongi yang malas bersosialisasi.

Kini, gantian Seokjin yang menatap Yoongi diam. Sementara yang ditatap sedang menyantap kue keju yang menjadi favoritnya sepanjang masa. Yoongi suka sekali keju, tapi masalah tingginya tidak pernah terselesaikan jika direlasikan dengan khasiat keju.

"Kau semalam begadang, lagi?"

"Huh? Kau tahu dari mana?"

"Kau tidak sadar apa? Kantung matamu. Semakin hari, semakin menebal dan menghitam."

Mendegar itu, sontak Yoongi terdiam. Mengerjap dengan polosnya kemudian bercermin pada tembok kaca kafe yang memantulkan dirinya walau tidak terlalu terang. Benar saja, kedua matanya sudah berkantung dengan manis, menghitam dan tampak mengerikan.

"Yah, tugas semakin banyak," ungkapnya dengan nada lelah yang jelas.

Mereka berdua berbeda jurusan. Oleh sebab itu, namun kebaikan semesta membuat jam kuliah mereka hampirlah mirip. Benar-benar.

"Sabar ya."

"Selalu."

Suara bel kecil di atas pintu masuk berbunyi. Itu tandanya ada pelanggan yang masuk. Kafetaria masih terbilang sepi, oleh sebab itu pintunya tidak dibiarkan terbuka. Kebetulan Yoongi duduk mengarah pada pintu masuk.

Kedua matanya seolah tak ingin mengedip begitu otaknya tahu siapa yang datang. Orang itu selalu terlihat sama, tapi Yoongi tak pernah bosan melihatnya. Rahang tegas, alis tebal, dan kedua tatapan itu selalu bisa menyihir Yoongi untuk sementara.

Seokjin terheran mendapati sikap aneh dari sahabatnya yang mendadak menjadi patung. Dia pun berbalik dan kemudian mencari-cari objek yang dapat menyihir Yoongi. Di sofa seperlapan bulat di tengah ruang ini, tengah duduk sembari berbicara dengan orang-orang.

"Kau masih memperhatikannya?"

"Hah? Apa?" balas Yoongi gelagap. Dia mengerjap beberapa kali setelah sadar dari pesona kemudian kembali menaruh afeksi pada Seokjin yang sudah tersenyum jahil padanya.

"Mau aku kenalkan? Dia sepupuku."

"Tidak!"

"Ayolah, kau menyukainya sejak dia masuk. Dan itu tandanya sudah satu tahun! Satu tahun Yoongi!"

"Kau berisik, bodoh!"

Seokjin sontak mengedarkan pandangannya, beberapa pengunjung memperhatikan mereka. Cengirannya menjadi permohonan maaf sementara Yoongi sudah menutup wajahnya dengan sebelah tangan seolah sedang menamengi rasa malu. Meminum greentea latte-nya dengan kaku.

"Kau harus ada kemajuan!"

"Tidak."

Dengan pandangan tak percaya, Seokjin menelisik wajah sahabatnya itu. Apa yang salah? Jika suka, ya katakan. Tak perlu dipendam, nanti yang ada menimbun luka sendiri atau cemburu tanpa alasan yang jelas. Itu benar-benar menyebalkan sekaligus mengenaskan.

"Setidaknya, kau pernah bicara dengannya. Aku kan sepupunya, jadi tidak aneh kan jika aku menge...."

"Kita pernah bicara."

"Kapan? Di perpustakaan? Itu bukan bicara! Tapi bertanya dengan status senior-junior! Ayolah Yoongi! Jangan begini terus!"

"Aku maunya begini. Jangan memaksa."

Pelanggan baru masuk. Kedua afeksinya lalu tak sengaja menangkap pemandangan Yoongi yang sedang berbicara. Tubuhnya terdiam, stagnan di ambang pintu, dunianya seolah berhenti walau ilusi. Hingga, seseorang menariknya lagi dalam waktu yang sebenarnya.

[ ]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Der Zucker [MINYOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang