Episode 3

7 0 0
                                    

Aku menguap malas di sekolah. Cuaca di pagi hari ini cukup membuat seseorang untuk kembali melompat ke ranjang tidur mereka masing-masing.

Sekolah masih sepi dan kelas terlihat lengang. Aku memilih untuk keluar dan berjalan-jalan sedikit.

Aku naik ke atap sekolah dan merasakan udara yang sejuk di pagi hari. Burung merpati hinggap di pagar pembatas berkerumun seperti menyapaku.

Aku duduk di bangku atap sambil bersandar dengan tenang.
Tetapi aku mendengar suara langkah kaki seseorang menuju tangga.

Mungkin itu hanya orang yang hendak membersihkan atap. Tetapi, lagipula siapa juga yang mau membersihkan atap? Langkah itu semakin mendekat membuat ritme detak jantungku semakin cepat. Tak terasa aku berkeringat dan merinding ketakutan.

Di sana berdiri seorang laki-laki dengan pawakan misteriusnya. Dia tinggi dan populer.

"Pak Darwin?"

"Mbak Ella?"

Kami menyapa bersamaan lalu tertawa. Pak Darwin meletakkan sapunya dan duduk di sampingku. "Mbak Ella kok bisa ada di sini, to?" Aku terkekeh geli karena logat bicara Pak Darwin yang sangat khas Jawa di sekolahku ini. "Iya, pak. Sekolah masih sepi. Jadi Brunella naik ke atas sini."

Pak Darwin terdiam sejenak lalu menyeka air matanya. Aku terkejut bukan main dan mengeluarkan sapu tangan dari dalam sakuku dengan cepat. "Maaf, pak. Brunella tidak berniat..." Belum sempat aku mengulurkan sapu tanganku, Pak Darwin langsung melampaikan tangannya.

"Tenang, Mbak Ella. Maaf merepotkan..." Aku menggeleng pelan dengan khawatir. "Tidak apa-apa, pak. Pak Darwin kembalikan saja kapan-kapan." Aku menyodorkan sapu tanganku pada Pak Darwin. Tetapi tetap saja ia tahan.

Pak Darwin menggeleng mantap dan tetap menunduk sedih. "Saya beneran, Mbak. Mata saya cuma kelilipan. Ini angin kok kenceng banget ya..." Aku langsung nyengir dan tertawa kering. Lalu menepuk jidatku menahan malu.

Memalukan...

"Oya, Mbak. Kok masuk sekolah, to? Kan hari ini tanggal merah, Mbak." Aku  terdiam dan menoleh ke Pak Darwin. "Pak Darwin berkata apa?" Pak Darwin manggut-manggut. Seketika aku langsung terdiam dan mematung.

"Nggak papa, Mbak. Saya tahu kok Mbak Ella mau bantuin saya bersih-bersih sekolah. Iya, to?" Aku menelan salivaku dan nyengir lebar. Pak Darwin tertawa. "Tidak perlu, Mbak. Saya sudah biasa seperti ini. Tahu kan, Mbak. Dulu saya itu...."

Dan Pak Darwin mulai bercerita tentang masa lalunya berada di sekolah ini. Malangnya nasibku ketika mengetahui aku terjebak bersama Pak Darwin yang terkenal tidak bisa dihentikan ketika bercerita tentang masa lalunya dari penjajahan Belanda hingga dia bisa memegang bambu runcing untuk tembak-tembakan dengan orang Belanda.

Aku hanya tersenyum dan berusaha mengikuti alur perjalan sang Darwin and the explor*er yang berpetualang di antah berantah dengan sungai buaya dan lapangan ular.

Dan tiba-tiba seseorang datang dan menghentikan pembicaraan kami. Pembicaraan Pak Darwin maksudnya.

"Selamat pagi, Pak Darwin."

Pak Darwin menoleh ke atas dan menyeringai lebar. "Wah, nak Bram. Sini-sini. Ikut denger ceritanya bapak. Kamu pasti penasaran, to?" Kak Bram tersenyum dan menepuk bahu Pak Darwin. "Lain kali saja ya, pak. Saya mau meminjam seseorang sebentar." Mata Kak Bram langsung menuju ke arahku. Pak Darwin yang tahu itu langsung tertawa.

"Oh jadi kamu ke sini untuk ketemu sama nak Bram, to? Yowes ndang pergi. Kok di sini aja gak capek to?" Aku yang dipenuhi dengan tanda tanya langsung mengangguk saja dan mengikuti Kak Bram. Lalu kami berhenti di lorong depan ruang kelas Kak Bram.

"Kamu ngapain?"

"Eh..?"

Kak Bram terdiam dan bertanya lagi. "Kamu ngapain?"

"Ngapain gimana maksudnya, Kak?" Kak Bram menghela nafas panjang dan melihat ke arah kelasnya. "Kamu ngapain lihat-lihat kelasku terus?"

"Eh? Bukannya Kak Bram yang lihat-lihat kelas Brunella?" Kak Bram menghela nafas panjang. "Kamu jangan pernah lihat kelasku lagi. Titik."

"Kenapa, Kak? Ada masalah? Toh, Kakak juga melihat ke arah kelas Brunella."

"Justru karena itu. Kamu mengundang Si Garuda itu melihat ke arahku. Kamu tidak tahu ya?" Aku menggeleng mantap. "Tidak tahu maksud Kakak. Garuda siapa, Kak? Memang benar-benar ada Garuda di kelas Brunella?" Kak Bram menatapku ddingin "Tentu saja. Karena kamu yang membawanya kemari."

"Eh? Kok bawa-bawa nama Brunella! Kakak gila ya? Sudah menuduh Brunella sekarang bicara tentang Garuda yang Brunella bawa!"

"Kamu benar-benar tidak sadar?" Aku menggeleng. "Tidak tahu?" Aku menggeleng lagi.

Kak Bram terdiam lalu meninggalkanku begitu saja. "Dasar tidak sopan!" Ucapku. Kak Bram hanya melirik sedikit lalu berhenti berjalan. "Kamu yang sudah gila. Tanggal merah masih saja sekolah."

Seketika pipiku memerah menahan malu. Aku melihat tawa kecil di wajah Kak Bram yang jujur cukup manis ternyata.

Manis-manis gila.

Aku menghela nafas panjang dan menuju ke kelasku. Memang benar apa yang dikatakan Kak Bram. Hari ini memang tanggal merah karena yaaa memang tidak ada yang masuk ke kelas.

Aku duduk di bangkuku dan mencoba mempertimbangkan ucapan Kak Bram yang super gila itu. Tapi untuk apa aku timbang, lagipula sudah berat sebelah antara realita dan khayalan.

Hingga aku teringat apel merah yang ada di kamarku itu. Seperti anak laki-laki itu nyata dan berada di waktu yang sama tetapi berbeda ruang denganku.

Aku mencoba berkonsentrasi dan mengendalikan pikiranku. Otakku mulai bergerak sesuai kemauanku. Aku berhasil memindahkan vas bunga ke meja yang lain dengan mulus.

Sudah lama aku tidak menggunakan kemampuan telekinesisku ini. Karena kejadian beberapa bulan yang lalu itu membuatku berhenti membengkokkan sesuatu dan berhenti menggunakan kemampuanku itu.

Matahari semakin memuncak dan menandakan siang hari akan datang sebentar lagi. Aku yakin Mama pasti mencari tetapi tidak dengan Kakara yang keras kepala itu.

Semua berjalan dengan lancar hingga aku sadar bahwa aku tak sendiri di ruangan itu. Aku merasa diawasi sekarang ini. Namun siapa?

Siapa yang berani mengawasiku?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ArnawamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang